DMI.OR.ID, JAKARTA – Kunci utama untuk menghadapi perdagangan bebas di era globalisasi ini adalah daya saing kita sebagai bangsa. Apalagi Indonesia sudah memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan ada wacana untuk menjalin kerjasama dalam lingkup Trans Pacific Partnership (TPP).
Sekretaris Pimpinan Pusat (PP) Dewan Masjid Indonesia (DMI), Dr. H. Ivan Haryanto, menyatakan hal itu pada Senin (23/2) sore, dalam seri diskusi bertajuk Kongkow Bareng Nahdliyin-Connection: “:Tak Pa Pa Tolak TPP” di lantai lima, Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Jakarta.
“TPP ini seperti kita satu keluarga. Dalam keluarga itu, seberapa banyak kita (Indonesia) memiliki barang dan jasa untuk diperdagangkan? Seberapa kuat modal fisik dan non-fisik kita? Apakah kita sudah cukup berdaulat di bidang ekonomi? Kuncinya adalah daya saing kita sebagai bangsa dalam berbagai bidang,” papar Ivan pada Senin (23/2) sore.
Menurutnya, pemerintah Indonesia harus benar-benar berhitung tentang apa keuntungan dan kerugian yang didapat Indonesia sebelum memutuskan bergabung dalam TPP atau tidak. Apa dampak positif dan negatif untuk Indonesia jika bergabung ke TPP.
Ivan pun membandingkan kasus Kerajaan Inggris yang bergabung ke dalam Uni Eropa dengan pemerintah Indonesia yang ingin bergabung ke TPP. Inggris merupakan negara yang memiliki tingkat daya saing relatif tinggi. Growth Domestic Product (GDP)-nya juga sangat besar.
“Namun, pemerintah Inggris sampai perlu melkukan referendum sebelum memutuskan bergabung ke Uni Eropa. Tidak semua rakyat dan politisi Inggris setuju dengan keputusan bergabung ke Uni Eropa,” ungkapnya.
Pengalaman banyak negara, lanjutnya, membuktikan negara-negara miskin yang bergabung ke Uni Eropa akan tertolong ekonominya, namun negara-negara kaya sebaliknya, justru perekonomiannya menurun.
“Misalnya, negara-negara seperti Italia dan Belanda yang tingkat pertumbuhan ekonominya menurun setelah bergabung dengan Uni Eropa,” ujarnya.
Berdasarkan pantauan DMI.OR.ID, kegiatan ini menghadirkan sejumlah pakar di bidang ekonomi, sosial, politik, dan hubungan internasional, yakni Direktur Alvara Research Centre, H. Hasanuddin Ali, Pengamat Ekonomi UI, H. Berly Martawardaya, M.Sc., Ph.D., yang juga ekonom di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF).
Dua pembicara lainnya adalah H. Salamuddin Daeng, peneliti di Indonesia for Global Justice (IGJ) dan pengamat ekonomi-politik di Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), serta Dr. H. Mahmud Syaltout, S.H., DEA., pengamat geopolitik internasional UI.
Adapun moderator diskusi ini ialah Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Hj. Luluk Nur Hamidah, M.Si., MPA.
Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani