Setelah menyelenggarakan Pesantren Kilat Mualaf di Maumere, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sekadau, Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), faktanya 80% peserta adalah wanita.
Mereka masuk Islam dengan sebab menikah dengan Muslim. Sebagai isteri, mereka tentu ikut suami, termasuk dalam beragama. Tetapi bila wanita muslim menikah dengan lelaki mualaf, kasus yang banyak terjadi adalah sang suami kembali lagi ke agamanya.
Seorang ibu penjual sayur dan buah di Pasar Sekadau yang saya temui juga mengatakan ia berasal dari Jawa dan sejak puluhan tahun lalu ikut transmigrasi ke Sekadau bersama orang tuanya. Ia menikah dengan pria mualaf, namun sampai sekarang suaminya masih saja haleluya-haleluya.
“Meskipun susah, saya tetap bertahan, yang penting anak-anak saya tidak haleluya-haleluya,” ungkapnya. Namun tanpa pembinaan, wanita mualaf itu bisa saja kembali ke agamanya semula, karena tidak selamanya ia bersama sang suami.
Seorang bapak di masjid juga menceritakan kejadian yang menimpa keponakannya yang laki-laki. Ia menikah dengan seorang wanita mualaf. Sesudah punya anak berusia Sekolah Dasar (SD), sang suami wafat dan isterinya murtad, kembali lagi memeluk agama Kristen. Alhamdulillah, anaknya yang baru kelas dua SD tidak mau ikut agama kristen.
Bila kita yang sejak lahir sudah muslim masih harus dibina, apalagi mereka yang baru beberapa tahun menjadi muslim.
Penulis: Ustaz Drs. H. Ahmad Yani
Sekretaris Departemen Dakwah dan Pengkajian Pimpinan Pusat (PP) Dewan Masjid Indonesia (DMI)
Editor: Muhammad Ibrahim Hamdani