DMI.OR.ID, JAKARTA – Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia (RI) 2014 – 2019, Dr. (H.C.) Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla, yang juga Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Dewan Masjid Indonesia (DMI), mengajak para khatib untuk mempelajari cara-cara agar ekonomi umat Islam semakin maju.
“Para khatib harus mempelajari cara-cara agar ekonomi maju, apakah dari sisi perdagangannya, pendidikannya, pertaniannya, maupun perekonomiannya. Hal ini (kesejahteraan) penting terkait bagaimana kita meneladani kehidupan Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam (SAW),” papar H. Jusuf Kalla pada Sabtu (15/2).
Tepatnya saat memberikan sambutan dalam prosesi Penutupan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II dan Halaqah Khatib Indonesia di hotel Royal Kuningan, Jakarta, pada Sabtu (15/2) sore. Acara ini diselenggarakan oleh Ikatan Khatib (IK) DMI.
Berdasarkan pantauan DMI.OR.ID, dalam prosesi penutupan ini, H. Muhammad Jusuf Kalla didampingi oleh Wakil Ketua Umum PP DMI, Drs. KH. Masdar Farid Mas’udi, M.Si., Ketua PP DMI, Drs. KH. Abdul Manan A. Ghani, dan Ketua Umum Majelis Pimpinan Pusat (MPP) IK DMI, Dr. KH. Muhammad Hamdan Rasyid, M.A.
Turut hadir Wakil Ketua Umum MPP IK DMI, Dr. H. Munawar Fuad Noeh, M.Ag., yang juga Direktur Program PP DMI.
Umat Islam di Indonesia, lanjutnya, harus hidup sukses dan sejahtera di dunia. Dalam do’a penutup, kita selalu berdo’a Rabbana aatina fi al-dunya hasanah wa fi al-akhirati hasanah, itu artinya kita harus sejahtera di dunia dulu, baru nanti berhasil di akhirat.
“Bagi para khatib, mari kita bicara jangan hanya persoalan aqidah, fiqih, atau akhlak saja, tetapi bagaimana memajukan umat,” tutur H. Jusuf Kalla pada Sabtu (15/2).
Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Pusat itu juga menjelaskan kehidupan Nabi Muhammad SAW, yang baru menjadi Rasulullah pada umur 40 tahun sampai 63 tahun.
“Tapi dari umur 13 hingga 40 tahun, Nabi Muhammad SAW justru berdagang dahulu. Kalau kita ikuti konsep hidup Rasulullah, beliau lebih lama menjadi pedagang, selama 27 tahun, daripada menjadi nabi dan rasul selama 23 tahun,” jelasnya.
Artinya, lanjut Jusuf Kalla, kita harus bisa untuk memajukan kesejahteraan ummat, memajukan ekonomi masyarakat. “Kalau masyarakat maju, khatib juga akan maju ekonominya,” ungkapnya.
Menurut pria kelahiran Watampone, Sulawesi Selatan (Sulsel), pada 15 Mei 1942 itu, dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, juga telah menggerakkan ekonomi ummat. “Alhamdulillah, persoalan ekonomi menjadi bahasan utama dalam Muktamar NU maupun Kongres Muhammadiyah,” imbuhnya.
H. Jusuf Kalla pun bersyukur bahwa saat ini ummat Islam di Indonesia banyak yang ahli di bidang kedokteran, pendidikan, dan teknologi. “Sekarang alhamdulillah, sudah banyak umat Islam yang ahli sekaligus menjadi pemilik rumah sakit dan lembaga pendidikan,” jelas alumnus Universitas Hanauddin (Unhas) itu.
Namun di bidang ekonomi dan kewirausahaan, ucapnya, peranan terbesar masih dipegang oleh Warga Negara Indonesia (WNI) dari etnik Tionghoa yang sebagian besar non-Muslim.
Menurutnya, kelemahan terbesar umat Islam di Indonesia ialah di bidang kesejahteraan. Kalau ada 10 orang pedagang di Indonesia, umumnya hanya ada satu orang yang Muslim. “Begitu pula dari 10 orang terkaya di Indonesia, hanya ada seorang Muslim, yakni CT (Chairul Tanjung),” ungkap tokoh nasional yang akrab disapa JK itu.
Sebaliknya, ujar Jusuf Kalla, kalau ada 10 orang miskin di Indonesia, itu sembilan diantaranya ummat Islam. “Kalau ada sejumlah orang yang hidup miskin di Indonesia, umumnya 90 persen ialah Muslim. Inilah kelemahan kita yang paling besar,” katanya.
Bahkan untuk membangun program-program keummatan, ucapnya, kita sering sekali meminta sumbangan dari pengusaha non-Muslim di Indonesia.
Kegiatan ini mengangkat tema Transformasi Khatib Wasathiyah Dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0 untuk Melestarikan Dakwah Rahmatan lil A’lamin. Acara penuutpan ini juga diisi oleh sejumlah narasumber, yakni Wakil Ketua Umum PP DMI, Komisaris Jenderal (Komjen) Polisi (Pol). Purnawirawan (Purn). Drs. H. Syafruddin, M.SI.
Narasumber lainnya ialah Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin, M.Sc., Waketum PP DMI, KH. Masdar Farid Mas’udi, dan Staf Khusus Wapres RI Bidang Umum, Prof. Dr. H. Masykuri Abdillah, M.A.
Seorang narasumber lainnya ialah Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) RI, Dr. H. Mastuki, M.Ag., yang juga Sekretraris Jenderal (Sekjen) MPP IK DMI.
Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani