DMI.OR.ID, JAKARTA – Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) VII harus berperan aktif dalam menyelesaikan masalah-masalah terkait kepentingan umat Islam di lingkungan terdekat Indonesia.
Misalnya permasalahan minoritas Muslim di Thailand, Myanmar, dan Philipina. Lalu masalah masalah ummat Islam di Palestina dan Afghanistan yang menderita akibat konflik berkepanjangan.
Ketua Pimpinan Pusat (PP) Dewan Masjid Indonesia (DMI) Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Luar Negeri PP DMI, Drs. H. Muhammad Natsir Zubaidi, menyatakan hal itu pada Rabu (5/2), dalam rilisnya kepada DMI.OR.ID.
“Sebagai negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia, maka Indonesia dapat lebih berperan dalam menyelesaikan masalah-masalah umat, baik di lingkungan terdekat seperti minoritas muslim di Philipina, Thailand, dan Myanmar, maupun masalah umat Islam di Palestina, dan Afghanistan yang menderita akibat konflik berkepanjangan,” tuturnya.
Menurutnya, KUII VII yang akan diselenggarakan pada Rabu (26/2) hingga Sabtu (29/2) di Pangkalpinang, Bangka Belitung, hendaknya merumuskan strategi Dakwah yang komprehensif (Kaaffah) untuk mengawal kepentingan umat dan bangsa.
H. Muhammad Natsir Zubaidi pun berpendapat bahwa pesan dakwah belum menyentuh secara masif pada sekat (segmen) masyarakat tertentu.
“Adanya kasus korupsi yang terungkap di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti maskapai Garuda, asuransi Jiwasraya, dan Asabri, termasuk modus penipuan dengan cover (selubung) kerajaan abal-abal, menunjukkan bahwa pesan dakwah belum menyentuh secara masif pada sekat masyarakat tertentu,” jelasnya.
M. Natsir Zubaidi yang juga Sekretaris Dewan Pertimbangan (Wantim) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat itu juga berharap agar KUII VII dapat merumuskan strategi dan metode dakwah yang memberikan solusi terhadap masyarakat.
“Dakwah secara lisan, tulisan, dan bil hal (dengan perbuatan) harus mampu memberikan solusi terhadap masyarakat yang sedang mengalami kegalauan dan frustasi, baik karena faktor post power syndrome, kesulitan ekonomi, maupun faktor-faktor lainnya,” jelasnya.
Selain itu, lanjutnya, dakwah Islamiyyah yang dilakukan oleh berbagai organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam harus menitikberatkan pada tabligh bil lisan atau penyampaian kata-kata, lalu diperluas dengan dakwah literasi berbasis Teknologi Informasi.
“Dakwah Islamiyyah juga perlu mencakup program-program aksi bantuan secara kongkrit kepada masyarakat yang membutuhkan. Kita memberikan apresiasi terhadap ormas-ormas Islam seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) dan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) yang memiliki Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah (LAZIS),” ucapnya.
Keberadaan LAZIS di ormas-ormas Islam, ujarnya, telah mampu menyentuh masyarakat yang rentan, baik di bidang kesehatan maupun pendidikan.
Lalu tumbuh dan berkembang nya Non Government Organization (NGO) berbasis Islamic philantrophy seperti Dompet Dhuafa, Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU) Human Initiative, dan Medical Emergency Rescue –Committee (MER-C) perlu diapresiasi. “Perlu ada koordinasi antar NGO berbasis Islamic Philantrophy agar lebih banyak wilayah cakupan, baik kuantitas maupun kualitasnya,” harapnya.
KUII VII nanti, harapnya, juga dapat merumuskan formula yang tepat agar umat Islam segera mampu mengatasi trauma polarisasi akibat Pemilihan Presiden (Pilpres) dengan pendekatan dakwah transformatif yang mengedepankan umat dan bangsa.
“Di masa depan, perlu dakwah dengan cara-cara yang elegan, seperti memberikan sikap keteladanan (uswah), kepeloporan (qudwah), kerelawanan (keikhlasan), profesional, kemandirian, akuntabilitas atau amanah dan bertanggung jawab,” ungkapnya.
Dakwah Islamiyah, lanjutnya, juga harus tetap dalam kaifiat dakwah Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar yang bermartabat.
Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani