DMI.OR.ID, JAKARTA – Persoalan yang dihadapi remaja Muslim asal Texas, Amerika Serikat (AS), Ahmed Mohammed (14 tahun), menunjukkan masih kuatnya Islamophobia dan tindakan diskriminatif di negeri yang selama ini mengklaim dirinya paling demokratis dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) itu.
Ketua Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) Pimpinan Pusat (PP) Perhimpunan Remaja Masjid (PRIMA) Dewan Masjid Indonesia (DMI), Khairul Ardhian, menyatakan hal itu dalam rilisnya kepada DMI.OR.ID, Jum’at (18/9) siang.
“Persoalan Ahmed Mohammed merupakan contoh kecil dari Islamophobia yang banyak terjadi di AS. Meskipun Amerika mengklaim dirinya sebagai negara yang paling demokratis dan menjunjung tinggi HAM (Human Rights), namun faktanya diskriminasi terhadap ummat Islam sering terjadi di sana,” tutur Khairul pada Jum’at (18/9).
Menurutnya, remaja AS keturunan Sudan yang mampu membuat jam digital ini termasuk salah satu remaja muslim yang inspiratif, kreatif dan inovatif sehingga perlu dicontoh oleh remaja Muslim Indonesia. “Sudah seharusnya remaja muslim Indonesia mulai mencintai IPTEK seperti Ahmed di AS. Meskipun ia mendapat stigma sebagai teroris, namun tetap saja berkarya,” ucapnya.
PP PRIMA DMI, ungkapnya, ikut bangga terhadap Ahmed Mohammed. Meskipun ia masih muda, tetapi sudah produktif dalam berkarya. Kami juga mengapresiasi sikap Presiden AS, Barrack Husein Obama, yang merespon baik Ahmed dengan mengundangnya ke White house.
“Saya punya ekspektasi dan mimpi besar bahwa di masa depan nanti, kader-kader muda Muslim Indonesia bisa seperti Ahmed Mohammed dan bisa menjadikan masjid sebagai pusat kajian ilmu pengetahuan dan sains. Hal itu juga menjadi tanggung jawab kami kader muslim muda di PRIMA DMI,” harapnya.
Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani