“Itulah dulu kenapa saya undang dua kali pimpinan Taliban ke Indonesia untuk melihat Islam bisa berkembang cara begini, dengan cara yang moderat,”
Sekelumit kutipan Jusuf Kalla sehari setelah Thaliban kembali berkuasa di Afghanistan dengan cara merebut distrik dari kampung ke kampung hingga akhirnya menduduki Kabul Ibu Kota Afhganistan.
Pada kalimat JK itu setidakknya terdapat dua hal yang tersirat. Afhganistan kekinian di mana proses pengambil alihan kekuasaan tak diwarnai kekerasan, keonaran dan pembunuhan.
Setidaknya hal itu disaksikan sendiri oleh Mantan Dubes perempuan pertama Afghanistan, Roya Rahyani. “Harus dilihat apa yang akan dilakukan Taliban. Saat ini, berita bagusnya adalah, paling tidak di Kabul, mereka tidak melakukan kekejaman, mereka tidak membunuh orang, mereka tidak menyiksa atau memenjarakan orang,”
Roya membandingkan dengan apa yang terjadi pada 1990an saat Taliban berkuasa.
Kedua adalah bagaimana JK mengurai apa yang telah ia lakukan dan pesan Indonesia ketika delegasi Thaliban ke Jakarta pada tahun 2018 dan 2019. Meskipun kemudian, JK dibully oleh sekelompok orang sebab menerima kedatangan Thaliban yang dipimpin oleh tokoh senior Thaliban Mullah Abdul Ghani Baradar. Kala itu beragam buly dialamatkan pada JK yang sedang menjabat sebagai Wakil Presiden.
Pertemuan antara JK dan Thaliban kata juru bicara Taliban, Zabinhulllah Mujahed untuk memperkuat relasi politik dan kerja sama antara Indonesia-Afghanistan di masa depan.
“Dalam perjalanan, pembicaraan akan berlangsung seputar relasi politik yang baik antara kedua negara, perdamaian, dan kerja sama di masa depan dengan Afghanistan,” ungkap Mujahed melalui media sosialnya yang telah dikutip dari kantor berita Anadolu.
Bertolak dari pertemuan itulah melahirkan embrio perdamaian bagi kelompok Thaliban. Tentu saat mereka berdiskusi, JK telah menyampaikan pokok pokok pikiran tentang perdamaian. JK bahkan menggambarkan bagaimana Islam di Indonesia sambil mengajak para Thaliban itu keluar masuk pesantren. “Mereka kagum kita jalankan Islam secara baik. Tak perlu konservatif. Dia ngunjungin pesantren-pesantren” cerita JK.
Usai menerima delegasi Thaliban, JK dan tim bertolak ke Kabul Afghanistan. Tanpa pengawalan ketat dari dalam negeri, JK bersama delegasi Peace For The World nya tiba di Kabul. Masih kebayang vidio dari Jubir JK, Husian Abdullah yang sempat viral.
Mereka dijemput oleh pasukan pemerintahan pimpinan Ashraf Ghani di Bandara Udara Hamid Karzai Kabul. Sambil berlari lari kecil, mirip film film Hollywood yang menggambarkan perang Afhganistan, JK naik ke helikopter. Begitupula rombongan lainnya. Helikopter menerbangkan JK bersama delegasi
Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dewan Masjid Indonesia (DMI) dan Palang Merah Indonesia (PMI) bertemu Presiden Ashraf Ghani di Gulkhana Palace, Kompleks Istana Kepresidenan Afghanistan.
Pada pertemuan malam itu, JK tentu membahas upaya perdamaian. “Suatu yang sangat membahagiakan bagi orang Afghanistan untuk kedatangan Bapak, tadi bapak presiden menyampaikan, semua menyambut Bapak dengan bahagia, karena Indonesia selalu membuat keajaiban, semoga di akhir bulan desember ini atau di awal tahun 2021 bisa menjadi poin untuk melakukan rekonsiliasi,” ujar Menteri Urusan Agama dan Haji Afghanistan Muhammad Qasim Halimy, saat menerima JK di Kabul Afhganistan.
Dalam catatan media, JK bertemu dengan kelompok Thaliban lebih dari sekali. Usai pertemuan Trilateral antara Indonesia, Pakistan dan Afhganistan di Bogor pada tahun 2018, JK sempat menerima kunjungan delegasi Taliban yang dipimpin oleh Kepala Kantor Perwakilan Taliban di Qatar, Mullah Sher Mohammad Abbas Stanekzai.
Delegasi Thaliban tentu ingin tau bagaimana kelanjutan pertemuan Deklarasi Bogor untuk perdamaian Afhganistan. Di sini tersirat, Thaliban sudah kebelet banget untuk damai dan melihat negaranya tanpa konflik, tanpa pertumpahan darah.
Sebelum pertemuan JK dan delegasi Thaliban pada 12-15 Agustus 2018, JK insiasi pertemuan Trilateral antara 19 ulama asal Afghanistan, 17 ulama dari Pakistan dan 17 ulama asal Indonesia.
Pertemuan di buka oleh Presiden Jokowi kemudian ditutup oleh Jusuf Kalla yang di akhiri dengan membaca 12 butir Deklarasi Bogor. Satu diantara 12 butir tersebut berbunyi “Sebagai satu keluarga besar umat, ulama mendukung proses perdamaian yang inklusif dan siap memberikan kontribusi secara konstruktif di dalam proses tersebut, sembari mencari berbagai cara dan upaya agar ada solusi yang mungkin bagi perdamaian di Afghanistan”
Pada akhirnya jalan menuju perdamaian di Tanah Pasthun telah menuai sebersit cahaya. Seperti apa yang Roya telah kemukakan, bahwa proses peralihan kekuasaan tak memperlihatkan keonaran dan pembunuhan di kota kota distrik Afghanistan, termasuk di Kota Kabul.
Beberapa pemimpin dunia juga melihat seperti itu. Kepala Staf Pertahanan Inggris Nick Carter, “Mungkin Taliban ini adalah Taliban yang berbeda dengan yang diingat orang dari tahun 1990-an,”.
Maka dari itu, dunia harus memberikan kesempatan kepada Thaliban untuk membuktikan dan memberikan ruang kepada Mullah dan kawan kawan untuk menunjuk kredensialnya.
China yang menjadi sejawat Indonesia sejak beberapa tahun terakhir ini bahkan telah membuka diri untuk membantu Thaliban membangun insfrastruktur dan kerjasama lainnya. Konon pemerintah Tiongkok melarang warganya meninggalkan Afghanistan di saat negara lain menarik warganya dan menutup Kedubesnya.
Kerjasama antara Afghanistan dan Tiongkok terbuka lebar, bukankah di satu sudut belahan pegunungan merupakan tapal batas antara Tiongkok dan Afhganistan. Rusia tak tinggal diam. Ia juga membuka diri melakukan kerjasama dengan Afghanistan.
Pandangan dunia terhadap Thaliban tentu tak lepas dari perubahan sikap dan pandangan Thaliban yang lebih mengedepankan perdamaian. Di mana Thaliban telah memberi kesempatan kepada perempuan untuk keluar rumah, mengejar cita cita, mengenyam pendidikan merupakan langkah humanis bagi Thaliban untuk merebut simpati dunia.
Menyalakan televisi, membunyikan musik serta larangan larangan lainnya yang oleh dunia dianggap sebagai pelanggaran HAM kini telah dibuka krannya oleh Thaliban masa kini.
Pada perkembangan terakhir pasukan Thaliban bahkan mengetuk pintu rumah rumah warga yang sedang terkunci agar segera keluar rumah, menyaksikan kota nya sendiri, melihat situasi yang aman dan kondusif. Seolah ingin menyampaikan pesan, keluarlah tak perlu ada ketakutan.
Praktik kekuasaan Thaliban pada awal kekuasaannya 1990 an yang sangat konservatif telah berubah. Thaliban yang berjuang atas nama nasionalisme Afhganistan telah merubah segalanya.
Pun perjalanan Thaliban ke Indonesia, mendatangi pesantren – pesantren di Pulau Jawa serta diskusi – diskusinya bersama Jusuf Kalla tentu telah tertanam dalam sanubari para Mullah Thaliban dalam memandang kehidupan dan perdamaian.
Embrio perdamaian serta kebijakan kebijakan humanis yang Thaliban pertontonkan pasca mereka menduduki istana Kepresidenan Afhganistan tak bisa lepas dari keterlibatan Indonesia sejak tahun 2018, mengajak Thaliban dan pemerintahan Afhganistan untuk masuk ke zona perdamaian dan mengakhiri segala pertikaian.
Di mana, pada titik embrio itu tak lepas pula dari kepedulian Jusuf Kalla sebagai tokoh perdamaian untuk melihat Afganistan mengakhiri segala kebencian dan dendam pada sesamanya.
Meyakinkan kedua pihak untuk berhenti bertikai bukanlah perkara mudah. Termasuk untuk mendapatkan kepercayaan dan menemui kedua kelompok yang sedang bertikai. Tak semudah apa yang ada dalam benak dan goresan kita.
Pertikaian mereka, bukan hanya etnis antara suku dan suadara. Tetapi pertikaian di Afghanistan adalah pertikaian ideologi yang merajut pada sejarah kelam di tanah para mullah itu.
Pula berpuluh puluh tahun sejumlah negara telah terlibat baik untuk kepentingan bisnis, perang dan sebagai negara penjaga perdamaian merupakan batu sandungan bagi dua pihak untuk sadar bahwa jalan terbaik adalah perdamaian dan mengalah satu sama lain.
Kita sudah melihat bagaimana PM Afghanistan Ashraf Ghani meninggalkan Kabul sebab ia tak ingin melihat terjadi pertumpahan darah saat Thaliban memasuki kota Kabul. Walau dianggap pengecut, tetapi Ghani telah berbesar hati untuk mengalah demi rakyatnya.
Pun Thaliban yang tak ego lagi menjalankan misi konservatifnya merupakan bentuk tindakan yang mengalah dari apa yang sebagian besar warga Afghanistan khawatirkan termasuk penduduk dunia.
Meski demikian kesimpulan tentang Thaliban belum lah final. Bayang bayang semasa Thaliban pertamakali berkuasa masih menjadi buah bibir bagi warga dunia dan sebagian besar rakyat Afghanistan.
Tetapi apa yang Thaliban pertontonkan hari ini merupakan jawaban dari kekhawatiran masa silam serta harapan bagi seluruh komunitas dunia.
Bahwasanya, proses perdamaian tidak selamanya berunding di atas meja seperti yang JK pernah lakukan pada saat mendamaikan Poso, Ambon dan Aceh di tanah air.
Proses perdamaian di Afghanistan yang telah dirintis oleh JK sejak tahun 2018 tak berakhir di atas meja. Namun setidaknya, pesan perdamaian dari JK telah sampai kepada para pihak, Pimpinan Thaliban, Pemerintahan Ashraf Gani serta NGO
High Council For National Reconciliation Afghanistan (HCNR). Persyaratan dan pesan dari ketiga pihak telah terukir dalam benak dan pikiran JK lalu disampaikanlah pada satu sama lain melalui Jusuf Kalla, tanpa harus semeja atau tanpa harus JK menggebrak meja seperti ketika mendamaikan Poso, yang saya saksikan sendiri ketika meliput untuk radio BBC London.
Aih tanah Pashtun,
Sudahilah konflik dan angkat senjata itu. Kembalilah seperti pada zaman Sultan Mahmud dari Ghazni seorang penyair yang memerintah dari 998 hingga 1030 Masehi. Di mana puisi puisi dan syair menjadi bagian dalam kehidupan, mimpi dan impian warga Tajik, Hazara, Pashtun, Turkmen, Nuristani, Baluch.
Kenang lah bagiamana puisi dan syair menciptakan sihir keberanian rakyat Afhganistan untuk membangun negeri nya. Mungkinkah Thaliban yang juga gemar menciptakan puisi telah menanamkan puisi Rahman Babo? William Shakespeare nya Afhganistan. “Kemanusiaan adalah satu tubuh.Menyiksa orang lain sama saja dengan melukai tubuh sendiri”