DMI.OR.ID, JAKARTA – Bersama sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) lainnya, Dewan Masjid Indonesia (DMI) menjadi salah satu ormas pendukung acara Simposium Nasional bertajuk Mengamankan Pancasila dari Ancaman Kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Ideologi Lain, pada Rabu (1/6) hingga Kamis (2/6) di Balai Kartini, Jakarta Selatan (Jaksel), Jakarta.
Dalam acara ini, hadir Ketua Pimpinan Pusat (PP) DMI, Drs. H. Muhammad Natsir Zubaidi, yang juga Sekretaris Dewan Pertimbangan (Wantim) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat. Sejumlah pejabat negara juga menjadi pembicara dalam rangkaian simposium nasional ini seperti Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Jenderal TNI H. Gatot Nurmantyo,
Pembicara utama lainnya ialah Menteri Pertahanan (Menhan) RI, Jenderal TNI (Purn). H. Ryamirzard Ryacudu, dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, H. Fadly Zon, S.S., M.Sc. Hadir pula Gubernur Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas) selaku undangan, Letnan Jenderal TNI (Purn). H. Agus Widjojo.
Acara yang dibuka secara resmi oleh Wakil Presiden (Wapres) RI Keenam, Jenderal TNI (Purn). Try Sutrisno, telah menghasilkan sembilan rekomendasi penting bagi pemerintah.
Sembilan rekomendasi itu yakni: Pertama, menegaskan dua kali pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1948 dan 1965 merupakan aksi pengkhianatan terhadap Pancasila dan rakyat Indonesia.
“Ini adalah sebuah tindakan licik di saat rakyat Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaan,” tutur ketua panitia pengarah simposium nasional, Letnan Jenderal (Letjen) TNI (Purn). Indra Bambang Utoyo saat membacakan sembilan rekomendasi ini.
Saat pemberontakan PKI terjadi di Madiun tahun 1948 lalu, lalnjutnya, rakyat dan emerintah RI sedang menghadapi ancaman agresi Belanda.Sedangkan pada pemberontakan kedua tahun 1965 lalu, Presiden Soekarno sedang gencar melaksanakan Dwi Komando Rakyat (Dwikora).
Kedua, berdasarkan butir pertama, seharusnya PKI yang meminta maaf kepada rakyat dan pemerintah Indonesia. Namun hingga saat ini, yang terjadi adalah PKI tetap berusaha eksis. Sejak awal reformasi, PKI telah melakukan kongres sebanyak tiga kali,” jelas Indra.
Menurutnya, PKI terus berusaha memutarbalikkan fata sejarah serta menyebarkan video dan film yang menghasut dan mengandung fitnah sejak era reformasi. “PKI juga melimpahkan kesalahan kepada pihak lain, khususnya pemeirntahan orde baru, TNI, dan umat Islam,” paparnya.
Atas nama rakyat Indonesia, ljelasnyanya, kami menuntut PKI membubarkan diri dan menghentikan segala kegiatan terkait.
Ketiga, bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dua kali gerakan (pemberontakan) PKI tidak membuat Pancasila kehilangan kedaulatannya, meskipun penyesalan tetap ada karena banyak anak bangsa yang menjadi korban.
Keempat, rekonsiliasi sosial politik diantara para pihak telah terjadi secara alamiah berkat kesadaran bersama di masyarakat. “Tidak ada lagi stigma pada generasi baru terhadap anak cucu eks-PKI. Apalagi hak-hak sipil mereka telah pulih kembali,” ungkapnya.
“Banyak diantara mereka yang berhasil menjadi anggota partai politik, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pegawai negeri, gubernur, anggota TNI dan Keolisian Republik Indonesia (POLRI), dan jabatan penting lainnya tanpa ada yang mempermasalahkan,” jelas Indra.
Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani