DMI: Tuntutan Pembongkaran Menara Masjid Tidak Bisa Dibenarkan

DMI.OR.ID, JAKARTA – Pimpinan Pusat (PP) Dewan Masjid Indonesia (DMI) menegaskan bahwa tindakan dari pihak tertentu yang mengancam akan membongkar menara masjid bukanlah hal yang bisa dibenarkan. Pendirian tempat ibadah, termasuk masjid, merupakan hak yang paling mendasar bagi setiap umat beragama di indonesia.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PP DMI, Drs. H. Imam Addaruqutni, M.A., menyatakan hal itu pada Sabtu (17/3) di Jakarta, saat dihubungi oleh https://www.viva.co.id. Tepatnya saat menanggapi tuntutan Persekutuan Gereja-Gereja di Kabupaten Jayapura (PGGJ) untuk membongkar menara Masjid Al-Aqsha di Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua

“Tindakan dari pihak tertentu yang mengancam akan membongkar menara bukanlah suatu hal yang bisa dibenarkan. Pada dasarnya, jika semata-mata menolak, tidak bisa, karena pendirian tempat ibadah itu termasuk kepada hak yang paling mendasar,” tegas Ustaz Imam Addaruqutni.

Menurutnya, pembangunan masjid sebagai tempat ibadah, termasuk menara masjid yang lazimnya tinggi, merupakan hak asasi manusia, juga hak warga negara Indonesia. “Kita akan mengadvokasi hak-hak asasi, hak warga, dan kemanusiaan. Pada dasarnya, itu adalah hak kewarganegaraan, hak kemanusiaan, dan juga hak keagamaan,” ujarnya.

PP DMI, lanjutnya, akan segera berkomunikasi dengan Pimpinan Wilayah (PW) DMI Provinsi Papua untuk mengetahui apakah pembangunan Masjid Al-Aqsha di Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, memang benar menimbulkan masalah di sana. “DMI Pusat memang belum secara resmi menerima laporan dari DMI Papua terkait masalah ini,” paparnya.

Sebelumnya, PGGJ telah menuntut pembongkaran menara MAsjid Al-Aqsha di Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, dengan alasan menara itu lebih tinggi dariada bangunan-bangunan gereja yang ada di Sentani.

Ketua Umum PGGJ, Pendeta Robbi Dependoye, menyatakan bahwa pembongkaran menara MAsjid Al-Aqsha itu harus dilakukan selambat-lambatnya pada 31 Maret 2018 atau 14 hari sejak tuntutan resmi diumumkan pada Sabtu (17/3).

PGGJ pun telah mengirimkan surat kepada unsur-unur pemerintah setempat di Distrk Sentani untuk secepatnya menyelesaikan masalah ini secara persuasif, sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku. PGGJ juga akan menempuh cara lain jika dalam 14 hari belum ada titik temu dalam penyelesaian masalah ini.

“Kalau tidak mendapat tanggapan, maka jelas, dari apa yang menjadi keresahan masyarakat, ada langkah sendiri yang akan dikirim PGGJ. Kita masih memiliki cara lain. Ada cara lain yang akan kita lakukan. Tapi kita mengawalinya dengan, marilah kita gunakan cara-cara santun dulu,” tutur Pendeta Robbi yang belum mau mengungkap maksud dari cara lain yang ia sampaikan.

Berikut ini adalah delapan tuntutan dari PGGJ Jayapura:

1. Bunyi Adzan yang selama ini diperdengarkan dari TOA kepada khalayak umum harus diarahkan ke dalam masjid.

2. Tidak diperkenankan berdakwah di seluruh tanah Papua secara khusus di Kabupaten Jayapura.

3. Siswa-siswi pada sekolah-sekolah negeri tidak menggunakan pakaian seragam/ busana yang bernuansa agama tertentu.

4. Tidak boleh ada ruang khusus seperti musala-musala pada fasilitas umum, sekolah, rumah sakit, pasar, terminal, dan kantor-kantor pemerintah.

5. PGGJ akan memproteksi di area-area perumahan KPR BTN tidak boleh ada pembangunan masjid-masjid dan musala-musala.

6. Pembangunan rumah-rumah ibadah di Kabupaten Jayapura Wajib mendapat rekomendasi bersama PGGJ, pemerintah daerah dan pemilik Hak Ulayat sesuai dengan peraturan pemerintah.

7. Tinggi bangunan rumah ibadah dan menara agama lain tidak boleh melebihi tinggi bangunan gedung gereja yang ada di sekitarnya.

8. Pemerintah Kabupaten Jayapura dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Jayapura Wajib menyusun Raperda tentang kerukunan umat beragama di Kabupaten Jayapura.

Berdasarkan delapan poin penting di atas, maka sikap PGGJ terkait pembangunan Masjid Al-Aqsha ialah sebagai berikut:

1. Pembangunan menara masjid Al-Aqsha harus dihentikan dan dibongkar.

2. Menurunkan tinggi gedung masjid Al-Aqsha sejajar dengan tinggi bangunan gedung gereja yang ada di sekitarnya.

Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani

Bagikan ke :