DMI.OR.ID, JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) berpendapat bahwa berbagai peristiwa yang terjadi di Indonesia belakangan ini hanyalah akibat-akibat yang terjadi dari sebab berupa kasus penistaan agama di Pulau Pramuka oleh Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Non-Aktif, Ir. Basuki Tjahaja Poernama, M.M., alias Ahok, beberapa waktu yang lalu.
Ketua Dewan Pertimbangan MUI Pusat, Prof. Dr. H. Sirajuddin (Din) Syamsuddin, M.A., menyatakan hal itu pada Rabu (23/11) malam di Ancol, Jakarta Utara, saat memberikan sambutan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II MUI yang bertema: Meningkatkan Peran MUI Dalam Melayani dan Melindungi Umat.
“Persoalan terakhir yang terjadi di Pulau Pramuka menunjukkan betapa Allah SWT masih sayang kepada kita, ummat Islam. Di dalamnya ada ijtihad dan jihad yang sangat menuntut ummat untuk menerapkan politik tingkat tinggi (high politic) dengan cara-cara dan langkah yang strategis,” jelas Prof. Din Syamsuddin pada Rabu (23/11) malam.
Dalam aksi damai 4/11 (4 November) kemarin, lanjutnya, mayoritas ummat yang turun ke jalan adalah kelas menengah ummat Islam Indonesia yang menjadi massa kritis (critical mass) terhadap kebijakan pemerintah.
“Jika massa kritis ini tidak disikapi secara arif dan bijaksana, maka sangat berbahaya bagi situasi nasional. Apalagi peristiwa ini terjadi di tengah dimensi pertarungan politik ibu kota dan ada nuansa persoalan hubungan Islam dan Kristen walau pun tidak persis seperti itu,” ungkapnya.
Prof. Din Syamsuddin juga meminta pemerintah untuk segera menyelesaikan masalah penistaan agama yang menjadi penyebab utama dari peristiwa-peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini.
“Peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini hanyalah akibat, bukan penyebab utamanya. Janganlah kita sibuk menyelesaikan akibat-akibat itu, tetapi bara apinya tidak dipadamkan. Jangan karena satu orang (Ahok) melakukan peninstaan agama, bangsa ini menjadi anti toleransi dan anti kemajemukan,” tegasnya.
Menurutnya, kondisi yang terjadi akhir-akhir ini perlu disikapi ummat Islam dengan muhasabah (introspeksi diri) sembari tetap merancang strategi besar ke depan untuk mengantisipasi kelemahan yang ada serta guna menghadapi faktor internal dan eksternal yang sedang mempengaruhi ummat.
“Dalam bahasa Inggris, ada istilah self defense mechanism (mekanisme mempertahankan diri), yakni bagaimana ummat perlu membuat strategi kebudayaan yang berjangka panjang ke masa depan. Apalagi Indonesia sedang mengalami berbagai perubahan mendasar, termasuk perubahan koknstitusi dengan segala aturan derifatif (aturan turunannya),” ucapnya.
Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Ketua Umum Dewan Pimpinan MUI Pusat, DR. KH. Makruf Amin. Kiai Makruf juga memberikan kata sambutan bersama Menteri Agama (Menag) RI, Drs. H. Lukman Hakim Saifuddin.
Turut hadir Ketua Majelis Permuyawaratan Rakyat (MPR) RI, DR. H. Zulkifli Hasan, S.E., M.M.,yang juga memberikan sosialisasi materi tentang empat pilar kebangsaan RI, yakni Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (RI).
Dalam prosesi pembukaan ini, MUI juga meluncurkan buku panduan mengenai upaya perlindungan dan pencerdasan terhadap anak-anak dan perempuan dalam berbagai aspek kehidupan. MUI sangat menyadari pentingnya peran perempuan dan anak untuk mewujudkan masa depan generasi Indonesia yang berakhlaqul karimah.
Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani