DMI.OR.ID, JOMBANG – Muktamar Ke-33 Nahdlatul Ulama (NU) di Jombang, Jawa Timur, sejak Sabtu (1/8) hingga Kamis (8/5), telah berlangsung sangat dinamis, meriah, sekaligus penuh kejutan bagi para muktamirin.
Para muktamirin, panitia, simpatisan dan warga nahdliyin serta warga Jombang umumnya turut merasakan dinamika perhelatan akbar dan tertinggi di dalam organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam itu.
Berdasarkan pantauan DMI.OR.ID (langsung dari Jombang) alun-alun Jombang dipadati oleh puluhan ribu muktamirin (peserta muktamar), panitia, simpatisan, dan kaum nahdliyin serta warga Jombang yang hilir mudik di dalam alun-alun. Umumnya, mereka melihat-lihat berbagai macam stand (bazaar) yang ada di arena muktamar dan sekitarnya.
Berbagai macam jenis makanan, minuman, pakaian, souvenir dan pernak-pernik muktamar, batu akik, peralatan masak dan dapur, bank-bank umum dan syariah, serta rokok memenuhi alun-alun Jombang dan selasar Masjid Agung Jombang, Jawa Timur.
Terdapat ratusan stand yang menjual berbagai macam produk serta puluhan pedagang kaki lima yang memenuhi arena muktamar NU. Panggung utama berukuran besar juga tersedia di alun-alun Jombang.
Di panggung ini, berbagai macam pertunjukan seni dan budaya Islami serta lantuan dzikir dan istighotsah berjama’ah semakin menambah semarak Muktamar NU ke-33 ini. Muktamar ini mengambil tema : Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia dan berlangsung sejak Sabtu (1/8) hingga Kamis (5/8).
Penulis juga mengunjungi beberapa tempat penting lainnya yang menjadi tempat sidang-sidang komisi dalam Muktamar ke-33 NU ini, antara lain Pondok Pesantren, dimana terdapat kompleks makam pendiri NU, Hadhratush Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, KH. Abdul Wahid Hasyim, dan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Saat itu, Selasa (4/8), terlihat puluhan peziarah memadati kompleks makam, sebagian ada juga yang berbelanja di bangunan serba guna di depan kompleks makam. Terlihat para peziarah dengan khidmat dan khuyuk membacakan surat Yasin, tahlil, do’a tahlil, Surat Al-Faatihah dan bersholawat kepada Rasulullah Muhammad SAW.
Terlihat pula para muktamirin yang turut berziarah di kompleks makam itu. Adapun satu area khusus untuk sidang-sidang komisi terlihat di salah satu sudut ruangan Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.
Sedangkan di gedung serba guna, terlihat berbagai kios yang menjual buku-buku tentang Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan ke-NU-an, aneka pakaian dengan gambar tokoh-tokoh NU, dan pakaian Muslim (baju taqwa), serta aneka makanan dan minuman.
Penulis juga mengunjungi kompleks makam pendiri NU lainnya, almarhum KH. Abdul Wahab Chasbullah, pada Selasa (4/8) siang, di dekat Pondok Pesantren Bahrul U’lum, Tambak Beras, Jombang, Jawa Timur. Saat itu, terlihat
Kompleks makam ini memiliki pendopo yang cukup luas, bersih dan nyaman, sehingga bisa digunakan para peziarah untuk membaca Surat Yasin, Tahlil, Do’a Tahlil, Surat Al-Fatihah, dan sholawat kepada Nabi Muhammad SAW, bahkan untuk sholat berjama’ah.
Berdekatan dengan alun-alun Jombang, terdapat Masjid Agung Jombang yang menjadi tempat para muktamirin, panitia, peninjau, simpatisan, warga Nahdlyin dan umat Muslim di Jombang untuk menunaikan ibadah sholat dan ibadah-ibadah lainnya.
Masjid Agung Jombang ini berukuran cukup besar dan mampu menampung ratusan jama’ah yang ingin beribadah kepada Allah SWT. Fasilitas penunjangnya pun berjalan baik, yakni kamar mandi dan toilet berukuran cukup besar dengan bak mandi dan jamban yang kualitasnya cukup baik. Tersedia pula gantungan pakaian di dalamnya.
Tempat wudhu di masjid Agung Jombang juga berkualitas baik karena menyediakan tempat untuk menaruh tas atau barang milik para jama’ah. Namun, supply (penyediaan) air terkadang mati sehingga menyulitkan aliran air mengecil dan jama’ah kesulitan untuk berwudhu.
Speaker masjid juga berfungsi cukup baik, suara imam terdengar jelas dan nyaring, meskipun terkadang mengalami kerusakan dalam beberapa menit. Saat penulis mengikuti sholat berjama’ah, tiba-tiba saja speker masjid tidak aktif, meskuipun beberapa menit kemudian aktif kembali.
Masjid Agung Jombang mampu menjadi oase atau tempat yang menyejukkan untuk beribadah kepada Allah SWT, bagi seluruh pihak yang terlibat dalam Muktamar ke-33 NU. Masjid ini jga menjadi tempat istirahat bagi para jama’ah, bahkan untuk tidur di bagian selasarnya.
Hal menarik lainnya dalam proses perhelatan Muktamar ke-33 NU ini ialah perbedaan pendapat yang cukup tajam diantara para pengurus Syuriah NU terkait metode Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) untuk memilih dan menetapkan Rais A’am Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Untuk menyelesaikan perbedaan pendapat yang cukup tajam dan sangat dinamis ini, akhirnya para pengurus syuriah Pimpinan Besar NU (PBNU), Pimpinan Wilayah NU (PWNU), dan Pimpinan Cabang NU (PCNU) melaksanakan sidang khusus di Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif, Jombang, Jawa Timur.
Pimpinan Sidang Komisi Organisasi dalam Muktamar ke-33 NU, KH. Yahya Cholil Staquf, akhirnya mengumumkan kepada para muktamirin perihal hasil rapat pleno komisi yang memutuskan tetap menggunakan metode AHWA.
“Berdasarkan hasil pemungutan suara terkait Pasal 19 butir 7 dalam Tata Tertib Muktamar ke-33 NU, diperoleh hasil 252 peserta rapat setuju untuk mempertahnkan metode AHWA, dan 235 peserta lainnya yang tidak setuju dengan penggunaan metode AHWA, sedangkan sembilan peserta lainnya memilih abstain,” papar Kiai Yahya pada Rabu (5/8), dalam rapat pleno Muktamar NU ke 33.
Menurutnya, proses pemungutan suara ini ditempuh karena tdak tercapainya kata sepakat diantara seluruh peserta rapat pleno Komisi Organisasi dalam Muktamar ke 33 NU terkait Pasal 19 butuir 7 dalam Tata Tertib Muktamar ke 33 NU. Hasil akhir ini pun disambut baik oleh seluruh muktamirin yang hadir, lalu bersama-sama membaca Surat Al-Fatihah.
Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani