DMI: Barus, Bukti Nyata Khazanah Peradaban Islam di Nusantara

DMI.OR.ID, JAKARTA – Masjid merupakan pusat peradaban Islam di seluruh dunia, termasuk di wilayah kepulauan Nusantara. Hadirnya masjid menandai dakwah, syiar, dan peradaban Islam di Kepulauan Nusantara yang kini menjadi Republik Indonesia (RI).

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Dewan Masjid Indonessia (DMI), Drs. H. Muhammad Natsir Zubaidi, menyatakan bahwa tonggak peradaban Islam di Nusantara bermula di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara (Sumut).

“Beberapa hari yang lalu, Presiden Joko Widodo telah meresmikan Tugu Kilometer 0 Peradaban Islam Nusantara di Kelurahan Pasar Baru Gerigis, Kecamatan Barus, Tapanuli Tengah, Sumut. Beliau juga mengunjungi Pemakaman kuno Muslim Mahligai Barus. Pemakaman ini sudah ada sejak Abad VII Masehi dan menjadi bukti syiar Islam di Nusantara,” tutur Ustaz Natsir pada Jumat (28/4).

Ustaz Natsir menyatakan hal itu saat menjadi narasumber dalam kegiatan bertajuk “Diskusi Kelompok Terpumpun: Masjid Bersejarah dan Arsitekturnya di Indonesia dalam Membangun Peradaban Bangsa.”

Acara ini berlangsung sejak Jumat (28/4) hingga Sabtu (29/4) di Hotel Atlet Century Park, Jakarta, dan diselenggarakan oleh Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal (Dirjen) Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI.

Menurutnya, wilayah Barus sangat dikenal oleh para pedagang internasional, termasuk pedagang Muslim, dengan hasil bumi berupa kapur barus yang sangat harum. “Bahkan menurut Gubernur Sumut, Kapur Barus  telah digunakan sebagai bahan pengawet jasad Fir’aun yang berkuasa di Mesir Kuno,” papar Ustaz Natsir.

Ustaz Natsir yang juga Wakil Sekretaris Dewan Pertimbangan Majelis Uama Indonesia (MUI) Pusat itu lalu mengutip pendapat Dr. H. Oemar Amin Husein, seorang sejarawan Muslim terkemuka yang menyatakan bahwa kebudayaan Islami lahir dan berpusat di masjid.

“Sejak dahulu, pusat-pusat peradaban ummat Islam di Makkah, Madinah, Damaskus (Suriah), Baghdad (Mesopotamia), Kairo (Mesir), serta Istanbul (Ottoman) telah mencerminkan masjid sebagai pusat peradaban yang melahirkan kebudayaan Islami, Inspirasi kebudayaan ini terus disebarluaskan hingga ke Indonesia,” jelasnya.

Berdasarkan pantauan DMI.OR.ID, kegiatan ini menghadirkan sejumlah narasumber profesional di bidang arsitektur, sejarah, dan cagar budaya kemasjidan seperti Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A., dan Ketua Umum Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila (YAMBP), Dr. H. Sulastomo, M.P.H.

Turut hadir Ketua Dewan Syura Lembaga Takmir Masjid (LTM) JogokariyanUstaz Muhammad Jazir, A.S.P., dan pakar budaya Islam dari Universitas Paramadina, Prof. Dr. H. Abdul Hadi Wiji Muthari, M.A.

Hadir juga Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Ibu Negeri (GIN), Dra. Hj. Titi Widoretno Warisman, bersama-sama Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kemendikbud RI, H. Hilmar Farid, Ph.D., selaku narasumber dalam acara ini.

Adapun moderator dalam dua sesi pertama diskusi ini ialah Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbud RI, Dr. H. Nadjamuddin Ramly, M.Si. Saat ini, beliau juga mengemban amanat selaku Wakil Sekretaris Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat dan Ketua Departemen Sarana, Hukum dan Waqaf PP DMI.

Secara umum, 27 pengurus majid yang hadir sebagai peserta dalam kegiatan ini dibagi dalam empat kategori, yakni 14 masjid yang didirikan pada masa kerajaan-kerajaan Islam di Kepulauan Nusantara (1400 – 1773 M), dan tiga masjid yang didirikan pada masa awal kemerdekaan RI (1945 – 1960) atau era kepemimpinan Presiden Pertama RI, Ir. H. Soekarno.

Dua kategori masjid lainnya ialah lima masjid yang didirikan pada masa Pemeirntahan Presiden Kedua RI, Jenderal H. Muhammad Soeharto, (1966 – 1997 M), dan lima masjid yang didirikan di masa reformasi hingga kini.

Beberapa topik yang dibahas dalam rangkaian kegiatan ini meliputi perkembangan arsitektur, sejarah, dan cagar budaya masjid dari masa ke masa. Termasuk persentuhan masjid-masjid di Kepuauan Nusantara dengan corak dan ragam aktifitas politik dan ekonomi umat Islam, serta kebijakan penjajah asing.

Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani

Bagikan ke :