Masjid Ampel Denta atau Masjid Agung Sunan Ampel yang terletak di Jalan Ampel Suci Nomor 45, Kelurahan Ampel, Kecamatan Semampir, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur (Jatim) ini telah menjadi saksi bisu dari awal mula perkembangan syiar dan dakwah Islam di Pulau Jawa. Tepatnya sejak awal abad ke-15 atau tahun 1421 Masehi ketika masjid ini didirikan oleh Sunan Ampel atau Raden Rahmat atau Raden Ahmad Rahmatullah.
Sunan Ampel merupakan salah satu dari sembilan wali (Wali Songo) penyebar agama Islam di Pulau Jawa, khususnya di wilayah Ampel, Jawa bagian timur, dan Madura. Makam Sunan Ampel beserta keluarga dan santri-santri utamanya juga terdapat di dalam kompleks Masjid Ampel. Alhamdulillahi Rabbil A’lamin, penulis berkesempatan untuk hadir dan berkunjung ke Masjid Ampel pada Ahad (3/9) pagi bersama kedua orang tua. Kami juga menunaikan sholat tahiyyatul masjid dan sholat dhuha sebanyak masing-masing dua roka’at, lalu berziarah ke makam Sunan Ampel dan keluarganya, serta santri-santri utamanya di kompleks Masjid Ampel.
Penulis pun berkesempatan untuk melewati salah satu jalan (lorong panjang) yang khusus ditempati oleh para pedagang. Di sepanjang jalan dengan lantai paving block itu, para pedagang menjajakan barang dagangannya hingga menyerupai pasar dalam ukuran kecil. Para pengunjung dan peziarah di Masjid Ampel pun banyak yang bertransaksi jual beli di sepanjang lorong itu.
Berdasarkan pantauan DMI.OR.ID, bangunan utama Masjid Ampel, yang juga bangunan asli masjid, ditopang oleh 36 tiang yang terbuat dari kayu jati berwarna cokelat. Tiang-tiang itu terbagi dalam enam baris dengan setiap baris terdiri dari enam tiang. Ruang utama ini sangat tinggi dan lebih tinggi dari ruangan-ruangan lainnya, seperti ruang serambi dan ruang depan untuk mimbar dan mihrab masjid. Adanya enam tiang dalam setiap barisan tiang di ruang utama Masjid Ampel ini mengingatkan penulis dengan rukun iman di dalam Islam. Sedangkan jumlah tiang masjid yang seluruhnya ada 36 buah mengingatkan penulis terhadap Wali Songo. Karena jika kita tambahkan angka tiga dan angka enam dalam angka 36, maka hasilnya adalah angka sembilan.
Saat memasuki ruang utama masjid Ampel, gaya konstruksi tiang-tiang masjid dan pintu masuk ke menara masjid mengingatkan penulis terhadap sisa-sisa konstruksi keraton Majapahit yang hingga kini masih ada di situs ekskavasi Trowulan, Jawa Timur. Penulis juga melihat satu bangunan unik berukuran besar yang berwarna cokelat tua dan terbuat dari kayu jati. Bangunan itu merupakan pintu masuk menuju menara masjid yang berbentuk persegi empat panjang di bagian bawahnya dan berbentu silinder (lingkaran bulat) di bagian atasnya dengan ukuran tinggi hingga menembus ke atap masjid. Sedangkan Di bagian depan bangunan, terdapat pintu masuk berukuran cukup tinggi yang dahulu berfungsi sebagai tempat muadzin masuk ke dalam dan naik ke atas menara masjid untuk mengumandangkan azan lima kali sehari, saat waktu sholat fardhu tiba.
Adapun di ruang bagian depan (ruang tambahan) masjid, terdapat sebuah mimbar masjid yang terbuat dari kayu jati berwarna cokelat dengan tiga anak tangga berlapis karpet hijau serta tiang dan bagian atas mimbar berwarna emas, lengkap dengan ukir-ukiran khas Ampel, Jawa Timur, di bagian atas (depan dan belakang) mimbar masjid. Mimbar masjid ini terletak tepat di samping mihrab masjid.
Jika mimbar digunakan oleh khatib untuk memberikan khutbah, khususnya pada waktu sholat Jumat, Idul Fithri, dan Idul Adha, maka mihrab merupakan tempat khusus bagi Imam masjid untuk memimpin sholat berjama’ah. Mihrab di masjid Ampel ditandai dengan bangunan setengah lingkaran (lengkungan) besar di bagan atasnya dengan warna dasar putih. Mihrab masjid Ampel dilengkapi dengan jam lonceng klasik setinggi mimbar masjid yang terbuat dari kayu jati berwarna cokelat. Ada pula sejadah unik berwarna merah, putih, dan cokelat lengkap dengan ornamen khas Ampel Denta khusus untuk Imam Masjid. Ada juga pendingin ruangan (air conditioner) di bagian atasnya, dan satu unit microphone (sound system) khusus untuk imam masjid.
Di ruangan depan masjid ini, terdapat 24 tiang kembar berwarna putih yang terbuat dari campuran semen dan batu-bata, lengkap dengan lemari dari kayu jati yang menghubungkan dua tiang kembar itu dan menjadi tempat penyimpanan kitab suci al-Qur’an dan kitab-kitab kuning atau buku-buku agama Islam lainnya. Jadi dalam satu barisan itu, terdapat total 48 tiang dari utara ke selatan masjid Ampel.
Adapun di serambi bagian depan masjid, terdapat dua pasang beduk berukuran besar yang terbuat dari kulit sapi di bagian depan dan belakangnya, serta dari kayu jati berwarna cokelat tua di bagian tengahnya. Di sekeliling bagian depan bedug, terdapat juga semacam tonjolan-tonjolan kayu jati berukuran kecil (seperti duri) sehingga membuat beduk ini berbeda dari beduk-beduk pada umumnya. Kedua bedug ini digantung di tengah-tengah gantungan tradisional yang berbentuk empat persegi panjang, berwarna cokelat tua, dan terbuat dari kayu jati.
Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani