Krisis lingkungan hidup berdimensi banyak, namun sejatinya bersifat krisis moral di refleksikan dalam wawasan dan gaya hidup manusia modern yang sangat kurang mempertimbangkan penghidupan yang berkelanjutan. Manusia memandang alam sebagai obyek untuk dimanfaatkan semata bukan sebagai
obyek yang perlu dipelihara untuk kelangsungan kehidupan manusia. Aktifitas manusia yang tidak ramah lingkungan tersebut, berdampak langsung pada lingkungan dan kehidupan manusia itu sendiri. Sumberdaya alam penting yang tak terbarukan, seperti air dan energi fosil semakin cepat terkuras. Kelangkaan sumberdaya air dan energi merupakan ancaman eksistensi kehidupan masa depan manusia. Karena itu, konservasi dan pelestarian sumberdaya sebagai penunjang hidup harus menjadi prioritas dengan merubah perilaku ramah lingkungan yang di realisasikan dalam tindakan nyata.
Penanganan krisis lingkungan yang bermuara pada krisis moral tersebut, perlu ditangani pendekatan moral. Pada titik inilah agama harus tampil berperan melalui bentuk tuntunan keagamaan serta direalisasikan dalam bentuk nyata dalam kehidupan sehari-hari umat manusia. Masjid merupakan salah satu sarana yang digunakan untuk pembinaan moral keagamaan. Masjid bukan hanya semata-mata dijadikan sebagai sarana ibadah ritual (mahdhah), melainkan ia menjadi sarana dan sekaligus kekuatan dalam membangun dan menanamkan nilai-nilai kebaikan dan pembaharuan kehidupan umat, baik sekarang maupun pada masa yang akan datang. Memakmurkan masjid tidak bisa hanya dengan ceramah, perlu aksi nyata untuk membangun kemandirian umat dalam menghadapi ancaman kelangkaan air dan energi. Hal ini kita lakukan dengan orientasi pengelolaan masjid yang mandiri dan berkelanjutan pada aspek idarah (manajemen), imarah (kegiatan memakmurkan), dan riayah (pemeliharaan dan pengadaan fasilitas).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda bersabda “Manusia berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api” (HR. Abu Dawud). “Padang rumput” dapat diartikan tumbuh-tumbuhan sebagai makanan, baik untuk ternak dan manusia. Sedangkan “api” saat ini dapat diartikan sebagai energi. Sehingga hadits tersebut dapat diartikan agar manusia berserikat dalam air, pangan dan energi.
Subhanallah, pernyataan Rasulullah SAW lebih dari 14 abad lalu tersebut, selaras dengan pernyataan PBB dalam pembangunan berkelanjutan (sustainable development) atas pentingnya ketahanan air, pangan dan energi. Hadits ini juga selaras dengan UUD 45 pasal 33 ayat 3 bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
UN Water menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan berhubungan erat dengan pembangunan ketahanan air, pangan dan energi mengikuti dinamika peningkatan populasi global, urbanisasi, perubahan pola hidup yang konsumtif dan pertumbuhan ekonomi. Bila tidak, maka akan terjadi konflik politik dan sosial akibat kerawanan air, pangan dan energi. Selaras dengan perintah Rasulullah SAW diatas, sebagai umat muslim terbesar di dunia dengan 800 ribu masjid, Indonesia perlu berperan aktif dalam mewujudan Islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam semesta. Untuk itu perlu dibangun kesadaran dan dilakukan gerakan kemandirian air, pangan dan energi yang di mulai dari masjid sebagai basisnya untuk peningkatan ketahanan pangan masyarakat guna penghidupan berkelanjutan umat manusia.