Wapres Kalla, Kebijakan Ekonomi, dan Bunga KUR Sembilan Persen

DMI.OR.ID, JAKARTA – Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia (RI), DR. H. Muhammad Jusuf Kalla, menceritakan sejarah panjang kebijakan perekonomian Indonesia, khususnya selama era orde baru di masa pemerintahan Presiden Kedua RI, Jenderal TNI Purn. H. Muhammad Soeharto. 

Bahkan Wapres Kalla dan perusahaan bisnis milik keluarga besarnya ikut terkena dampak kebijakan ekonomi itu. Wapres Kalla memaparkan hal itu pada Senin (24/4), saat menutup secara resmi Kongres Ekonomi Umat 2017 di hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta.

Kegiatan ini mengangkat tema Arus Baru Ekonomi Indonesia dan diselenggarakan oleh Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat (KPEU) Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Sabtu (22/4) hingga Senin (24/4).

“Pertama kebijakan tahun 1973, di situ muncul pengusaha-pengusaha pribumi, yang masuk ke (bisnis) devisa, termasuk bapak saya. Dan banyak pengusaha senior yang muncul. Kebijakan ini turut berperan menghadirkan konglomerat dari dalam negeri,” tutur Wapres Kalla.

Setelah peristiwa Malapetaka 15 Januari (Malari), lanjut Wapres, timbullah Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 18 dan 15 yang mendahulukan pengusaha-pengusaha daerah dan modal yang mudah diperoleh. “Ini kebijakan ekonomi kedua,” imbuhnya.

“Peristiwa Malari terjadi saat Perdana Menteri (PM) Jepang, Kakuei Tanaka, sedang berunjung ke Jakarta. Saat itu, demonstrasi mahasiswa terjadi dan bertujuan menentang masuknya modal asing ke dalam negeri,” papar Wapres Kalla yang juga Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Dewan Majid Indonesia (DMI) itu.

Ketiga, ungkapnya, ialah kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang bertujuan untuk menghidupkan kembali pengusaha-pengusaha kecial atau usaha mikro, kecil, dan menengah (umkm) agar bisa mendapatkan kue ekonomi di Indonesia.

“Kemudian, baru 10 tahun yang lalu kita bikin KUR untuk pengusaha. Sayangnya, pemerintah sebelumnya pernah membuat kesalahan dengan meningkatkan jumlah bunga KUR kepada masyarakat hingga mencapai 23%,” jelasnya.

Menurutnya, penetapan bunga KUR yang tinggi oleh pemerintah tentu dapat mematikan para pengusaha kecil, apalagi bunganya meningkat sampai 23 persen dari sebelumnya, 11 persen.

“Pada saat kabinet sebelum ini, kabinet pada saat zaman saya pertama buat KUR, bunganya 11 persen. Tiba-tiba pada kabinet kedua pemerintahan Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), bunga KUR itu dinaikkan menjadi 23%,” jelas Wapres Kalla yang juga Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) pusat itu.

Akibatnya, lanjut Wapres Kalla, pengusaha besar semakin kaya dan semakin besar, sedangkan pengusaha kecil semakin kecil. “Kebijakan bunga KUR 23 persen Ini adalah suatu kesalahan yang menimbulkan terjadinya kezaliman,” tegasnya.

Itu sebabnya, ucap Wapres Kalla, pemerintahan saat ini telah menurunkan tingkat bunga KUR menjadi hanya sembilan persen. Pemerintah pun terus berupaya menurunkan tingkat bunga KUR agar menjadi sebesar tujuh persen. “Harapannya, bunga KUR ini dapat mendorong pengembangan bagi pelaku UMKM,” ujarnya.

“Sekarang kita turunkan bunga KUR jadi 9%, dan kita akan coba turunkan (menjadi) 7%. Mungkin banyak bank-bank kecil yang akan mati, tidak apa-apa. Mereka tentu banyak yang tidak bisa kerja,” ungkap Wapres Kalla.

Tetapi, lanjutnya, tentu lebih baik mereka tidak bisa kerja dibandingkan rakyat yang tidak bisa kerja. “Rakyat harus kerja, harus dapat layanan lebih baik,” paparnya.

Wapres Jusuf Kalla menyampaikan hal ini di depan 400 peserta Kongres Ekonomi Ummat 2017 serta para undangan lainnya yang turut hadir, termasuk Wakil Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta terpilih 2017-2022, H. Sandiaga Salahuddin Uno, M.B.A.

Wapres Kalla pun memukul gong sebagai tanda berakhirnya Kongres Ekonomi Umat 2017. Wapres turut didampingi oleh Ketua Umum Dewan Pimpinan MUI Pusat, DR. KH. Makruf Amin, yang juga Rais A’am Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Turut mendampingi Wapres Kalla yakni Ketua Panitia Pelaksana Kongres Ekonomi Umat 2017, Dr. Ir. H. Lukmanul Hakim, M.Si., yang juga Ketua Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI, serta Ketua Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat MUI, H. Muhammad Azrul Tanjung, M.Si.

Dari 400 undangan itu, beberapa diantaranya ialah pengurus PP DMI, yakni Ketua PP DMI dan Ketua Departemen Sarana, Hukum, dan Waqaf, Drs. H. Muhammad Natsir Zubaidi, dan Dr. H. Nadjamuddin Ramly, M.Si.

Turut hadir Anggota Departemen Pengembangan Ekonomi Ummat (PEU) dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) PP DMI, Ir. H. Sugiono, S.E., dan Sekretaris Departemen Komunikasi, Informasi (Kominfo), Hubungan Antar Lembaga (Hubla) dan Luar Negeri (LN) PP DMI, H. Hery Sucipto, Lc., M.M.

* Dikutip dari berbagai sumber berita

Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani

Bagikan ke :