DMI.OR.ID, JAKARTA – Pimpinan Pusat (PP) Dewan Masjid Indonesia (DMI) telah menyelenggarakan Program Simposium Nasional: Peran Masjid dalam Pengembangan Pariwisata Religi di Indonesia pada Rabu (13/12) hingga Jumat (15/12) esok di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta. Kegiatan ini didukung oleh Kementerian Pariwisata (Kemenpar) RI dan Tim Percepatan Pengembangan Pariwisata Halal Republik Indonesia (RI).
Acara ini dibuka secara resmi oleh Direktur Program Pimpinan Pusat (PP) DMI, Dr. H. Munawar Fuad Noeh, M.A., bersama-sama dengan Ketua Tim Percepatan Pengembangan Pariwisata Halal Kemenpar RI, H. Riyanto Sofyan, B.S.E.E., M.B.A., dan Ketua Umum Association of Indonesian Tours and Travel (ASITA), H. Asnawi Bahar, S.E., M.Si., pada Rabu (3/12) malam dengan pemukulan bedug.
Berdasarkan pantauan DMI.OR.ID, acara ini dibuka dengan pagelaran Tari Saman, trari tradisional khas Indonesia dari Kabupaten Gayo Luwes, Provinsi Aceh, dan kesenian Rampak Bedug dari Banten, serta lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Dalam sambutannya, Dr. Munawar Fuad Noehmenyatakan bahwa sebagai destinasi wisata religi bagi ummat Islam khususnya, dan bagi seluruh wisatawan umumnya, masjid memiliki kelebihan-kelebihan tertentu yang tidak dimiliki obyek-obyek wisata lainnya.
“Setidaknya ada empat kelebihan masjid, pertama, masjid sebagai the power of spirituality, yakni kekuatan spiritualitas, hablumminAllah dan hablumminannas,” tutur Munawar pada Rabu (3/12) malam.
Kedua, lanjutnya, masjid sebagai the power of destination, tempat masyarakat berkunjung untuk berbagai aktifitas. Lihat saja Masjid Hagia Sophia di Turki yang menjadi tujuan utama pariwisata dunia.
“Lalu di sepanjang jalur Pantai Utara Jawa (Pantura), terdapat sekitar 1.000 masjid yang tersebar dari Pelabuhan Merak hingga Pelabuhan Ketapang yang seringkali disinggahi warga. Masjid-masjid itu juga terkenal dengan kekuatan spiritual dan kekayaan tradisinya,” ucap Munawar.
“Masjid juga menjadi the power of harmony, tempat yang menyatukan dan menyemai harmoni dari berbagai macam kekayaan tradisi dengan kekuatan spiritual Islam. Namun sayangnya, belum ada Masjid yang menjadi top ten, 10 besar destinasi pariwisata dunia, dari sekitar 850 ribu masjid yang ada di seluruh Indonesia,” paparnya.
Menurutnya, hal ini menjadi tantangan bagi semua pihak, khususnya para pegiat pariwisata syariah dan ummat Islam di Indonesia. “Pulau Komodo saja bisa menjadi top ten destinasi pariwisata dunia, mengapa masjid di Indonesia tidak? Masjid Hagia Sophia pun bisa,” ungkapnya menirukan pernyataan Wakil Presiden (Wapres) RI, DR. H. Muhammad Jusuf Kalla.
Masjid, imbuhnya, juga menjadi the power of prosperity, tempat untuk memakmurkan ummat dan warga di sekitranya, termsuk melalui kegiatan pariwisata halal. “Itu sebabnya harus ada peta jalan (road map) yang jelas dalam satu rumusan dan program aksi yang nyata untuk memajukan pariwisata syariah berbasis masjid,” jelasnya.
Pola kerja samanya, ucap Munawar, ialah sinergi erat antara akademisi, business man, dan government (pemerintah) atau disingkat abg, dengan pegiat dan pengelola masjid. “Mari kita rumuskan dan syiarkan program ini secara nyata dan bersama-sama, tahaddust bil nikmah dengan masjid,” pungkas Munawar yang juga Sekretaris PP DMI Masa Khidmat 2012-2017 itu.
Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdan