DMI.OR.ID, JAKARTA – Ummat Islam harus berjuang keras dan berusaha maksimal untuk menjadi ummat terbaik diantara ummat-ummat lainnya, kuntum khoiru ummah, sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Qur’an, Surat Ali Imran ayat 110. Ummat Islam di Indonesia pun berpeluang besar dalam mencapai derajat ummat terbaik di dunia.
Terkait hal ini, Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Dewan Masjid Indonesia (DMI), Drs. KH. Masdar Farid Mas’udi, M.Si., menyatakan bahwa dalam sejarah dunia, ummat Islam pernah mencapai puncak kejayaan dan kemakmurannya, khoiru ummah, menjadi ummat terbaik (the best), superior, pada Abad Pertengahan lalu.
“Ummat Islam merupakan ummat terbaik, the best, superior, kuntum khoiru ummah, dibandingkan dengan ummat-ummat lainnya. Muslim pernah mencapai puncak kejayaannya pada abad pertengahan lalu. Namun di abad modern ini, saat ummat mengalami konversi ke dalam beberapa negara Islam, kita jadi bertanya-tanya, dimana kuntum khoiru ummah itu,” paparnya pada Senin (17/7).
Tepatnya, saat memberikan kata sambutan dalam kegiatan bertajuk: Kajian Masalah-Masalah Aktual, Pengembangan Wawasan Multikultural Melalui Majelis Taklim yang dilaksanakan di The Akmani Hotel, Jakarta.
Dalam acara ini, Kyai Masdar juga menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Kementerian Agama (Kemenag) RI. yang diwakili oleh Direktur Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag RI, Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A.
Menurutnya, kondisi ummat Islam saat ini sedang dirundung duka dan sangat jauh dari kondisi ummat terbaik, khoiru ummah, seperti di abad pertengahan dahulu. Lihat saja situasi di negara-negara Timur Tengah saat ini. “Mulai dari Mesir, Tunisia, Maroko, Libya, hingga ke Iraq, semuanya menghadapi masalah serius, bahkan beberapa negara mengalami kebangkrutan peradaban,” paparnya.
Kyai Masdar yang juga Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu pun meyatakan bahwa ummat Islam saat ini sangat jauh dari kondisi khoiru ummah karena tidak atau kurang memiliki karakter sukses untuk hidup di dunia seperti profesioal, jujur, dan kerja keras.
“Selama kita hidup di dunia ini, perlakuan Allah SWT berlaku secara adil, setara, dan sama kepada seluruh manusia. Siapa saja yang memiliki karakter profesional, kerja keras, dan jujur, maka dia akan sukses, tidak pandang apa pun agama, suku, bangsa, ras, dan bahasanya. Sebaliknya, siapa pun yang memiliki karakter culas, pemalas, dan tidak jujur maka dia akan gagal,” ungkapnya.
Ummat Islam, lanjutnya, tidak perlu juga bersikap paranoid terhadap pemeluk agama lain. Apalagi sebagai agama yang datang paling akhir, ummat Islam memiliki kesempatan besar untuk mengkoreksi kekurangan dari ummat-ummat terdahulu.
“Kita harus respek (hormat) terhadap agama lain apalagi dalam ajaran Islam, kita diwajibkan menghapal 25 nama Rasulullah sejak Nabi Adam Alaihis Salam (AS) hingga Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam (SAW). Maknanya ialah mempelajari kondisi ummat-ummat dari nabi terdahulu, lalu menyempurnakan kekurangan mereka,” jelas Kyai Masdar.
Ummat Islam, imbuhnya, tidak boleh bersikap paranoid terhadap sesama Muslim hanya karena perbedaan mazhab, lalu menganggap mereka yang berbeda itu sebagai musuh. “Dengan agama lain saja kita tidak boleh paranoid, apalagi dengan sesama Muslim hanya karena beda mazhab,” ujarnya.
Sepatutnya, ucap Kyai Masdar, yang cemburu itu pemeluk agama lain terhadap ummat Islam, bukan ummat Islam terhadap mereka, karena agama Islam datang paling akhir untuk menyempurnakan dan mengkoreksi agama-agama terdahulu.
Kyai Masdar yang juga anggoa Komisioner Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) ini pun yakin bahwa masa depan ummat Islam di dunia sangat tergantung kepada ummat Islam di Indoneia.
“Hingga kini, negara Islam yang masih bertahan relatif baik dan bersatu padu hanya tinggal Indonesia dan kawasan Asia Tengara seperti Malaysia dan Brunei. Namun Malaysia dan Brunei relatif masih bertahan sebagai negara Islam karena ditopang oleh pemerintahan yang keras dan otoriter, sedangkan Indonesia berifat demokratis,” pungkasnya.
Acara ini diselenggarakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Bimbingan Masyarakat (Bimas) Agama, Layanan Keagamaan Badan Litbang (Balitbang) dan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Kemenag RI.
Adapun PKS itu merupakan tindak lanjut dari Nota Kesepahaman (MoU) antara DMI dengan Kemenag RI yang telah ditandatangani oleh Menteri Agama (Menag) RI, Drs. H. Lukman Hakim Saifuddin, dan Waketum PP DMI, Kyai Masdar, dengan disaksikan langsung Wakil Presiden (Wapres) RI, DR. H. Muhammad Jusuf Kalla, di Istana Wapres, Jakarta, pada Senin, 5 Desember 2016.
Dalam kegiatan ini, turut hadir Ketua PP DMI Bidang Pengembangan Potensi Muslimah dan Anak, Ustadzah Dr. Hj. Maria Ulfah Anshor, M.Si., sebagai narasumber dengan makalah berjudul Pengembangan Wawasan Multikultural dalam Mewujudkan Toleransi di Majelis Taklim.
Pembicara lainnya ialah Dra. Hj. Tien Rohmatin dari Tim Penulis Pusat Studi Wanita (PSW) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, dengan makalah berjudul Pengarusutamaan Wawasan Multikultural Melalui Majelis Taklim: Refleksi Terhadap Program Badan Litbang dan Diklat.
Hadir pula para pengurus dari Korps Muballigh Muballighah (KMM) DMI, termasuk Ketua Umumnya, Ustadzah Hj. Suryati Uwais, S.Ag., dan ibu-ibu dari Puslitbang Bimas Agama, Layanan Keagamaan Balibang dan Pusdiklat, Kemenag RI.
Berdasarkan pantauan DMI.OR.ID, acara berlangsung sangat interaktif melalui dialog antara narasumber dan peserta secara dinamis. khususnya dengan Kepala Puslitbang Bimas Agama, Layanan Keagamaan Balitbang dan Diklat Kemenag RI, Drs. H. Muharam Marzuki, M.S.,Ph.D sebagai pemandu sekaligus narasumber dalam acara ini.
Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani