Khutbah Idul Adha 1438 H: “Menjadi Manusia Cerdas”

Khutbah Idul Adha 143 H: “Menjadi Manusia Cerdas”

 

Penulis: Ustaz Drs. H. Ahmad Yani

Sekretaris Departemen Dakwah dan Pengkajian Pimpinan Pusat (PP) Dewan Masjid Indonesia (DMI)

Ketua Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Dakwah (LPPD) Khairu Ummah

الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله 3x

اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Allahu Akbar 3x Walillahilhamdu.

Jamaah Shalat Idul Adha Yang Berbahagia.

Setiap kita menginginkan kehidupan di dunia berlangsung secara baik, kehidupan yang adil, aman dan sejahtera. Tapi, yang terjadi seringkali sebaliknya. Keadilan, keamaan dan kesejahteraan tidak dirasakan oleh banyak orang.

Salah satu doa Nabi Ibrahim as adalah agar negara berada dalam keadaan aman dan memperoleh rizki yang cukup dari Allah swt, bahkan Allah swt memberikan kepada semua penduduk meskipun mereka tidak beriman, beliau berdoa:

إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ قَالَ وَمَنْ كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلا ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: “Dan kepada orang yang kafir pun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali”.”(QS Al Baqarah [2]:126).

Agar kehidupan di dunia dapat berlangsung sebagaimana harapan kita, baik secara pribadi, keluarga, masyarakat maupun bangsa, maka dibutuhkan kecerdasan. Tapi, kecerdasan yang dimaksud bukanlah seperti yang umum kita pahami. Kita selama ini memahami orang cerdas itu orang yang memiliki gelar kesarjanaan, orang yang jabatannya tinggi, orang yang pandai bicara dan seterusnya. Karena itu, kita harus merujuk kepada Rasulullah saw tentang seperti apa orang yang cerdas itu.

Pada kesempatan ini, kita bahas tiga kriteria atau bukti untuk mengukur seseorang itu cerdas atau tidak. Pertama, berpikir tentang akibat dari perbuatannya, sehingga bila akibatnya baik bagi diri, keluarga dan masyarakat akan dilakukannya, bila ternyata sebaliknya maka ia tidak akan melakukannya, seberapa besarpun keinginan melakukannya, Rasulullah saw bersabda:

لَا عَقْلَ كَالتَّدْبٍيْرِ

Tidak ada kecerdasan melebihi orang yang berpikir tentang akibat dari perbuatannya (HR.Ibnu Majah)

Secara pribadi, orang yang berpikir tentang akibat buruk yang bakal terjadi pada dirinya secara fisik dan mental, niscaya tidak akan melakukan suatu perbuatan buruk, seberapapun besarnya keinginan melakukan hal itu. Orang yang merokok, mengkonsumsi narkoba, minuman keras hingga melakukan perzinahan termasuk dengan yang sesama jenis, itu semua adalah diantara contoh orang yang tidak berpikir tentang akibat perbuatannya.

Sebagai anggota keluarga, apalagi bila kedudukannya sebagai ayah, ibu dan kakak, terlebih lagi sebagai paman, bibi dan kakek niscaya tidak akan melakukan perbuatan yang berdampak buruk bagi keluarganya, khususnya yang terkait dengan pembentukan karakter, karena seharusnya dalam keluarga kita bisa diteladani dalam soal yang baik.

Hal yang amat penting adalah bila kita menjadi pemimpin, mulai dari tingkatan yang rendah dalam masyarakat hingga paling tinggi dalam negara. Yang dilakukan pemimpin adalah mengambil kebijakan dan membuat peraturan, bila yang dilakukan berakibat buruk pada masyarakat yang dipimpinnya, itu namanya pemimpin yang tidak menggunakan akalnya. Betapa rugi jadi pemimpin bila kebijakannya membuat orang yang semula mampu menjadi lemah, orang yang semula berkecukupan menjadi kekurangan, apalagi orang yang semula baik menjadi durhaka. Dari sisi ekonomi, jangan sampai pemimpin itu mempersulit rakyat yang dipimpinnya, sehingga masyarakat yang sudah susah bertambah susah. Para pemimpin tentu sudah belajar dan studi banding tentang negara yang memberi pelayanan terbaik pada masyarakatnya. Sebut saja misalnya kebijakan jalan tol di luar negeri. Masyarakat hanya bayar tol beberapa tahun saja untuk mengembalikan biaya pembangunannya. Ketika sudah tertutupi, maka jalan tol itu menjadi gratis, sedangkan perawatan dan perbaikan jalan itu selanjutnya diambil dananya dari pajak kendaraan. Bandingkan di negara kita yang undang-undangnya justeru tarif tol itu naik setiap dua tahun.

