Salah satu sisi yang harus kita teladani dari Nabi Muhammad ShallAllahu A’laihi Wassallam (SAW) adalah ketaatannya kepada hukum dan ketetapan Allah Subhanahu Wata’ala (SWT).
Beliau SAW tetap melaksanakan apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT meskipun tidak sesuai dengan perasaannya.
Dahulu, ketika Zainab binti Jahsin RadhiyAllahu Anha (RA) dilamar oleh Nabi SAW untuk dijodohkan dengan Zain Bin Haritsah RadhiyAllahu Anhu (RA), Zainab merasa keberatan. Lalu, turun firman Allah SWT dalam Al-Quran Surat Al-Ahzab (33) ayat 36 yang membuatnya harus menerima.
Setelah terjadi perceraian antara Zaid dengan Zainab, lalu habis masa iddahnya, maka Allah SWT memerintahkan Nabi untuk menikah dengan Zainab.
Saat itu, perasaan beliau begitu berat karena Zaid adalah anak angkatnya yang sangat dekat hubungannya. Apalagi banyak orang menyatakan bahwa anak angkat itu sama dengan anak kandung.
Meskipun berat, Nabi Muhammad SAW tetap harus melaksanakan perintah itu. Maka, diperintahkanlah Zaid untuk melamar bekas isterinya itu untuk beliau. Bagi Zaid, inipun membuat perasaannya tidak enak. Sebab, bagaimana mungkin ia harus melamar bekas isterinya untuk orang lain?
Tapi, Rasulullah SAW justeru ingin memberi pelajaran jika dalam perceraian itu yang putus hanya ikatan suami isteri, namun ikatan sesama mukmin, sesama sahabat, dan sesama keluarga tidaklah putus. Terkait hal ini, Allah SWT berfirman dalam surat al Ahzab: 33-40.
Penulis: Ustaz Drs. H. Ahmad Yani
Sekretaris Departemen Dakwah dan Pengkajian Pimpinan Pusta (PP) Dewan Masjid Indonesia (DMI)
Editor: Muhammad Ibrahim Hamdani