DMI.OR.ID, JAKARTA –
FGD KAMIS, 30 AGUSTUS 2018
LATAR BELAKANG
Menteri PUPR, menyampaikan bahwa terdapat 36.000 Rumah Rusak Berat Akibat Gempa Lombok (kompas, 20 Agustus 2018). Selama masa recovery gempa Lombok terdapat delapan kebutuhan jangka pendek selama 1 – 4 bulan kedepan sejak 5 Agustus 2018, yaitu: 1) suplai air bersih, 2) penampungan air bersih, 3) jaringan air ke permukiman/pengungsian, 4) rumah sementara sehat, 5) toilet, 6) pengganti sekolah sementara, 7) Mushola, dan Puskesmas darurat.
Gambar 1. 8 Kebutuhan Jangka Pendek Pasca Bencana Gempa Lombok
Pulau Lombok yang terkenal dengan pulau seribu masi sontak kehilangan ratusan masjid yang roboh akibat gempa yang terjadi. Saudara muslim di Lombok tidak pernah melalaikan kewajiban melaksanakan ibadah shalat meski harus dilakukan di ruangan terbuka, dibawah teriknya matahari, dan hanya beralaskan terpal (ACT, 2018). Sehingga pembangunan masjid menjadi sangat penting.
Gambar 2. Korban daan dampak kerusakan gempa Lombok (ACT, 2018)
KAJIAN REKONSTRUKSI
Rekonstruksi Berbasis Kearifan Lokal yang diusulkan oleh Bambang Ismawan, Ketua Pembina Yayasan Bina Swadaya (Kompas, 28/8/2018) bahwa terdapat 3 rekomendasi untuk penanganan Gempa Lombok, yaitu:
1. Pendekatan rekonstruksi dengan berdasar pada sistem Rumah Tradisional Sasak yang memiliki nilai sistem struktur tahan gempa, Estetika, Material kayu tahan gempa dan bahan mateial lokal berwawasan lingkungan
Gambar 3. Arsitektur tradisional Sasak Lombok tahan gempa
2. Rekonstruksi dengan pendekatan rumah panggung tipe kecil, konstruksi kayu kwalitas baik, bambu, dan jerami
Gambar 4. Rumah Panggung Tradisional dengan konstruksi kayu
3. Rekonstruksi dengan bangunan sistem bangunan Pre-fabrikasi RISHA: Rumah Instan Sederhana Sehat – Tahan Gempa, hasil inovasi Kementrian PUPR.
Gambar 5. Rumah Instan Sederhana Sehat – Tahan Gempa
Dari hasil kajian diatas bisa diperoleh kearifan Lokal & Kebijakan sebagai berikut:
- Struktur Kolom Balok yang Kokoh, Lentur
- Material Bambu, Jerami, Kayu
- Sistem Knock Down
BANGUNAN MASJID SASAK LOMBOK
Berdasarkan sistem kepercayaan Suku Sasak pada masa-masa selanjutnya, kemudian dapat diklasifikasikan tiga kelompok utama; Boda, Wetu Telu, dan Islam (Wetu Lima). Penganut Boda sebagai komunitas kecil yang berdiam di wilayah pegunungan utara dan di lembah-lembah pegunungan Lombok bagian selatan. Kelompok Boda ini konon adalah orang-orang Sasak yang dari segi kesukuan, budaya, dan bahasa menganut kepercayaan asli. Mereka menyingkir ke daerah pegunungan melepaskan diri dari islamisasi di Lombok.
Sedangkan Agama Wetu telu awalnya memiliki ciri sama dengan Hindu-Bali dan Kejawen. Di antara unsur-unsur umum, peran leluhur begitu menonjol. Hal itu didasarkan pada pandangan yang berakar pada kepercayaan tentang kehidupan senantiasa mengalir. Pada perkembangannya Wetu telu justru lebih dekat dengan Islam. Konon, sekarang hampir semua desa suku Sasak sudah menganut Agama Islam lima waktu dan meninggalkan Wetu telu sepenuhnya. Sementara sinkretisme Islam-Wetu telu kini berkembang terbatas di beberapa bagian utara dan selatan Pulau Lombok. Meliputi Bayan, dataran tinggi Sembalun, Suranadi di Lombok Timur, Pujut di Lombok Tengah, dan Tanjung di Lombok Barat.
Istilah Islam-Wetu Telu diberikan karena penganut kepercayaan ini beribadah tiga kali di bulan puasa, yaitu waktu Magrib, Isya, dan waktu Subuh. Di luar bulan puasa, mereka hanya satu hari dalam seminggu melakukan ibadah, yaitu pada hari Kamis dan atau Jumat, meliputi waktu Asar. Untuk urusan ibadah lainnya biasanya dilakukan oleh pemimpin agama mereka; para kiai dan penghulu. Para penganut Islam-Wetu telu membangun Masjid (tempat ibadah) mereka dengan gaya arsitektur khas Suku Sasak; dari kayu dan bambu, dengan bagian atapnya terbuat dari jenis alang-alang atau sirap dari bambu. Dengan denah berbentuk persegi empat dan bagian atap seperti piramid bertumpang yang disangga dengan tiang-tiang, beberapa ahli menilai arsitektur masjid ini mirip dengan Arsitektur masjid lama di Ternate dan Tidore.
Gambar 6. Bangunan Masjid Suku Sasak
RANCANGAN MASJID TAHAN GEMPA
Pada tahap pasca bencana terdapat kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana. Dalam siklus penanggulangan bencana, DMI bekerjasama dengaan IAI berkepentingan untuk melakukan kegiatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi paca bencana gempa di Lombok.
Gambar 7. Siklus Penanggulangan Bencana
Gambar 8. Lingkup Kegiatan Rehabilitas dan Rekonstruksi Pasca Bencana
Tabel1. Indikator Capaian Perbaikan Sarana Pasca-Bencana
Dalam konteks kelembagaan DMI dan bencana gempa Lombok serta berdasaarkan indikator capaian perbaikan sarana pasca bencana, maka potensi keterlibatan DMI dalah masa rehabilitasi dan rekonstruksi adalah utuk mendukung program pemerintah dalam mencapai perbaikan Sarana Wilayah Pasca Bencana, terutama terkait dengan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi (rehab-rekon) fasilitas atau sarana umum peribadatan seperti mushola dan masjid. Adapun potensi lain adalah kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi adalah sarana kesehatan, perekonomian, pendidikan, dan perkantoran.
Berdasarkan klasifikasi kerusakan bangunan masjid maka terdapat kategori kerusakan ringan, sedang, dan berat. Selanjutnya kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi masjid oleh DMI adalah sebagai berikut:
1. Masjid Rusak Ringan
Untuk masjid rusak ringan, selain dihitung jumlahnya maka perlu melakukan identifikasi kerusakan nya sehingga bisa dikaetahui jenis rehabilitas atau perbaikan kecil yang akan dilakukan. Oleh karena itu DMI dan IAI perlu melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi dan pemerintah untuk memperoleh hasil identifikasi kerusakan kecil pada masjid yang terdampak gempa Lombok.
2. Masjid Rusak Sedang
Pada masjid rusak sedang, selain dihitung jumlahnya maka perlu melakukan identifikasi kerusakan tingkat sedang yang terjadi sehingga bisa diketahui jenis rehabilitas atau perbaikan tingkat sedang yang perlu dilakukan. Oleh karena itu DMI dan IAI perlu melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi dan pemerintah untuk memperoleh hasilidentifikasi kerusakan sedang pada masjid yang terdampak gempa Lombok.
3. Masjid Rusak Berat/Roboh
Pada masjid rusak berat atau roboh, selain perlu memperoleh data masjid yang roboh, maka DMI dan IAI akan melakukan secara teknis bantuan secara crass program untuk membangun masjid tingkat lingkungan sebanyak 5 buah masjid percontohan yang bisa dibangun secara cepat dengan material kombinasi fabrikasi dan material alami tradisional yang terdapat di lokasi.
Ditinjau dari hirarki masjid terdapat 1) masjid Raya atau masjid Agung, 2) masjid Jami’, dan 3) masjid Lingkungan. Sedangkan pada tahap rekonstruksi pasca bencana gempa Lombok, DMI bersama IAI perlu membuat rancangan masjid percontohan,dimana perancangan masjid difokuskan pada kategori masjid dengan kerusakan berat/roboh dengan penyelesaian rekonstruksi atau pembangunan kembali bangunan masjid di tingkat kampung atau lingkungan. Sebagai alternatif, disini dirancang sebuah usulan masjid lingkungan/kampung dengan ukuran 12m x 12 m yang mencakup ruang jemaah putra, jemaah putri, mihrab, dan kelengkapan tempat wudhu wanita dan pria. Diperkirakan masjid percontohan ini akan mampu menampung jamaah sebanyak 180 – 200 orang.
Konsep Rancangan Masjid didasarkan atas bentuk masjid suku Sasak:
Gambar 9. Konsep Perancanagan Masjid Percontohan dengan kapasitas 180 – 200 jamaah.
Adapun masjid percontohan tersebut memiliki spesifikasi sbb:
- Masjid dibangun dengan konstruksi utama baja ringan
- Pondasi batu kali setempat ukuran 1m x 1m dengan dukungan sloof 20 x 25 cm2
- Atap: jerami, genteng, metal roof, sirap dsb. atau sesuai aspirasi masyarakat
- Dinding: gedeg, bambu bilah, atau sesuai aspirasi masyarakat
Kostruksi utama masjid bisa dibangun dengan waktu satu bulan dan biaya struktur utama baja ringan MAGNA sebesar Rp. 190.000.000,- (seratus sembilan puluh juta rupiah).
PENUTUP
- Posko DMI dan IAI terintegrasi.
- Masjid tahan gempa memperhatikan : CEPAT, MUDAH, LOKAL, TAHAN GEMPA & AKUSTIK MASJID.
- Rekonstruksi masjid tahan gempa dilaksanakan oleh fabrikasi sesuai dengan bahan yang dibutuhkan dimana pelaksaan dilakukan bersama masyarakat.
- Sebelum pelaksanaan rekonstruksi, masyarakat dapat diberi pelatihan teknik pembuatan bangunan masjid tahan gempa dengan konstruksi utama misalnya baja ringan.
- Koordinasi perwakilan DMI dan IAI Bapak Rachmad Widodo Nomor HP. 0816 1336813.
- Pelaksanaan pelatihan dilakukan atas kerjasama antara DMI, IAI dan universitas-universitas di Lombok.
LAMPIRAN
Gambar 10. Model 3D Konstruksi Utama Bangunan Masjid Percontohan Tahan Gempa
A. Parameter bangunan masjid : |
1. Panjang : 12 m
2. Lebar : 12 m
3. Tinggi : 4.5 m
4. Sudut atap : 20°
B. Parameter Design :
1. Dead Load (DL) for roof : 15 kg/m2
2. Live Load (LL) for roof : 25 kg/m2
3. Wind Load (WL) menggunakan peraturan SNI 03-1727- 2013, min. 36 m/s
4. Gempa : menggunakan peraturan SNI 1726 – 2012
Data Untuk lokasi lombok utara berdasarkan data puskim spektra:
Percepatan Baaatuan Gempa (PGA) (g) 0.444
Koefisien Gempa dari Spektrum Lombok:
SS (g) 1.005
S1 (g) 0.409
FA 0.900
FV 2.400
Tabel 2. Faktor Keamanan Defleksi
Narasumber:
Ir. Suparwoko, MURP. PhD., IAI – MAGISTER ARSITEKTUR, UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
Ir. Wim Kadaryono, IKATAN ARSITEK INDONESIA