Allahu Akbar 3x Walillahilhamdu.

Kaum Muslimin Rahimakumullah.  

Kedua, orang yang cerdas cirinya adalah mampu mengendalikan diri. Ini membuat ia tidak akan menuruti saja apa yang diinginkan dan hendak dilakukan. Bila baik, ia lakukan, bila buruk ia tinggalkan. Rasulullah saw bersabda:

الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ

Orang yang cerdas ialah siapa saja yang dapat menundukkan jiwanya (agar selalu taat kepada Allah) dan ia senantiasa beramal untuk hari (akhirat) sesudah kematiannya.”

Karena itu, salah satu ukuran keimanan adalah hawa nafsu mengikuti syariat yang dibawa oleh Rasulullah saw, beliau bersabda:

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُوْنَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ

Tidak beriman seseorang diantara kamu sehingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (syari’at Islam). (HR. Thabrani).

Dalam konteks kehidupan Nabi Ibrahim as dan Keluarganya, nampak sekali betapa mereka mampu mengendalikan diri dalam ketundukan kepada Allah swt. Logika hawa nafsu tidak ada, yang ada adalah logika dan hati yang terkendali dalam ketaatan dan kepasrahan, perintah yang berat dan tidak menyenangkan secara duniawi tetap dilaksanakan, bahkan godaan syaitan dilawan dengan penuh kesungguhan.

Dalam kehidupan sekarang, banyak orang yang tidak mampu mengendalikan dirinya, akibatnya mereka lakukan apa yang tidak boleh dilakukan, meskipun hal itu merusak citra diri dan keluarga, bahkan memalukan teman dan masyarakatnya. Nabi Ibrahim as sangat tidak ingin merusak citra dirinya, karenanya salah satu doanya adalah:

رَبِّ هَبْ لِي حُكْمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ.وَاجْعَلْ لِي لِسَانَ صِدْقٍ فِي الآخِرِينَ

“Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh, dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian (QS. Asy-Syu’ara’ [26]: 83-84)

Allahu Akbar 3x Walillahilhamdu.

Kaum Muslimin Rahimakumullah. 

Ketiga, orang cerdas juga digambarkan dalam hadits di atas dalam bentuk ingat mati sehingga ia bekerja untuk kepentingan akhirat. Di dalam hadits lain, Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa ada seorang Anshar yang menghadap Rasulullah saw saat Ibnu Umar duduk bersama beliau.

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ : أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا. قَالَ فَأَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ : أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ

“Wahai Rasulullah, orang mukmin manakah yang paling utama?” Beliau menjawab, “Orang yang paling baik akhlaknya.” Orang itu bertanya lagi, “Mukmin manakah yang paling cerdas?” Beliau menjawab, “Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling banyak baik persiapannya menghadapi kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang paling cerdas.” (HR. Ibnu Majah)

Bila kita sudah menyadari kepastian adanya kematian, maka kita tidak akan mensia-siakan kehidupan di dunia yang tidak lama. Kita akan berusaha mengefektifkan perjalanan hidup di dunia ini untuk melakukan sesuatu yang bisa memberikan nilai positif, tidak hanya dalam kehidupan di dunia tapi juga di akhirat karena kehidupan dunia merupakan saat mengumpulkan bekal yang sebanyak-banyaknya untuk kebahagiaan dalam kehidupan di akhirat, karena kematian pada hakikatnya adalah perjumpaan dengan Allah swt yang tentu saja harus dengan bekal amal shaleh yang sebanyak-banyaknya, sebagaimana firman-Nya:

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya” (QS Al Kahfi [18]:110).

