Konflik Timur Tengah, Ekstrimisme, dan Persatuan Nasional Indonesia

DMI.OR.ID,JAKARTA – Konflik Timur Tengah yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir, khususnya di Suriah, turut mempengaruhi kondisi geopolitik internasional negara-negara di sekitarnya seperti Iraq, Iran, Saudi Arabia, Turki, Lebanon, Yordania, dan lain-lain.

Bahkan negara-negara Eropa dan Amerika ikut tertimpa masalah besar akibat arus pengungsi korban konflik di Suriah yang terus mengalir. Negara adikuasa dunia seperti Amerika Serikat (AS) dan Rusia pun turut aktif dalam mempertajam konflik Suriah antara kelompok pro dan anti pemerintahan Presiden Bashar Al-Assad.

Terkait hal ini, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Jenderal Polisi Drs. H. Muhammad Tito Karnavian, M.A., Ph.D., dan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Jenderal TNI H. Gatot Nurmantyo, telah menguraikan peta konflik di Timur Tengah dan pengaruhnya terhadap ekstrimisme di Indonesia.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan bahwa konflik yang terjadi di Timur Tengah, khususnya di Suriah,tidak dapat dilepaskan dari kepentingan asing.

“Di satu sisi, Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) dan kaum pemberontak di Suriah didukung oleh pemerintah Amerika Serikat (AS). Di sisi lain, rezim berkuasa pimpinan Presiden Bashar Al-Assad justru didukung oleh pemerintah Rusia dan Iran,” tutur Kapolri pada Selasa (6/12) malam.

Kapolri Tito Karnavian menyatakan hal itu saat menjadi narasumber dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II DMI pada Selasa (6/12) malam dengan tema: DMI dalam Menghadapi Radikalisme dan Sektarianisme di Era Global Mengawal Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

Adapun tema Rakernas II DMI ialah Memakmurkan dan Dimakmurkan Masjid dalam Rangka Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) Umat untuk Bangsa. Rakernas ini berlangsung di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta dan telah dibuka oleh Wakil Presiden (Wapres) RI, DR. H. Muhammad Jusuf Kalla,di Istana Wapres pada Senin (5/12) siang.

Menurutnya, konflik Timur Tengah juga turut mempengaruhi perkembangan radikalisme dan terorisme secara global, baik oleh kelompok ISIS, al-Qaeda,maupun kelompok lainnya.

“Saat ini, paham radikalisme dan terorisme terus berkembang secara global, baik itu al-Qaeda, ISIS, maupun kelompok lainnya. Para pengikutnya pun terus mengembangkan paham ini dan mencari pengaruh di berbagai negara, terutama di regional Asia Tenggara dan lebih khusus lagi di Indonesia,” jelas Kapolri.

Pernyataan senada diungkapkan Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo, saat menjadi narasumber dalam Rakernas II DMI pada Rabu (7/12) siang dengan tema Peranan Masjid dalam Pelaksanaan Bela Negara. Ia membahas tentang jutaan pengungsi yang keluar dari Suriah akibat konflik dan keterlibatan pemerintah AS dan Rusia yang justru semakinmempertajam konflik Suriah.

“Hingga kini, 4 juta orang telah mengungsi dari Suriah akibat konflik yang terus-menerus terjadi. Sedangkan di seluruh dunia ada 60 juta orang yang mengungsi akibat konflik, krisis pangan, energi, dan krisis ekonomi. Konflik di sekitar Arab Spring (Musim Semi Arab) berlatar-belakang ekonomi dan energi (minyak bumi),” jelas Jenderal Gatot pada Rabu (7/12) siang.

Menurutnya, konflik di Timur Tengah,khususnya di Suriah, terjadi di negara-negara yang sangat kaya dengan minyak bumi. Konflik itu terjadi di negara-negara yang punya minyak dan melibatkan berbagai pihak seperti ISIS, Turki, Suriah, Lebanon, Iraq, Iran, Amerika Serikat (AS), Rusia, Libya, Australia, Tiongkok (China), dan Suriah.

Berdasarkan pantauan DMI.OR.ID, Jenderal Gatot juga secara khusus menampilkan video berdurasi sekitar 20 menit yang menceritakan tentang konflik di Suriah. Dalamvideo itu, terlihat berbagai kelompok agama dan politik di Suriah saling menyerang (baku hantam) satu sama lain hingga intervensi negara-negara adikuasa seperti pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Rusia.

“Waspadalah, jangan sampai Indonesia seperti konflik pasca Arab Spring. Indikasi seperti Suriah sudah ada, tinggal tunggu saja! Jangan sampai Indonesia terlibat konflik yang melibatkan ISIS, Iraq, Lebanon, Suriah, dan Turki,” jelasnya.

Konflik di suatu negara, lanjutnya, merupakan sarana legalitas negara lain (asing) untuk masuk dan mencampuri (intervensi) kedaulatan Indonesia.

“Apalagi dua persen penduduk Indonesia, sekitar 5,1 juta jiwa, telah terkena (pecandu) narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba). Berapa banyak orang yang meninggal dunia? bandingkan dengan keuntungan yang didapat bandar narkoba, tentu tidak sebanding. Kondisi ini semakin melemahkan bangsa Indonesia,” ucap Jenderal Gatot.

Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani

Bagikan ke :