Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah menyatakan sikap tegas negaranya yang mengakui Jerusalem sebagai Ibukota Israel. Penegasan Trump tersebut juga akan diikuti dengan pemindahan kantor Kedubes AS di Tel Aviv, Ibukota Israel, ke Jerusalem.
Hanya dalam hitungan jam usai deklarasi pengakuan Jerusalem tersebut, dunia internasional merespons keras keputusan kontroversial tersebut.
Menurut Direktur Pusat Kajian Timur Tengah dan Duni Islam (PKTTDI) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Hery Sucipto, keputusan Trump tersebut sebagai sebuah petaka dunia internasional.
“Sikap Trump itu tidak saja ceroboh dan kesalahan vatal mengingat dia mengabaikan berbagai kesepakatan tentang perdamaian Palestina-Israel, serta konstitusi internasional yang terkait konflik kedua negara tersebut. Tapi juga, keputusan Trump menunjukkan ketidak-konsistenan Amerika dalam memediasi upaya damai Palestina-Israel,” jelas Hery, dalam rilis tertulisnya, Kamis (7/12).
Dalam pandangan dia, konflik antara Palestina dan Israel yang sudah menahun dan tak kunjung selesai itu menjadi episentrum dari konflik di Timur Temgah dan bahkan dunia.
“Masalah pendudukan Israel di Palestina serta soal kemerdekaan Palestina bukanlah persoalan Palestina dan Israel, tapi adalah persoalan dunia. Palestina merdeka sebagai harga mati adalah soal martabat dunia Islam dan masalah internasional. Ini harus dimengerti semua pihak,” lanjut Hery.
Anggota Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional (LHKI) PP Muhammadiyah ini menyebut langkah Trump sebagai kesalahan vatal dan cacat sejarah Amerika yang selama ini mempelopori terwujudnya perdamaian dunia.
Namun demikian, alumnus Al-Azhar Mesir itu tidak heran dengan sikap Presiden Trump yang kerap mengambil langkah dan kebijakan kontroversial. Banyak negara, kerap tidak sepakat dengan langkah kontraproduktif yang ia ambil. Bahkan dalam keputusan kali ini soal pengakuan Jerusalem sebagai Ibukota Israel, hanya lima negara saja yang mendukung langkah Trump tersebut.
Sebenarnya, lanjut Hery, Trump sudah berkali-kali diingatkan soal isu Jerusalem yang sangat sensitif bagi dunia Islam tersebut. Ia bahkan mendapat informasi valid, sebelum mengambil keputusan tersebut, pihak CIA dan Kemlu Amerika sudah memperingatkan dan berusaha keras mencegah Trump agar tidak mengambil keputusan pengakuan terhadap Jerusalem. Namun, kata informasi tersebut, Trump tidak berdaya karena desakan dan kekuatan lobi Yahudi yang menguasai Konggres, serta adanya deal tertentu atas keputusan tersebut.
“Saya percaya informasi penting tersebut. Sejak naik jadi Presiden, Trump menunjukkan sikap abai terhadap kepentingan dan perdamaian dunia. Maka dengan kebijakannya tersebut, Trump bukan saja telah membuyarkan upaya perdamaian dunia, tapi juga telah memproduksi instabilitas internasional,” paparnya.
Sementara itu, Hery mengapresiasi sikap cepat dan tegas Pemerintah Indonesia yang siang tadi mengeluarkan sikap resmi menanggapi kebijakan Trump tersebut.
Kecaman dan penolakan keras Pemerintah, serta upaya nyata yang segera diambil Pemerintah Jokowi-JK, jelas Hery, adalah cermin dari amanat konstitusi negara, yakni ikut mewujudkan perdamaian dunia serta wujud dari implementasi Politik Bebas Aktif.
Menurut dia, sikap cepat dan tegas Pemerintah juga telah menutup pihak-pihak tertentu yang bisa saja memanfaatkan masalah Palestina untuk kepentingan politik tertentu, termasuk untuk menggerus kepercayaan publik terhadap Pemerintah dengan dalih respon yang lambat dari Pemerintah.
“Masalah Palestina ini selalu sensitif dan kerap dijadikan komoditi politik kelompok tertentu. Apalagi sebentar lagi kita akan menghadapi tahun politik, ada Pilkada serentak dan Pileg serta Pilpres serentak. Ini harus cepat diantisipasi,” papar Hery.
Ia berpendapat, politik SARA sangat mungkin dimainkan dalam isu Palestina dan Jerusalem ini. Untuk itu, ia menghimbau Pemerintah dan aparat agar waspada karena politik SARA dalam beberapa waktu belakangan kerap dimainkan pihak-pihak tertentu dan tak bertanggungjawab.
“SARA ini berbahaya bagi kebhinnekaan dan kelangsungan kita sebagai bangsa yang menjunjung pluralitas dan keragaman,” pungkasnya.
Penulis: Hery Sucipto