DMI.OR.ID, JAKARTA – Tradisi mudik adalah tradisi yang baik dan harus dilestarikan karena adanya silaturrahim untuk saling melepas rindu kepada orang tua dan kerabat dengan semangat berbagi dan bergotong-royong dalam kebaikan, ta’awanu alal birri wattaqwa.
Ketua Pimpinan Pusat (PP) Dewan Masjid Indonesia (DMI), Drs. H. Muhammad Natsir Zubaidi, menyatakan hal itu dalam rilisnya kepada DMI.OR.ID, Senin (4/6) pagi.
“Mudik menjadi semacam ‘pergeseran kolosal’ yang berlangsung setiap tahun. Namun, dihrapkan agar tradisi mudik tidak mengurangi kekhusyukan dalam pelaksanaan ibadah Ramadhan,” paparnya.
Ternyata, lanjutnya, tradisi mudik tidak saja menjadi tradisi bangsa kita. Hal ini terbukti dari pengalaman beberapa tahun yang lalu ketika transit di bandar udara Charles de Gaul, Paris.
“Saat itu, saya melihat rombongan pekerja Turki yang baru pulang mudik dari Jerman dan Negeri Belanda. Mereka sama-sama sedang menunggu pesawat,” tuturnya.
Waktu itu, lanjutnya, ialah sepekan menjelang Idul Fithri. Hal ini menunjukkan adanya kerinduan untuk saling berilaturrahim dan berbagi yang dimiliki oleh manusia, termasuk rindu dengan kampung halaman, keluarga, dan tanah airnya.
Menurutnya, Peringatan Idul Fithri di Indonesia tidak saja berfungsi sebagai keperluan ummat Islam, tetapi sudah menjadi hari nasional yang memilik dampak di bidang sosial, ekonomi, budaya, bahkan politik nasional.
“Hal ini terjadi karena jumlah ummat Islam yang cukup besar sehingga Iedul Fithri memiliki multiplyer effects terhadap kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi oleh negara baik di bidang pangan, pelayanan kesehatan, transportasi, dan lain sebagainya,” ungkap Natsir yang juga anggota Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat.
Natsir pun mengaku bersyukur karena tempat-tempat ibadah (masjid dan musholla) di jalur mudik, baik di Pulau Jawa maupun Sumatera, banyak dibangun oleh para pengelola bandara, rest area, stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), pelabuhan, terminal, dan tempat-tempat wisata.
“Alhamdulilah, jalur mudik di pantai utara (pantura) dan jalur selatan Jawa serta di Pulau Sumatera dapat memudahkan para pemudik untuk melaksanakan ibadah sholat atau sekedar istirahat dan keperluan-keperluan lainnya,” jelas Natsir.
Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani