DMI.OR.ID, JAKARTA – Pimpinan Pusat (PP) Dewan Masjid Indonesia (DMI) merasa sangat prihatin dengan banyaknya buku-buku pelajaran agama untuk anak didik yang isinya menyimpang. Hal ini sangat mengkhawatirkan dunia pendidikan di Indonesia.
Ketua PP DMI, Drs. H. Muhammad Natsir Zubaidi, menyatakan hal itu pada Kamis (3/2) siang, dalam rilisnya kepada DMI.OR.ID.
“Kita harus mendesak Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk pro aktif melakukan penindakan dan revisi secara menyeluruh terhadap buku-buku yang menyimpang itu,” tutur Natsir pada Kamis (3/2) siang.
Menurutnya, perlu dibentuk Lembaga Pentaskhih buku-buku agama Islam oleh MUI dan Kemenag. “Saya sangat prihatin dan khawatir karena akhir-akhir ini banyak temuan temuan terkait buku-buku agama yang menyimpang dari nilai-nilai dasar agama Islam,” ungkapnya.
Padahal, lanjutnya, buku-buku itu dicetak dan diterbitkan untuk Pendidikan Anak-anak Usia Dini (PAUD) dan Taman Kanak-Kanak (TK) serta telah dicetak dan beredar luas sejak tahun 1999.
“Bahkan, buku-buku itu berjilid dan tanpa pengawasan dari yang berwenang. Hal ini tentu cukup fatal,” tegasnya.
Misalnya, lanjutnya, buku yang memuat ajaran menyimpang, yang ditulis Nurani Musta’in dan diterbitkan oleh Pustaka Amanah. Buku-buku itu dapat meracuni generasi muda kita.
“Apalagi akhir-akhir ini ditemukan buku yang disusun oleh Fauzi Abdul Ghafur dan Masyhudi, yang diterbitkan oleh PT. Grafindo Media Pratama dan berdomisili di Bandung. Buku itu menyimpang karena menyebut Nabi Muhammad SAW adalah nabi ke-13,” ujarnya.
Wakil Sekretaris Dewan pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat itu juga menilai adanya kasus-kasus penodaan agama melalui produk dagang seperti sepatu, panci, dan terompet, serta penerbitan buku yang materinya sangat menyimpang dari nilai-nilai ajaran Islam.
Kondisi ini, lanjutnya, merupakan upaya sistematis untuk menudutkan Islam dan ummat Islam. Ditambah lagi dengan munculnya Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) dan terorisme.
“Pihak berwajib, baik kepolisian maupun kejaksaan, wajib mengusut tuntas dan menindak tegas kasus-kasus itu agar menimbulkan efek jera,” pinta Natsir.