Sayyidina Ali karomAllahu wajhah (kw) mendengar Nabi Muhammad SholAllahu Alaihi Wasallam (SAW) bersabda:
Sungguh aku tidak mengkhawatirkan seorang mukmin ataupun seorang musyrik atas umatku. Seorang mukmin akan dipelihara Allah dengan imannya daripada perbuatan mengganggu mereka dan seorang musyrik akan Allah patahkan gangguannya dengan sebab kemusyrikannya dari mereka.
Tapi, aku sangat mengkhawatirkan seorang munafik yang pandai bersilat lidah, mengucapkan apa-apa yang kamu ketahui dan mengerjakan apa yang kamu ingkari …” (Nahjul Balaghah: 114).
Dalam hadis ini, Rasulullah Muhammad SAW mengingatkan kepada kita tentang bahaya orang-orang munafik, yaitu orang-orang yang ‘bermuka dua’, lahirnya kelihatan baik, tetapi hatinya ternyata jahat. Secara lahir mereka baik, seakan-akan mereka teman kita, padahal mereka musuh kita.
Mereka juga pandai bersilat lidah, perkataannya sangat menakjubkan dan meyakinkan, tetapi perbuatannya bertentangan dengan ucapan mereka sendiri.
Di depan kita mereka mengaku pembela kebenaran, penegak keadilan, pejuang hak asasi manusia, dan pendekar demokrasi. Tetapi, ternyata mereka adalah penghalang kebenaran, perusak keadilan, pelanggar hak asasi manusia, dan penghambat demokrasi.
Mereka juga mengaku pembela rakyat dan penolong kaum lemah, ternyata mereka adalah penipu (pengkhianat) rakyat dan zhalim terhadap kaum lemah. Bahkan, mereka dengan mudah berani bersumpah dengan nama Allah dan Alquran di atas kepalanya, tetapi tindakan mereka ternyata menipu Allah dan bertentangan dengan petunjuk-petunjuk Alquran.
Allah Subhanahu Wata’ala (SWT) berfirman dalam Al-Qur’an Surat At-Taubah Ayat 67 sebagai berikut:
Orang-orang munafik, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang mungkar dan melarang berbuat yang makruf (baik) dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah. Maka, Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik. (QS 9 : 67).
Sebagai umat Islam, kita perlu selalu waspada terhadap tipu daya mereka. Jika tidak, tipu daya mereka dapat menghancurkan umat Islam itu sendiri. Khalifah Umar bin Khattab radiyAllahu anhum (ra) terbunuh karena ulah orang munafik. Demikian pula kerusuhan yang terjadi di masa Khalifah Utsman bin Affan RA dan perang saudara yang terjadi di masa Khalifah Ali bin Abi Thalib kw.
Maka, tidak menutup kemungkinan kerusuhan, kekacauan, dan perseteruan yang terjadi selama ini juga karena ulah orang-orang munafik. Allah SWT melarang mereka diangkat menjadi teman kita atau pemimpin dan pembantu-pembantu kita (QS An-Nisa: 144), karena mereka hanya akan merugikan kita.
Dengan jalan inilah insya Allah kita tidak akan salah memilih pemimpin-pemimpin atau pembantu-pembantu munafik yang hanya akan merugikan kita.
Kaum munafik jauh lebih berbahaya dibandingkan musuh Islam yang tampak dari kalangan kaum kafir. Sebab mereka adalah orang Islam dan berbaju Islam, tetapi mereka bekerja untuk menghancurkan Islam dari dalam.
Perang Tabuk adalah salah satu momentum penting dalam perjalanan umat Islam untuk mengetahui siapa kaum beriman sejati dan siapa kaum munafik. Kaum munafik ialah orang yang berpura-pura masuk Islam namun dalam hatinya terpendam kebencian yang sangat dalam.
Perang ini merupakan perang yang sangat berat dirasakan jiwa manusia, berlangsung pada bulan Rajab tahun ke-9 hijriyah di puncak musim panas, ketika orang-orang menghadapi kehidupan yang sangat sulit. Sementara pada saat yang sama, musim buah-buahan di Madinah mulai dapat dipanen.
Pada saat itu, orang-orang munafik berkata kepada sebagian yang lain, “Janganlah kalian berperang di musim panas.” Seorang munafik bernama Al-Jidd bin Qais mendatangi Rasulullah Saw sembari mengatakan:
Berilah izin kepadaku dan janganlah kamu menjerumuskan aku ke dalam fitnah. Demi Allah, kaumku tidak mengenal orang yang lebih mengagumi wanita selain aku. Aku khawatir tidak dapat bersabar melihat wanita berambut pirang.
Rasulullah SAW pun berpaling darinya dan memberikan izin kepadanya. Orang-orang munafik ini dipimpin Abdullah bin Ubay bin Salul yang saat itu telah berkemah di sebuah tempat di Madinah bersama kelompok pendukung dan sekutunya. Saat Rasulullah SAW bersama pasukannya bergerak ke Tabuk, orang-orang munafik ini tidak mau turut serta.
“Perang Tabuk merupakan materi utama dari pelajaran Qur’ani karena peperangan ini menjadi ujian Illahi terbesar kepada kaum muslimin dan dapat membongkar kedok kemunafikan di Madinah serta dapat membedakan orang-orang munafik dari kaum Muslimin yang benar-benar beriman,” tulis Dr Muhammad Said Ramadhan Al-Buthy dalam kitab Fiqhus Sirah-nya.
Secara berturut-turut, Allah SWT menurunkan ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menjelaskan kejahatan mereka (kaum munafik) dan mengumumkan kepada kaum Muslimin akan rahasia-rahasia mereka yang harus diwaspadai di setiap tempat dan masa.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surat At-Taubah Ayat 81-83, yakni:
Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut perang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: “Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini.
Katakanlah: “Api neraka Jahanam itu lebih sangat panas(nya)” jika mereka mengetahui. Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan. Maka jika Allah mengembalikanmu kepada suatu golongan dari mereka, kemudian mereka minta izin kepadamu untuk keluar (pergi berperang), maka katakanlah:
Kamu tidak boleh keluar bersamaku selama-lamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku. Sesungguhnya, kamu telah rela tidak pergi berperang kali yang pertama. karena itu duduklah bersama orang-orang yang tidak ikut berperang.” (QS. At-Taubah [9]: 81-83).
Jika kita telah kembali ke ayat-ayat sebelum dan sesudah ayat-ayat diatas, niscaya kita akan mendapatkan perhatian yang demikian besar dan menakjubkan tetang sikap orang-orang munafik dan peringatan dari bahaya mereka. Mereka berbahaya karena hampir setiap musibah dan kekalahan yang dialami kaum muslimin disebabkan oleh ulah orang-orang munafik.
Musuh kaum Muslimin tidak akan dapat menyusup ketengah barisan mereka kecuali melalui celah nifaq dan orang-orang munafik. Kaum Muslimin tidak pernah tertipu oleh musuh-musuh mereka sebagai mana tertipu oleh kaum munafik.
Kaum Muslimin juga tidak pernah mengalami kelemahan, kelumpuhan, dan perpecahan sebagaimana disebabkan oleh orang-orang munafik. Mahabenar Allah yang berfirman dalam Al-Qur’an Surat At-Taubah ayat 47.
Jika mereka berangkat bersama-sama kamu, niscaya mereka tidak menambah kamu selain dari kerusakan belaka, dan tentu mereka akan bergegas maju ke muka di celah-celah barisanmu, untuk mengadakan kekacauan di antara kamu; sedang di antara kamu ada orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka. dan Allah mengetahui orang-orang yang zalim. (QS: 9: 47).
Sepeninggal Ubay bin Salul, kaum munafik ini terus menggerogoti Islam dengan memerangi Islam atas nama Islam, membuat makar terhadap Islam dengan senjata Islam, mempermainkan hukum-hukum Islam atas nama pembaharuan (ishlah), keluwesan dan berpegang teguh pada jiwa syariat.
Mereka menghasilkan fatwa-fatwa pesanan untuk mencapai tujuan mereka atau menjilat majikan-majikan mereka. Merupakan sunnatullah, peperangan antara kaum Mukmin dengan orang-orang munafik akan terjadi sepanjang masa.
Di era sekarang, saat kaum Muslimin berjuang melakukan amar ma’ruf nahi munkar, muhasabah kepada penguasa zalim, dan bahkan berjuang menolak pemimpin kafir, justru kaum munafik ini menjadi kelompok yang menentang orang-orang mukmin.
Mereka berada di barisan bersama-sama musuh Islam. Mereka senang dan bahagia bila musibah menimpa orang beriman. Kaum munafik juga selalu membela kepentingan orang-orang kafir, melalui pernyataan-pernyataan aneh mereka yang dimuat di media massa yang juga dikuasai kaum munafik.
Saat orang-orang mukmin berjuang untuk memenangkan orang beriman menjadi pemimpin, orang-orang munafik ini justru mendukung calon pemimpin dari kalangan kafir dan anti Islam. Mereka sangat bahagia ketika orang-orang kafir dan anti Islam itu berhasil menguasai orang-orang beriman.
Pelajaran (ibrah) yang harus diambil kaum Muslimin dari peristiwa ini bahwa kaum Muslimin harus mewaspadai orang-orang munafik seribu kali lipat dari musuh eksternal mereka. Kaum Muslimin juga harus segera menumpas kemunafikan manakala sudah mulai tumbuh di antara mereka.
Penulis: H. Fachrurozi
Aktivis Masyarakat Konstitusi Indonesia (MKI)