DMI: Perlu Konservasi Air untuk Thaharah (Bersuci)

DMI.OR.ID, BOGOR – Ummat Islam perlu memikirkan solusi dari ketentuan fiqh (hukum Islam) tentang lingkungan hidup. Misalnya, penggunaan air untuk membersihkan dan mensucikan diri dari hadats kecil, hadats besar, najis, dan untuk berwudhu, khususnya di daerah-daerah yang kering dan kekurangan air.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pimpinan Pusat (PP) Dewan Masjid Indonesia (DMI), Drs. H. Imam Addaruqutni, M.Si., menyatakan hal itu pada Jumat (19/2) pagi, saat memberikan sambutan dalam Gerakan Nasional Eco-Masjid di Masjid Az-Zikra, Bukit Az-Zikra, Sentul Selatan, Bogor.

“Ummat Islam membutuhkan air yang suci dan mensucikan (air mutlaq) sejumlah minimal dua qullah untuk keperluan mensucikan diri (thaharah) dari hadats kecil, hadats besar, najis, dan untuk berwudhu,” tutur Imam pada Jumat (19/2) pagi.

Hal ini, lanjutnya, terdapat di kitab-kitab fiqh yang utama (mu’tabar) seperti Kitab Safinatun Naja dan Fathul Mu’in karangan Imam Asy-Syafi’i. Ketentuan tentang thaharah ini juga disepakati oleh imam empat madzhab, khususnya madzhab Syafi’i yang berkembang di Indonesia dan Asia Tenggara.

“Dampaknya, ummat Islam membutuhkan banyak air dalam kehidupan sehari-hari, bahkan yang terbanyak dibandingkan ummat dari agama lainnya. Dalam konteks ini, program konservasi air dalam lingkup program eco-Masjid menjadi sangat penting bagi ummat,” papar Imam yang juga Wakil Rektor Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran (PTIQ).

Secara fungsional, lanjutnya, masjid memiliki peran penting sebagai driving force (kekuatan penggerak) bagi kebajikan lingkungan hidup dalam arti seluas-luasnya, seperti solidaritas sosial dan solidaritas kelompok (komunal).

“Selain sebagai tempat peribadatan umat Islam, sejarah juga mencatat peran fungsional masjid sebagai penyemai nilai-nilai dan etos transformatif bagi ummat Islam dan masyarakat dunia,” jelasnya.

Masjid, ungkapnya, juga berhasil memuliakan lingkungan hayati, bio-enviroment, berdasarkan konsep tawheed al-wujud, yaitu kesatuan relasional wujud atau hubungan segitiga antara alam (hablum minal alam), manusia (hablum minannas), dan Allah SWT (hablum minAllah).

Menurutnya, seyogyanya pengurus masjid mampu menumbuhkan dan menghidupkan etos pemeliharaan dan kelangsungan hayati (himayah wa tanmiyah biat al-hayah) yang menjadi makna antara dari ujaran masjid itu menghidupkan dan memakmurkan.

Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani

Bagikan ke :