Khutbah Wukuf Arafah 1440 Hijriah: Menggapai Haji Mabrur di Arafah

Hadirin dhuyûfurrahmân yang dimuliakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala (SWT),

Pada hari yang penuh rahmat dan maghfirah Allah SWT, marilah kita bersama-sama memanjatkan syukur alhamdulillâh ke hadirat Allah SWT, karena kita dapat melaksanakan wukuf di Padang Arafah yang merupakan salah satu rukun haji. Saat berwukuf di Arafah, Allah mengabulkan segala permohonan yang dipanjatkan dengan penuh keikhlasan. Di sinilah maqam ijâbah.

Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada Nabi kita, junjungan alam, Nabi Besar Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam (SAW) beserta keluarga, para sahabat serta para pengikutnya sampai hari kiamat. Dalam kesempatan mulia dan penuh keberkahan ini, marilah kita tingkatkan takwa kita kepada Allah SWT, sebab hanya dengan berbekal keimanan dan ketakwaan yang berkualitas kita akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Hadirin dhuyûfurrahmân yang dimuliakan Allah,

Kita datang ke sini untuk melaksanakan ibadah haji karena mendapatkan panggilan Allah melalui Nabi Ibrahim Alaihis Salam (AS). Sewaktu Beliau selesai membangun Kakbah, Beliau berdiri di samping Kakbah, di tempat yang disebut maqâm Ibrahim. Allah SWT berfirman:

Serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh,” (Qur’an Surat (Q.S.) Al Hajj: 27).

Pakar tafsir dan sejarah, lbnu Katsir, menceritakan semula ketika diperintahkan oleh Allah untuk memanggil manusia berhaji Nabi Ibrahim ragu. Perintah itu diterima setelah ia dan putranya Nabi Ismail selesai membangun kembali Kakbah. Bagaimana mungkin panggilan suaranya terdengar ke seluruh penjuru dunia dan didengar seluruh manusia sampai akhir zaman.

Allah berfirman: Tugasmu hanya memanggil, wahai Ibrahim. Selanjutnya, Aku-lah yang akan menyampaikannya kepada seluruh umat manusia di berbagai tempat dan di setiap zaman.

Nabi Ibrahim pun memanggil manusia dari tempat ia berpijak membangun Kakbah (maqâm Ibrahim). Ada yang berkata dari atas sebuah bukit. Seketika semua bukit dan gunung merunduk sehingga tak ada sesuatu apa pun yang menghalangi suara Nabi Ibrahim menggema ke seluruh penjuru. Bahkan yang ada dalam rahim dan sulbi manusia ikut mendengar. Semua makhluk, termasuk manusia sampai hari kiamat yang ditakdirkan berhaji menjawab dengan ucapan, labbaykaallahumma labbayk.

Hadirin dhuyûfurrahmân yang dimuliakan Allah,

Semua jamaah haji yang datang mendapat panggilan Allah. Oleh karena itu, mereka disebut dhuyûfurrahmân, atau dhuyûfullâh, para tamu Allah. Sebagaimana dalam riwayat Abu Hurairah yang disinyalir sebagai sabda Rasulullah:

Para jamaah haji dan umrah adalah tamu Allah. Jika mereka berdoa Allah akan mengabulkan doa mereka, dan bila mereka memohon ampunan Allah akan mengampuni mereka.

Sebagai ungkapan kegembiraan memenuhi panggilan Allah, para jamaah haji disyariatkan untuk memperbanyak bacaan talbiah:

Bacaan talbiah sesungguhnya adalah sebuah pengakuan atas panggilan Allah. Di situ juga terkandung ketulusan kita dalam memenuhi panggilan Allah dengan meneguhkan tauhid kita, seraya memuji-Nya atas segala anugerah nikmat kepada kita. Hanya dengan ketulusan dan keikhlasan Allah akan mengabulkan segala amal ibadah kita. Innamâ yataqabbalullâhu minal muttaqin.

Selama melaksanakan ibadah haji, kita dianjurkan, bahkan diperintahkan, untuk memperbanyak zikir, mengingat Allah. Dzikir adalah media efektif untuk menjalin komunikasi dengan Allah. Dalam dzikir, kita akan menemukan ketenangan dan kedamaian. Oleh karena itu, manfaatkan keberadaan di tempat-tempat dan waktu-waktu mustajab untuk berzikir dan berdoa kepada Allah, untuk kebaikan diri, keluarga, bangsa dan negara.

Hadirin dhuyfurrahmân yang dimuliakan Allah,

Setiap yang berhaji mendambakan ibadah haji yang dilaksanakannya mabrur, diterima oleh Allah, sebab seperti dinyatakan dalam hadis sahih:

Haji yang mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga,” (Hadits Riwayat (H.R.) Ahmad).

Bagiamana cara mendapatkan haji yang mabrur? Para ulama menjelaskan berbagai cara, antara lain:

1. Niat melaksanakannya karena Allah. Sebagaimana firman Allah:

Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana,” (Q.S. Ali lmran: 97).

Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah,” (Q.S. Al Baqarah: 196).

Kedua ayat tersebut menegaskan, sebagai sebuah kewajiban, ibadah haji yang sempurna harus dilakukan hanya karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Meski dalam berhaji diperkenankan melakukan aktivitas lain, seperti berdagang atau mencari manfaat dunia lainnya, tujuan utama berhaji adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mencari keridaan-Nya.

Rasulullah mengingatkan kita tentang fenomena “haji akhir zaman”. Dalam salah satu riwayat, Beliau memprediksi bahwa di masa mendatang bahwa dalam melaksanakan ibadah haji manusia terbagi dalam empat kelompok.

Akan datang suatu masa di mana orang-orang kaya dari kalangan umatku berhaji hanya untuk rekreasi/ bersenang-senang, kalangan menangah berhaji untuk berdagang/ berbisnis, para qari, termasuk ulama, berhaji untuk riya dan popularitas, dan orang-orang miskin untuk meminta-minta (H.R. Al Khatib dan Al Dailami).

Meski dipandang lemah sanadnya oleh beberapa ulama, tetapi makna kandungan hadis ini cukup baik untuk menjadi renungan, sekaligus peringatan agar niat berhaji karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala, mengharap rahmat dan keridaan-Nya, bukan tujuan-tujuan duniawi semata.

2. Biaya haji bersumber dari yang halal. Sebagaimana sabda Rasulullah:

Apabila seseorang pergi berhaji dengan biaya yang bersumber dari yang baik, meletakkan kakinya dalam kendaraan, lalu membaca talbiah, seseorang akan memanggilnya dari arah langit, “Aku terima panggilanmu dan berbahagialah, bekalmu halal, kendaraanmu halal, dan hajimu mabrur, serta tidak berdosa. Bila ia melakukannya dengan biaya yang bersumber dari yang tidak baik, meletakkan kakinya di kendaraan, lalu berkata, ‘labbayka’, ada suara panggilan dari arah langit, ‘la labbayka wala sa dayka’ (Anda tertolak), bekalmu haram, biaya yang kamu gunakan haram, dan hajimu tidak mabrur,” (H.R. Al Thabrani dari Abu Hurairah).

3. Melaksanakannya sesuai syariat Rasulullah

Melaksanakan ibadah haji adalah napak tilas perjalanan Nabi Ibrahim Alaisalam. Beliaulah yang pertama kali diperintahkan berhaji dengan tata cara (manasik) yang ditetapkan-Nya. Dalam perjalanannya, ibadah haji mengalami banyak penyimpangan. Sampai pada akhirnya Allah mengutus Nabi Muhammad:

Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah,” (Q.S. Al Baqarah: 196).

Guna meluruskan dan menyempurnakan kembali ibadah haji. Oleh karena itu, dalam berhaji kita harus mencontoh cara haji Rasulullah dan para sahabatnya serta amalan Al Salaf al Shâlih yang mengikuti ajarannya. Rasulullah berpesan:

Ambillah tata cara pelaksanaan ibadah haji (manasik) dariku.”

Demikian beberapa hal yang perlu diperhatikan agar haji yang kita laksanakan menjadi mabrur. Tidak seorang pun tahu secara pasti, apakah mabrur atau tidak hajinya. Itu prerogatif Allah. Kita hanya bisa mengenali kemabruran haji melalui tanda-tandanya.

Ketika ditanya tanda-tanda haji mabrur, Rasulullah menjawabnya dengan dua hal. (1) Memberi makan orang miskin, memberi makan fakir miskin adalah simbol kepedulian; dan (2) Menebar salam adalah simbol kedamaian.

Karena itu, bila ingin mendapat haji mabrur dengan balasan surga, maka wujudkan kepedulian sosial, dan tebarkan kedamaian di tengah masyarakat setelah kembali ke Tanah Air. Kita berharap sekembali ke Tanah Air, para jamaah haji dapat menjadi duta perdamaian dan kepedulian, yang akan melakukan perubahan dalam masyarakat ke arah yang lebih baik.

Hadirin dhuyâfurrahmôn yang dimuliakan Allah,

Kita sekarang berada di Padang Arafah yang disebut-sebut sebagai tempat bertemunya kembali Nabi Adam Alaihis Salam dan Siti Hawa setelah berpisah sekian lama sejak diturunkan ke bumi. Konon, tempatnya di Jabal Rahmah.

Mereka berdua menyesal karena tergoda dengan tipu daya setan yang mengakibatkan mereka berdua harus keluar dari surga. Mereka berdua terus-menerus bertaubat kepada Allah dengan mengucapkan:

Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi,” (Q.S. AI A’raf: 23).

Allah menjawab:

Kalian berdua telah mengetahui tentang diri kalian di mana kalian berdua telah mengakui kecerobohan dan bermaksud minta ampunan.”

Oleh karena itu, mengikuti jejak Adam dan Hawa, marilah kita manfaatkan keberadaan di Padang Arafah ini dengan memperbanyak istighfar, memohon ampunan kepada Allah atas segala dosa dan kesalahan.

Hadirin dhuyâfurrahmân yang dimuliakan Allah,

Kita sekarang berada di Padang Arafah. Tempat berkumpulnya jutaan orang yang datang dari berbagai pelosok negara. Berbeda bangsa, suku, bahasa, budaya, adat istiadat dan warna kulit. Namun semua sama, ditandai dengan pakaian yang sama.

Ini merupakan tanda bahwa kita semua sama di hadapan Allah. Tidak ada pangkat atau jabatan, kiai atau santri, konglomerat atau melarat. Semua sama di hadapan Allah dan yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling takwa kepada-Nya.

Wahai manusia. Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha teliti,” (QS Al Hujurat: 13).

Ayat di atas juga menegaskan bahwa perbedaan adalah sunnatullah. Bukan untuk dipertentangkan, tetapi agar manusia saling mengenal, sehingga terbangun komunikasi dan harmoni di tengah keragaman yang ada.

Kemuliaan dan keutamaan tidak ditentukan oleh jenis kelamin, atau warna kulit, atau suku bangsa tertentu, tetapi oleh ketakwaan dan sikap keberagamaan yang baik. Sebagai bangsa Indonesia yang hidup di tengah keragaman agama, budaya, suku dan bahasa sudah sepatutnya kita mensyukuri keragaman tersebut dengan senantiasa membangun komunikasi antara sesama anak bangsa agar tercipta kerukunan dalam kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara.

Hadirin dhuyüfurrahman yang dimuliakan Allah,

Saat-saat kita berwukuf, memusatkan hati dan pikiran kiat dalam beribadah, mari kita mengenang kembali apa yang dialami Rasulullah beserta para sahabatnya sewaktu berada di Padang Arafah. Tepatnya di kaki Bukit (Jabal) Rahmah. Beliau berada di atas punggung unta yang bernama Quswa. Di situ Beliau menyampaikan khutbah wukufnya:

Wahai umat manusia, dengarkanlah ucapanku, sebab saya tidak tahu, boleh jadi saya tidak akan bisa bertemu selamanya dengan kalian setelah tahun ini, di tempat ini. Sesungguhnya darah kalian haram (untuk ditumpahkan), dan harta kalian haram (untuk dirampas). Keduanya harus dipelihara seperti halnya hari, bulan dan tempat ini yang harus dipelihara telah aku tinggalkan kepada kalian Alquran. Kalian tidak akan sesat selama berpegang teguh kepada kitab suci tersebut.

Sesudah selesai khutbahnya turunlah ayat:

Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu,” (Q.S. Al Maidah: 5).

Setelah mendengar ayat ini, Abu Bakar beserta para sahabat Iainnya menangis karena Rasulullah mengatakan, “Kita semua manusia akan meninggal, mungkin aku tidak akan lama lagi bersama kalian.”

Kita sekarang semua berpakaian putih, dan nanti pun kalau meninggal hanya terbungkus dengan sehelai kain putih, tidak membawa harta kekayaan kecuali amal yang kita lakukan selama hidup di dunia yang fana ini. Sewaktu kita menghadap Allah akan ditanya tentang empat hal. Sabda Rasulullah:

Dari Sayyidina Muadz bin Jabal berkata, bersabda Rasulullah: “Kedua kaki seorang hamba tidak akan melangkah pada hari Kiamat sampai ia ditanyakan tentang empat hal; tentang umurnya digunakan untuk apa; masa mudanya dihabiskan untuk apa; tentang hartanya, dari mana ia peroleh dan dalam hal apa dibelanjakan, dan tentang ilmunya apakah diamalkan atau tidak,” (H.R. Al Thabrani).

Hadirin dhuyüfurrahman yang dimuliakan Allah,

Kita semua diwajibkan untuk beribadah, namun kita semua menyadari belum bisa melaksanakannya dengan baik dan khusyuk. Apalagi dengan kewajiban seperti zakat dan infak juga tidak dilaksanakan sehingga fakir miskin dan yatim-piatu di sekelilingnya terabaikan.

Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim, ampunilah dosa kami dan dosa orangtua kami, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dan berilah kami petunjuk kepada jalan yang benar, yang Engkau ridai sesuai dengan perintah.

Khutbah Wukuf Arafah 1440 Hijriah/ 2019 Masehi oleh: Naib Amirul Hajj Republik Indonesia

KH. Abun Bunyamin Ruhiyat

Sumber: https://haji.okezone.com/read/2019/08/10/394/2090263/ini-isi-lengkap-khutbah-wukuf-haji-2019-di-arafah?

 

Bagikan ke :