Oleh karena sebagai apapun kita dalam hidup ini dan apapun yang kita kerjakan, seharusnya hal itu bisa menjadi bekal bagi kehidupan sesudah kematian. Dalam konteks ibadah haji, perjalanan pergi dan pulang yang paling lama hanya 40 hari, para jamaah harus membekali diri dan bekal yang paling utama adalah ketaqwaan kepada Allah swt. Allah swt berfirman:

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلا رَفَثَ وَلا فُسُوقَ وَلا جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الألْبَابِ

(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (QS Al Baqarah [2]:197).

Maka, untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat, tidak ada bekal yang terpenting bagi kita, kecuali ketaqwaan, taqwa dengan sebenar-benarnya, yakni selalu berusaha melaksanakan perintah Allah swt dan meninggalkan segala larangan-Nya. Taqwa dimanapun kita berada.

Nabi Ibrahim as, Ismail as dan Siti Hajar adalah diantara contoh orang yang berdas sebagaimana yang sudah kita bahas. Karena amat penting bagi kita untuk meneladani mereka, bahkan Rasulullah saw harus mengambil keteladanan darinya, Allah swt berfirman:

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ

Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia (QS Al Mumtahanah [60]:4)

Akhirnya kita berharap, semoga kita termasuk orang-orang yang cerdas, meningkatkan kecerdasan apalagi bagi orang yang sudah menunaikan ibadah haji dan yang sedang menyelesaikan ibadah haji tahun ini, kita doakan semoga semua mereka menjadi haji yang mabrur.

Demikian khutbah kita hari ini, semoga bermanfaat bagi kita bersama, akhirnya marilah kita tutup dengan doa:

اَللَّهُمَّ انْصُرْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ النَّاصِرِيْنَ وَافْتَحْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ وَاغْفِرْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْغَافِرِيْنَ وَارْحَمْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ وَارْزُقْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ وَاهْدِنَا وَنَجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ.

Ya Allah, tolonglah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pertolongan. Menangkanlah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi kemenangan. Ampunilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pemberi ampun. Rahmatilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rahmat. Berilah kami rizki sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rizki. Tunjukilah kami dan lindungilah kami dari kaum yang dzalim dan kafir.

اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَناَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَ الَّتِى فِيْهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِى فِيْهَا مَعَادُنَا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شرٍّ

Ya Allah, perbaikilah agama kami untuk kami, karena ia merupakan benteng bagi urusan kami. Perbaiki dunia kami untuk kami yang ia menjadi tempat hidup kami. Perbikilah akhirat kami yang menjadi tempat kembali kami. Jadikanlah kehidupan ini sebagai tambahan bagi kami dalam setiap kebaikan dan jadikan kematian kami sebagai kebebasan bagi kami dari segala kejahatan.

اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَابِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَاتُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا. اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْهُ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ عَاداَنَا وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِى دِيْنِنَاوَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا

Ya Allah, anugerahkan kepada kami rasa takut kepada-Mu yang membatasi antara kami dengan perbuatan maksiat kepadamu dan berikan ketaatan kepada-Mu yang mengantarkan kami ke surga-Mu dan anugerahkan pula keyakinan yang akan menyebabkan ringan bagi kami segala musibah di dunia ini. Ya Allah, anugerahkan kepada kami kenikmatan melalui pendengaran, penglihatan dan kekuatan selamakami masih hidup dan jadikanlah ia warisan bagi kami. Dan jangan Engkau jadikan musibah atas kami dalam urusan agama kami dan janganlah Engkau jadikan dunia ini cita-cita kami terbesar dan puncak dari ilmu kami dan jangan jadikan berkuasa atas kami orang-orang yang tidak mengasihi kami.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ.

Ya Allah, ampunilah dosa kaum muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Dekat dan Mengabulkan do’a.

اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُمْ حَجًّا مَبْرُوْرًا وَسَعْيًا مَّشْكُوْرًا وَذَنْبًا مَغْفُوْرًا وَتِجَارَةً لَنْ تَبُوْرًا

Ya Allah, jadikanlah mereka (para jamaah haji) haji yang mabrur, sa’i yang diterima, dosa yang diampuni, perdagangan yang tidak akan mengalami kerugian

رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami kehidupan yang baik di dunia, kehidupan yang baik di akhirat dan hindarkanlah kami dari azab neraka.

Bagikan ke :