Munas IX MUI Sepakati “Taujihat Surabaya”

DMI.OR.ID, SURABAYA – Sidang Komisi Rekomendasi dalam Musyawarah Nasional (Munas) IX Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Rabu (26/8) telah menyepakati Taujihat Surabaya terkait dengan tema Munas IX MUI, yakni Islam Wasathiyah untuk Indonesia dan Dunia yang Berkeadilan dan Berkeadaban.

Seperti dilansir dari laman www.mui.or.id, dalam taujihat ini peserta Munas MUI melihat umat Islam sedang berhadapan dengan kelompok-kelompok eksklusif, intoleran, kaku/ rigid, mudah mengkafirkan orang dan kelompok lain, serta mudah menyatakan permusuhan dan melakukan konflik. Bahkan melakukan kekerasan terhadap sesama Muslim yang tidak sepaham jikadiperlukan.

Di sisi lain, muncul pula kelompok yang cenderung permisif dan liberal. Kemunculan kedua kelompok ini terkait erat dengan banyaknya pemahaman dan gerakan transnasional yang mengembangkan pengaruhnya di Indonesia. Penyebaran paham dan gerakan transnasional itu meningkat karena memanfaatkan alam kebebasan dan demokrasi di Indonesia.

MUI berpendapat kedua kelompok ini tergolong kelompok tatharruf, yamini (kanan) dan yasari (kiri), yang bertentangan dengan wujud ideal dan tepat dalam melaksanakan ajaran Islam di Indonesia dan dunia.

Pemikiran, paham keagamaan, dan ideologi, serta gerakan kedua kelompok tersebut tidak sesuai, bahkan bertentangan dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang dianut dan dibangun bangsa Indonesia.

Peserta Munas MUI juga merasa perlu mewaspadai penyebaran paham dan gerakan ideologis seperti komunisme, kapitalisme, neoliberalisme dan globalisme di Tanah Air. Paham dan gerakan-gerakan ideologis ini tidak sesuai dengan Islam serta mengancam eksistensi Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Keberadaan kelompok-kelompok itu juga tidak sesuai, bahkan bertentangan dengan ajaran Nabi Muhammad S.A.W yang dirumuskan dalam Piagam/ Mitsaq al-Madinah (Konstitusi Madinah) di negara Madinah. Mereka juga bertentangan dengan realitas sosial bangsa Indonesia yang majemuk ditinjau dari berbagai aspek, bahkan bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Sebagai jawaban atas berkembangnya paham dan gerakan kelompok-kelompok itu, Munas IX MUI sepakat untuk mengusung dan memperjuangkan Islam Wasathiyah dalam pemahaman dan pengamalan ajaran Islam oleh umat Islam Indonesia dalam kehidupan keagamaan, kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan.

Menurut MUI, Islam Wasathiyah ialah ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin, rahmat bagi segenap alam semesta. Islam Wasathiyah merupakan “Islam Tengah” untuk terwujudnya umat terbaik (khairu ummah). Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan umat Islam sebagai ummat pertengahan (wasath) dalam segala urusan agama, seperti dalam hal kenabian, syari’at dan lainnya.

Adapun pemahaman dan praktik amaliyah keagamaan Islam Wasathiyah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Tawassuth (mengambil jalan tengah), yaitu pemahaman dan pengamalan yang tidak ifrath (berlebih-lebihan dalam beragama) dan tafrith (mengurangi ajaran agama).

2. Tawazun (berkeseimbangan), yaitu pemahaman dan pengamalan agama secara seimbang yang meliputi semua aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrawi, tegas dalam menyatakan prinsip yang dapat membedakan antara inhiraf (penyimpangan) dan ikhtilaf (perbedaan).

3. I’tidal (lurus dan tegas), yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya dan melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban secara proporsional.

 4. Tasamuh (toleransi), yaitu mengakui dan menghormati perbedaan, baik dalam aspek keagamaan dan berbagai aspek kehidupan lainnya.

5. Musawah (egaliter), yaitu tidak bersikap diskriminatif pada yang lain disebabkan perbedaan keyakinan, tradisi dan asal usul seseorang.

6. Syura (musyawarah), yaitu setiap persoalan diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat dengan prinsip menempatkan kemaslahatan di atas segalanya.

7. Ishlah (reformasi), yaitu mengutamakan prinsip reformatif untuk mencapai keadaan lebih baik yang mengakomodasi perubahan dan kemajuan zaman dengan berpijak pada kemaslahatan umum (mashlahah ‘amah) dengan tetap berpegang pada prinsip al-muhafazhah ‘ala al-qadimi al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadidi al-ashlah.

8. Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas), yaitu kemampuan mengidentifikasi hal ihwal yang lebih penting harus diutamakan untuk diimplementasikan dibandingkan dengan yang kepentingannya lebih rendah.

9. Tathawwur wa Ibtikar (dinamis dan inovatif), yaitu selalu terbuka untuk melakukan perubahan-perubahan sesuai dengan perkembangan zaman serta menciptakan hal baru untuk kemaslahamatan dan kemajuan umat manusia.

10. Tahadhdhur (berkeadaban), yaitu menjunjung tinggi akhlakul karimah, karakter, identitas, dan integritas sebagai khairu ummah dalam kehidupan kemanusiaan dan peradaban.

Munas IX MUI meyakini bahwa Islam Wasathiyah wajib diamalkan secara istiqamah oleh seluruh umat Islam Indonesia dan dunia sehingga menjadi syuhada’ ‘ala al-nas (saksi kebenaran Islam) untuk mewujudkan kehidupan keagamaan yang berkemajuan dan toleran; serta membentuk kehidupan kemasyarakatan yang damai dan saling menghargai.

Islam Wasathiyyah juga bertujuan merealisasikan kehidupan kebangsaan yang inklusif, bersatu dan berkeadaban, serta menciptakan kehidupan kenegaraan yang demokratis dan nomokratis.

Islam Wasathiyah sangat mendukung ikhtiar kolektif umat Islam Indonesia dan seluruh komponen bangsa dalam mengukuhkan dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang berkeadilan dan berkeadaban dalam wadah NKRI yang berdasarkan Pancasila.

Munas IX MUI juga menyerukan kepada umat Islam seluruh dunia untuk menghayati dan mengamalkan Islam Wasathiyah sebagai bentuk kecintaan umat Islam terhadap terwujudnya dunia yang damai, berkeadilan, dan berkeadaban.

Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani

Bagikan ke :