DMI.OR.ID, SURABAYA – Kehidupan ummat beragama di Indonesia menghadapi berbagai macam tantangan, ancaman dan hambatan di masa depan, khususnya ummat Islam sebagai mayoritas penduduk Indonesia.
Menteri Agama (Menag) RI, Drs. H. Lukman Hakim Saifuddin, menyatakan salah satu persoalan besar yang sedang dibahas oleh Kementerian Agama (Kemenag) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) saat ini ialah Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Ummat Beragama (PUB).
“Berbagai persoalan antar ummat beragama akhir-akhir ini dapat mengancam kerukunan antar ummat, seperti insiden pembakaran masjid di Tolikara, Papua, dan berbagai aliran menyimpang yang dianggap sesat, serta masalah aliran kepercayaan yang ingin diakui sebagai agama,” tutur Menag Lukman pada Selasa (25/8) siang.
Menag menyatakan hal itu dalam Musyawarah Nasional (Munas) IX Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Selasa (25/8) siang, dalam sesi dialog dengan para peserta Munas di Hotel Garden Palace, Surabaya, Jawa Timur. Dialog ini bertema Kebijakan Pembangunan di Bidang Agama Menuju Terwujudnya Khairu Ummah.
Saat ini, lanjutnya, Kemenag dan DPR RI sedang menyusun RUU PUB terkait berbagai masalah tentang kerukunan antar ummat beragama di Indonesia. Misalnya, lembaga apa yang berhak menentukan suatu aliran keagamaan itu sesat, apakah MUI, pemerintah atau pengadilan. Lalu, lembaga apa yang berhak menetapkan aliran kepercayaan itu berhak menjadi agama.
“Persoalan lain yang dibahas dalam RUU PUB seperti kedudukan fatwa MUI dalam sistem hukum Negara Kesatuan RI (NKRI), apakah tetap seperti sekarang tanpa kekuatan hukum atau akan ditambah kewenangannya,” jelas Lukman.
Adapun persoalan Tolikara, Menag Lukman memastikan penegakan hukum terus berlanjut terhadap aktor intelektual pemicu insiden Tolikara yang mengakibatkan sebuah masjid dan ratusan kios terbakar serta pelaksanaan sholat Idul Fitri dibubarkan paksa oleh oknum jama’ah Gereja Injili di Indonesia (GIDI).
“Beberapa waktu lalu, saya menghadiri undangan Persekutuan Gereja-Gereja se-Indonesia (PGI) di Manokwari, Papua Barat, tetapi saya tidak bertemu dengan ketua umum Gereja Injili di Indonesia (GIDI) karena statusnya masih dicekal dan tidak boleh keluar dari Jayapura, Papua. Hal ini menunjukkan enegakan hukum terus berlanjut atas traged,” ucapnya.
Dalam RUU PUB ini, jelasnya, pemerintah berupaya memberikan hak-hak yang sama bagi seluruh warga negara Indonesia (WNI), termasuk bagi penganut aliran kepercayaan dan aliran keagamaan yang dianggap sesat, tanpa harus mengubah statusnya menjadi agama resmi yang diakui oleh negara.
“Hingga saat ini, pemerintah mengakui enam agama yang dianut oleh rakyat Indonesia, yakni Islam, Kristen, Protestan, Hindu, Buddha dan konghucu. Adapun penganut berbagai aliran kepercayaan dan aliran yang dianggap sesat, seperti Ahmadiyah, tetap mendapat perlindungan yang sama oleh pemerintah,” tegasnya.
Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani