Kiai Masdar: Syari’at Islam Harus Membentuk Akhlaqul Karimah

DMI.OR.ID, JAKARTA – Pelaksanaan Syariat Islam secara menyeluruh tidak akan sempurna tanpa adanya akhlaqul karimah (budi pekerti mulia) Praktek-praktek syariat Islam secara kaffaah (menyeluruh) selalu membutuhkan negara sebagai lembaga pemaksa dan pengawas berlakunya fiqh (hukum) Islam. Sedangkan pelaksanaan akhlaq tidak membutuhkan kehadiran negara.

Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Dewan Masjid Indonesia (DMI), Drs. KH. Masdar Farid Mas’udi, M.Si., menyatakan bahwa tujuan utama diutusnya Rasulullah Muhammad SAW diutus ke dunia ini adalah tidak lain untuk menyempurnakan akhlaq ummat manusia.

“Nabi Muhammad SAW bersabda: إِنَّمَابُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ , artinya: “Sesungguhnya aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia“. Kesempurnaan akhlaq Rasulullah SAW tidak hanya terhadap orang yang seagama, tetapi juga yang berbeda agama. Itu sebabnya syari’at harus disempurnakan dengan akhlaqul karimah,” tutur Kiai Masdar pada Senin (26/9) pagi.

Kiai Masdar yang juga Komisioner Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) menyatakan hal itu pada Senin (26/9) pagi di Jakarta, saat memberikan sambutan di acara Pelatihan Penataan Kualitas Akustik Masjid di Indonesia. Kegiatan ini diselenggarakan oleh PP DMI bekerjasama dengan PT. TOA Galva Prima, Tbk.

Pelaksanaan syari’at Islam, lanjutnya, selalu membutuhkan lembaga pemaksa seperti negara karena terkait erat dengan fiqh (hukum). Negara merupakan lembaga pemaksa yang paling tinggi berkuasa di dunia di bawah Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT.

“Itu sebabnya syari’at selalu membutuhkan negara,” papar Kiai Masdar yang juga Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.

Menurutnya, contoh pelaksanaan syari’at itu kalau dipukul harus balas memukul, kalau dibunuh harus balas membunuh, serta hukum potong tangan bagi pencuri, istilahnya hukum qishash. Sedangkan akhlaq, kalau memukul, membunuh, dan mencuri dapat saja dimaafkan.

“Hal ini bukan berarti syari’at diabaikan. Syaria’t tetap penitng sebagai standar minimum ke-Islam-an seseorang. Syari’at harus bermuara kepada akhlaq manusia. Akhlaq merupakan budi pekerti yang luar biasa dan timbul dari kemuliaan hati. Jika syari’at adalah garis start (awal), maka akhlaq adalah garis finish (akhir),” jelasnya.

Inti dari akhlaq, ucapnya, adalah janji membangun perdamaian dengan semesta. Setiap kita selesai menunaikan ibadah sholat, maka kita mengucapkan assalamu’alaikum dan disunnahkan memberi salam ke seluruh sisi kanan dan kiri wajah secara maksmimal.

“Nama Allah SWT (Asmaul Husna) yang paling sering diiucapkan dalam sholat lima waktu adalah As-Salam, artinya perdamaian, dan itulah inti ajaran Islam. Orang yang paling baik di sisi Allah SWT adalah orang yang paling baik akhlaqnya terhadap sesama dan semesta alam,” tegas Kiai Masdar.

Ia juga mengakui kalau selama ini syari’at menjadi tema sentral dalam beragam bentuk perjuangan ummat Islam di seluruh dunia, termasuk para pendiri dan pejuang negara Republik Indonesia. “Namun, kita perlu memikirkan kembali tujuan akhirnya, yakni akhlaqul karimah,” paparnya.

Berdasarkan pantauan DMI.OR.ID, sesi pembukaan ini, turut hadir Ketua PP DMI Bidang Sarana, Hukum, dan Waqaf, Drs. H. Muhammad Natsir Zubaidi, Sekretaris PP DMI, Dr. H. Munawar Fuad Noeh, M.A., yang juga Manajer Akustik PP DMI, dan Bendahara PP DMI, Dra. Hj. Dian Artida.

Hadir juga tim Akustik PP DMI, yakni H. Musfidarizal, S.E., M.M., dan Ir. H. Aziz Muslim, dan Stafsekretariat PP DMI, Dra. Rosemini, serta Team Leader Sales Department dari PT. TOA Galva Prima, H. Bram Syakir.

Kegiatan ini diikuti oleh 56 peserta dari berbagai provinsi di Indonesia. Seluruh peserta tampak bersama-sama menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan Mars DMI dengan penuh semangat. Lalu, mereka membacakan Ikrar Peserta dengan suara keras dan tegas.

Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani

Bagikan ke :