Melanjutkan I’tiqaf

Secara harfiyah, I’tikaf adalah berdiam diri di masjid dengan niat beribadah kepada Allah. Karena itu, i’tikaf tidak hanya dilakukan pada bulan Ramadhan, tapi bisa dilakukan kapan saja, inilah diantara yang harus kita lanjutkan setelah Ramadhan berlalu.
Dalam keseharian kita, paling tidak, i’tikaf di masjid bisa dilakukan dalam lima aktivitas.
 
1.   Menunggu Shalat
     Orang yang melaksanakan shalat berjamaah di masjid amat bagus bila menanti beberapa saat sebelum masuk waktu shalat agar ia tidak termasuk orang yang terlambat.
 
    Manakala ia menanti pelaksanaan shalat berjamaah, maka penantiannya itu dinilai sebagai waktu yang digunakan untuk shalat, ini berarti bila shalat hanya berlangsung lima menit dan ia menantikan pelaksanaan shalat selama lima menit, maka ia seperti melaksanakan shalat selama sepuluh menit.
   
     Karena itu, menanti shalat berjamaah memiliki keistimewaan tersendiri bagi kaum muslimin, Rasulullah saw bersabda:
لاَ يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِى صَلاَةٍ مَادَامَتِ الصَّلاَةُ تَحْبِسُهُ لاَ يَمْنَعُهُ أَنْ يَنْقَلِبَ إِلَى أَهْلِهِ إِلاَّ الصَّلاَةُ
Selalu seseorang teranggap dalam shalat selama tertahan oleh menantikan shalat, tiada yang menahannya untuk kembali ke rumahnya hanya semata-mata karena menantikan shalat (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits lain dari Aisyah ra dia berkata:
أَعْتَمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ حَتَّى ذَهَبَ عَامَّةُ اللَّيْلِ وَحَتَّى نَامَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى فَقَالَ إِنَّهُ لَوَقْتُهَا لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي
Suatu malam Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendirikan shalat ‘atamah (isya`) sampai berlalu sebagian besar malam dan penghuni masjid pun ketiduran, setelah itu beliau datang dan shalat.
Beliau bersabda: “Sungguh ini adalah waktu shalat isya’ yang tepat, sekiranya aku tidak memberatkan umatku.” (HR. Muslim no. 638)
 
2.  Menjelang Ibadah Jumat
     Sebagai ibadah yang sangat penting, ibadah Jum’at semestinya dilaksanakan oleh kaum muslimin yang dapat menunjukkan kesungguhan atau keseriusan.
    Karenanya kaum muslimin sudah harus datang ke tempat pelaksanaan ibadah Jum’at sebelum waktu Jum’at tiba dan lebih bagus lagi bila ia bisa datang lebih pagi lagi sehingga ia akan memperoleh nilai keutamaan yang besar,
    Rasulullah saw bersabda:
مَنِ اغْتسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَ نَّمَا قَرَّبَ بُدْ نَةً، وَمَنْ رَاحَ فىِ السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَ نَّمَاقَرَّبَ بَقَرَةً، وَمَنْ رَاحَ فِى السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَ نَّمَا قَرَّبَ كَبْشًااَقْرَنَ، وَمَنْ رَاحَ فِى السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَ نَّمَاقَرَّبَ دَجَاجَةً، وَمَنْ رَاحَ فِى السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَ نَّمَاقَرَّبَ بَيْضَةً، فَاِذَا خَرَجَ اْلاِمَامُ حَضَرَتِ الْمَلاَئِكَةُ يَسْتَمِعُوْنَ الذِّكْرَ.
Barangsiapa yang mandi seperti mandi junub pada hari Jum’at, kemudian dia pergi ke masjid pada kesempatan pertama, maka pahalanya seperti pahala berkorban dengan seekor unta.
Barangsiapa pergi ke masjid pada kesempatan kedua, maka pahalanya seperti pahala berkorban dengan sapi.
Barangsiapa pergi ke masjid pada kesempatan ketiga, maka pahalanya seperti pahala berkorban dengan seekor kambing.
Barangsiapa pergi ke masjid pada kesempatan keempat, maka pahalanya seperti pahala berkorban dengan ayam.
Barangsiapa tiba ke masjid pada kesempatan kelima, maka pahalanya seperti pahala berkorban dengan sebutir telur. Jika imam (khatib) telah keluar, para malaikat hadir mendengarkan khutbah (tidak ada yang mencatat siapa yang datang setelah itu). (HR. Muslim).
Karena itu, bila seorang muslim terlambat dalam ibadah Jumat, ia baru datang saat khatib sudah naik mimbar, maka ia terancam tidak dicatat ibadah Jumatnya oleh para malaikat, hal ini disebutkan dalam hadits Rasulullah saw:
إِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ, وَقَفَتِ الْمَلاَئِكَةُ عَلَى بَابِ الْمَسْجِدِ يَكْتُبُوْنَ اْلأَوَّلَ فَاْلأَوَّلَ وَمَثَلُ الْمُهَجِّرِ كَمَثَلِ الَّذِى يُهْدِى بَدَنَةً, ثُمَّ كَالَّذِى يُهْدِى بَقَرَةً, ثُمَّ كَبْشًا, ثُمَّ دَجَاجَةً, ثُمَّ بَيْضَةً،  فَاِذَا خَرَجَ اْلاِمَامُ طَوَوْا صُحُفَهُمْ, يَسْتَمِعُوْنَ الذِّكْرَ.
Jika tiba hari Jumat, para malaikat berdiri di pintu-pintu masjid menulis yang hadir pertama dan yang seterusnya.
Dan perumpamaan orang yang berangkat pertama adalah seperti orang yang berkorban seekor unta, kemudian seperti orang yang berkorban sapi, kemudian seekor domba, kemudian seekor ayam, kemudian sebutir telur.
Jika imam telah hadir, maka mereka menutup buku catatan dan menyimak dzikir (khutbah). (HR. Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah).
3.  Setelah Subuh
     I’tikaf bisa pula diakukan, bahkan biasa dilakukan oleh Rasulullah saw setelah melaksanakan shalat subuh, sehingga beliau duduk dan berdzikir di masjid hingga terbitnya matahari.
     Setelah matahari meninggi sedikit, maka beliaupun melaksanakan  Shalat Sunat Isyraq yang dilakukan sebagai tanda syukur kepada Allah swt karena menganugerahkan kepada kita sehari lagi menikmati alam semesta.
     Shalat ini diaksanakan setelah matahari agak meninggi kira-kira 15 menit setelah terbit matahari. Ini sekaligus untuk membedakan antara kita dengan mereka yang menyembah matahari. Dalam hadits dari Anas bin Malik ra dikatakan bahwa Rasulullah saw bersabda:
 مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ
Barangsiapa yang shalat subuh berjamaah, kemudian duduk berzikir kepada Allah  sehingga naik matahari dan mengerjakan shalat dua rakaat (Solat Sunat Isyraq). Maka adalah baginya pahala seperti pahala Haji dan Umrah yang sempurna, sempurna, sempurna.”  (Hadis Riwayat, At-Tirmidzi dan , ath-Thabrani r.a.). 
Bahkan di dalam hadits lain, duduknya itu sampai shalat dhuha, sebagaimana disebutkan:
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ:”مَنْ صَلَّى صَلاةَ الصُّبْحِ فِي مَسْجِدِ جَمَاعَةٍ يَثْبُتُ فِيهِ حَتَّى يُصَلِّيَ سُبْحَةَ الضُّحَى، كَانَ كَأَجْرِ حَاجٍّ، أَوْ مُعْتَمِرٍ تَامًّا حَجَّتُهُ وَعُمْرَتُهُ”.
Dari Abu Umamah radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa mengerjakan shalat shubuh di masjid secara berjamaah, lalu dia tetap berada di dalam masjid sampai melaksanakan shalat sunnah (di waktu, pent) Dhuha, maka (pahala) amalannya itu seperti pahala orang yang menunaikan ibadah haji atau umroh secara sempurna.” (HR. Thobroni VIII/154 no.7663).
4.  Menuntut Ilmu
     Setiap orang pasti menginginkan kehidupan yang baik di dunia maupun di akhirat. Untuk itu, manusia harus mencari ilmu sebanyak-banyak dan ia mesti keluar dari rumahnya guna memperoleh ilmu yang dicarinya.
     Karena itu perjalanan manusia mencari ilmu merupakan perjalanan yang amat mulia, yakni termasuk dalam katagori perjalanan di jalan Allah swt sebagaimana orang yang berperang di jalan-Nya,
     Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa keluar dari rumahnya dalam rangka menuntut ilmu, maka ia berada di jalan Allah sampai ia kembali (HR. Bukhari dan Muslim.
     Salah satu fungsi masjid adalah tarbiyyah, pendidikan atau pembinaan. Diantara sisinya adalah belajar dan mengajarkan ilmu, ini memberi keutamaan tersendiri, Rasulullah saw bersabda: 
    Barangsiapa yang pergi ke masjid, tidaklah diinginkannya (untuk pergi ke masjid) kecuali untuk mempelajari kebaikan atau untuk mengajarkan kebaikan.
    Maka baginya pahala seperti orang yang melakukan haji dengan sempurna. (Dikatakan syekh al Albaaniy dalam shahiih at targhiib: “Hasan Shahiih”)
 
5.  Musyawarah
     Salah satu yang penting untuk mencapai pemakmuran masjid adalah terjalinnya kerjasama antar pengurus dan jamaah masjid.
     Karena itu, pelibatan seluruh pengurus dan jamaah menjadi amat penting hingga semua pihak ada rasa memilikinya terhadap masjid.
     Untuk itu, ada saat-saat dimana pengurus masjid mengadakan musyawarah yang bisa dilangsungkan di masjid sehingga jamaah bisa sekalian beri’tikaf di masjid.
     Musyawarah itu sendiri sangat ditekankan oleh Allah swt kepada Rasul-Nya, karenanya pengurus masjidpun harus bermusyawarah, baik dalam merencanakan program, maupun teknis pelaksanaan hingga evaluasinya.
     Dengan demikian, kita berharap Ramadhan tidak berakhir begitu saja, tapi meninggalkan kesan yang dalam dan salah satunya adalah komitmen kita yang semakin besar kepada pemakmuran masjid, baik sebagai pengurus mupun jamaah.
     Penulis:
     Sekretaris Departemen Dakwah dan Pengkajian Pimpunan Pusat Dewan Masjid Indonesia (DMI), Drs. H. Aad Yani.

Bagikan ke :