DMI.OR.ID, JAKARTA – Dewan Masjid Indonesia (DMI) bersama sejumlah organisasi masyarakat (ormas) keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjadi pendukung acara Simposium Nasional bertajuk Mengamankan Pancasila dari Ancaman Kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Ideologi Lain.
Acara ini diselenggarakan pada Rabu (1/6) hingga Kamis (2/6) di Balai Kartini, Jakarta serta dihadiri oleh Ketua Pimpinan Pusat (PP) DMI, Drs. H. Muhammad Natsir Zubaidi, yang juga Sekretaris Dewan Pertimbangan (Wantim) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat.
Acara ini menghasilkan sembilan rekomendasi pokok bagi pemerintah dan seluruh pihak yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan pemberontakan PKI sepanjang sejarah Indonesia.
Rekomendasi ini dibacakan secara langsung oleh Ketua Panitia Pengarah Simposium Nasional ini, Letnan Jenderal (Letjen) Tentara Nasional Indonesia (TNI) (Purn). Indra Bambang Utoyo, yang juga Wakil Ketua Umum Forum Komunikasi Putra Putri TNI Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Berikut ini rekomendasinya.
Kelima, meminta dengan sangat kepada pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan segenap masyarakat agar tidak lagi mengutak-atik kasus masa lalu karena pasti dapat membangkitkan luka lama dan berpotensi memecah-belah persatuan.
*Mengungkit masa lalu dapat memicu terjadinya konflik horizontal. Rekomendasi menyarankan masyarakat melihat masa depan, dan lebih memperhatikan kepentingan bangsa dibanding kelompok,” tutur Indra pada Kamis (2/6) sore.
Keenam, hendaknya pemeirntah konsisten menegakkan Pancasila, Ketetapan (Tap) Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) Nomor XXV/1966, dan Undang-Undang (UU) Nomor 27 /1999 Juncto (Jo) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 107 dan 169 yanng mengatur pelarangan terhadap PKI dan semua kegiatannya.
“Pemerintah harus menindak setiap kegiatan yang terindikasi sebagai upaya membangkitkan PKI. Aturan ini diperkokoh dengan TAP MPR RI Nomor 1 Tahun 200w Tentang Hukum untuk Pelarangan Paham Komunis di Indonesia,” tegasnya.
Ke depan, lanjutnya, seyogyanya pelarangan terhadap PKI ini dimasukkan juga dalam Addendum Undang-Undang Dasar (UUD) Negara RI Tahun 1945.
Ketujuh, mendesak pemerintah dan MPR RI untuk segera mengkaji ulang UU Dasar (UUD) Tahun 2002 agar kembali dijiwai oleh Pancasila. Fenomena kebangkitan PKI tidak terlepas dari empat kali perubahan UUD 1945, mulai dari Tahun 1999 hingga 2002, yang telah dibajak oleh liberalisme.
“UUD hasil amandemen atau UUD 2002 itu tidak lagi dijiwai Pancasila, tetapi diisi spirit individualisme dan liberalisme yang membuka kebebasan nyaris tanpa batas. Akibatnya, kondisi ini dimanfaatkan oleh simpatisan PKI dan kelompok-kelompok anti Pancasila lainnya,” ungkap Indra.
Kedelapan, mendesak pemerintah untuk memasukkan muatan materi nilai-nilai Pancasila dalam kurikulum pendidikan formal ke semua jenjang pendidikan formal dan non-formal. Hal ini bertujuan untuk mengamankan Pancasila dari ancaman ideologi lain yang bertentangan.
“Pemerintah perlu melakukan sinkronisasi dari semua peraturan atau perundang-undangan terkait atau menerbitkan undang-undang baru yang dapat mengikat semua pemangku kepentingan dalam arti luas,” jelasnya.
Kesembilan, mengajak segenap komponen bangsa untuk meningkatkan integrasi dan kewaspadaan nasional terhadap ancaman dari kelompok-kelompok anti Pancasila.Termasuk ancaman dari pihak-pihak asing berikut proxy-proxy yang tidak akan pernah berhenti berupaya agar Indonesia selalu dalam keadaan tidak stabil dan tidak boleh menjadi negara kuat.
“Upaya-upaya proxy-proxy tersebut bisa dilancarkan pada bidang Ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan (Ioleksosbudhankam), bahkan dalam bidang Hak Asasi Manusia (HAM) serta Narkotika dan Obat-obatan Terlarang (Narkoba,” ungkapnya.
Panitia simposium nasional, lanjutnya, berharap agar rekomendasi ini dapat menjadi bahan pertimbangan dan ditindaklanjuti dengan sebagaimana mestinya oleh lembaga tinggi negara dan segenap jajarannya serta seluruh komponen bangsa.
Dalam acara ini, turut hadir budayawan, penulis, dan penyair fenomenal Indonesia, Dr. (HC). drh. H. Taufiq Ismail, yang tampil di atas podium dan membacakan puisi karyanya pada Rabu (1/6). Hadir pula Mayor Jenderal (Mayjen) TNI (Purn). H. Kivlan Zen selaku penggagas simposium nasional sekaligus deklarator Gerakan Bela Negara (GBN).
Hadir pula Letnan Jenderal (Letjen) TNI (Purn). H. Kiki Syahnakri selaku Ketua Simposium Nasional Mengamankan Pancasila, yang juga Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) GBN.
Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani