DMI.OR.ID, JAKARTA – Pimpinan Pusat (PP) Dewan Masjid Indonesia (DMI) menyatakan keprihatinan mendalam atas perlakukan diskriminatif dan penistaan pemerintah Israel terhadap rakyat Palestina yang hendak beribadah di Masjidil Aqsha berdasarkan waktu, tempat, dan usia mereka. Apalagi Pemerintah Israel telah menempatkan pasukan militernya di sana.
Ketua PP.DMI Bidang Sarana, Hukum dan Wakaf, Ustadz Drs. H. Muhammad Natsir Zubaidi, menyatakan hal itu dalam rilisnya kepada DMI.OR.ID, Ahad (20/9) siang.
Tindakan diskriminatif itu, lanjutnya, telah menimbulkan ketegangan di kawasan Masjid al-Aqsha sehingga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) harus bertindak nyata untuk melindungi hak-hak dasar ummat beragama, khususnya Islam, saat melaksanakan ibadadh di masjid-masjid.
“Masjidil Aqsha juga memiliki nilai-nilai kesejarahan sekaligus tempat suci bagi ummat Islam,Kristen dan Yahudi. Dunia Islam, khususnya Pemeirntah RI, Liga Arab dan Organisasi Konfereni Islam (OKI), juga wajib melakukan langkah-langah diplomatik untuk mendesak PBB menurunkan Pasukan Perdamaian (Peacekeeping Force) di Masjidi Aqsha,” ungkap Ustadz Natsir.
Menurutnya, Pasukan Perdamaian PBB sangat penting artinya untuk memberikan rasa aman bagi para pengunjung tempat suci yang pernah menjadi kiblat pertama ummat Islam itu sekaligus tempat suci bagi ummat Kristen dan Yahudi.
Dalam rilis yang diterima DMI.OR.ID pada Sabtu (19/9) sore, Asia Pacific Community for Palestine (APCP) menjelaskan bahwa dari segi waktu, Pemerintah Israel akan memberlakukan aturan waktu ibadah khusus bagi orang Yahudi setiap hari, sejak Pukul 07.00 hingga 11.00 waktu setempat.
“Khusus hari Sabtu yang merupakan hari besar Yahudi, Masjid Al_Aqsha akan dialih fungsikan. Pada hari-hari itu, Yahudi akan menyerang Masjid Al-Aqsha dan mengusir jamaah yang berada di dalamnya,” tulis APCP dalam rilisnya kepada DMI.OR.ID, Sabtu (19/9) sore.
Pada Ahad (13/) pagi lalu, Pemeirntah Israel juga telah memberlakukan sterilisasi jama’ah di Masjid Al Aqsha secara paksa dan mengakibatkan kerusakan beberapa interior masjid. Korban fisik pun berjatuhan dan puluhan jama’ah ditangkap oleh pasukan Israel.
Hingga Kamis (17/9) lalu, lima hari pasca meningkatnya eskalasi penistaan Masjid Al-Aqsha, sudah 58 orang warga Al-Quds yang ditangkap oleh pemerintah Zionis Israel. “Tercatat lebih dari 1.000 turis asing non-Muslim dan pemukim illegal masuk ke Masjid Al-Aqsha dengan penjagaan ketat dan persenjataan lengkap aparat keamanan Israel,” jelas laporan itu.
Sementara dari sisi tempat, kaum Muslimin nanti hanya diperbolehkan mengelola bagian internal Masjid Kubah Ash Shakhrah dan Mushala Al Marwani. Sedangkan kaum Zionis Israel dapat mengelola seluruh tempat pelataran Masjid Al-Aqsha dan kawasan yang tidak beratap.
“Pemerintah Zionis Israel juga berencana membangun proyek besar sinagog di dalam Masjid Al-Aqsha, seperti yang mereka lakukan terhadap Masjid Al Ibrahimi di Hebron,” ungkap laporan itu.
Adapun dari sisi usia, pemerintah Zionis Israel menetapkan bahwa Kaum Muslimin yang berhak berkunjung ke Masjid Al Aqsha hanya yang berusia di atas 50 tahun. Pemerintah Israel memberlakukan hal itu dengan alasan para pemuda yang berada di dalam Masjid Al Aqsha kerap melakukan aksi kekerasan terhadap orang-orang Yahudi yang mengunjungi masjid.
“Di sisi lain, negara-negara Arab dan Islam masih disibukkan dengan permasalahan internal dan nasional masing-masing. Hal ini menjadi peluang besar bagi Zionis Israel untuk meningkatkan (eskalasi) tindakan diskriminatif dan penistaannya terhadap Masjid Al Aqsha, khususnya dalam dua bulan terakhir (sejak Juli 2015).
Penulis; Muhammad Ibrahim Hamdani