DMI.OR.ID, CIREBON – Kesenjangan ekonomi yang sangat tinggi di Indonesia telah menimbulkan keprihatinan banyak pihak, termasuk jajaran Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Apalagi jumlah warga Nahdliyin diprediksi mencapai lebih dari 90 juta jiwa dan mayoritas termasuk kelompok masyarakat miskin.
Apalagi jarak antara ‘si kaya’ dan ‘si miskin’ semakin lebar. Hal ini dapat dilihat dari indeks rasio gini yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Apalagi sebagian besar sumber daya dan kekayaan negara hanya dikuasai oleh segelintir orang saja.
Terkait hal ini, Chief Executive Officer (CEO) CT Corp, Prof. Dr.(h.c.). H. drg. Chairul Tanjung, M.B.A., menyatakan bahwa sesuai data yang dirilis majalah Forbes pada tahun 2015, dari 50 orang terkaya di Indonesia, ternyata hanya delapan orang yang beragama Islam. Adapun sisanya beragama non-Muslim.
“Dari 50 orang terkaya di Indonesia, berdasarkan ranking yang dikeluarkan majalah Forbes, hanya delapan orang yang beragama Islam. Kondisi serupa dialami perusahaan-perusahaan swasta besar Indonesia yang sudah go public, ternyata sebagian besar dipimpin oleh non-Muslim,” tutur Chairul Tanjung pada Ahad (24/7) siang.
Tepatnya, dalam apat Pleno Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang berlangsung sejak Ahad (24/7) hingga Senin (25/7) di Pondok Pesantren Khas Kempek, Palimanan, Kabupaten Cirebon, dengan tema: Meneguhkan Islam Nusantara Menuju Kemandirian Ekonomi Warga.
Menurutnya, penyebab rendahnya kompetisi adalah rendahnya pendidikan bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam. “Lebih dari 40 persen tenaga kerja Indonesia lulusan Sekolah Dasar (SD) atau bahkan tidak tamat SD,” papar Chairul.
Jika hendak membuat universitas, lanjutnya, pondok pesantren harus fokus di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Apalagi lulusan perguruan tinggi saat ini didominasi oleh ilmu-ilmu sosial dan agama.
“Fokus kepada ilmu pengetahuan dan teknologi bukan berarti meninggalkan ilmu agama,” jelas pengusaha nasional yang juga masuk dafar orang terkaya kelima di Indonesia versi majalah Forbes tahun 2015.
Chairul Tanjung juga membagi kiat-kiat suksesnya dalam berwirausaha, yakni harus dimulai dari awal dan sejak usia dini karena tidak ada yang instant di dunia ini
“Untuk bisa berhasil sebagai seorang wirausaha, harus dimulai dari awal sebagaimana pengalaman saya yang sudah berjualan es mambo sejak SD. Di sisi lain, ada banyak hal yang harus diperbaiki seperti anggapan miskin sebagai takdir,” ungkapnya.
Menurutnya, persoalan disiplin dan tepat waktu serta maraknya budaya instant menjadi masalah serius di Indonesia sehingga sektor kewirausahaan kurang diminati.”Budaya instant hanya menyelesaikan persoalan di permukaan saja,” paparnya.
“Budaya-budaya yang tidak mendukung kemajuan menyebabkan ummat tidak mandiri. Kalau umat tidak mandiri, Islam Nusantara tidak jadi,” tegasnya.
Padahal, jelasnya, di negara-negara maju seperti Jepang dan Korea, budaya yang tidak baik seperti merengek-rengek dan minta bantuan hampir tidak ada lagi.
“Budaya seperti itu tidak akan mendorong seseorang menjadi tangguh, sebagaimana kupu-kupu yang dibantu keluar dari kepompongnya sehingga sayapnya rapuh ketika terbang,” ucapnya.
Berdasarkan pantauan DMI.OR.ID, rapat pleno ini dibuka secara langsung oleh Ketua Umum Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj, M.A., pada Senin (25/7), lalu dilanjutkan dengan pidato iftitah (pengantar) Rais Aam Syuriyah PBNU, DR. KH. Ma’ruf Amin, yang dibacakan oleh Wakil Rais Aam PBNU, KH. Miftahul Akhyar.
Dalam acara ini, turut hadir Wakil Ketua Umum PBNU, Prof. Dr. Ir. KH. Mochammad Maksum Machfoedz, M.Sc., sejumlah Ketua PBNU seperti Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Nuh, DEA., Dr. Drs. H. Ahmad Hanief Saha Ghafur, M.Si., dan Dr. KH. Marsudi Syuhud.
Hadir pula Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBNU, Dr. (Hc). Helmy Faishal Zaini, S.T., M.Si., Wakil Sekjen (Wasekjen) PBNU, Drs. H. Masduki Baidowi, M.Pd., dan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muslimat NU, Dra. Hj. Khofifah Indar Parawansa, M.I.P., yang juga Menteri Sosial RI, serta Khatib Aam Syuriyah PBNU, KH. Yahya Cholil Staquf.
Dalam sesi tanya jawab dengan para peserta, terlihat A’wan Syuriah PBNU, Drs. Tuanku Bagindo (Buya) H. Muhammad Letter, bertanya beberapa kali dan langsung dijawab oleh para narasumber.
Dalam kegiatan ini, PBNU juga menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Turut hadir Ketua KPK, Ir. H Agus Rahardjo, M.S.M. yang langsung menandatangani MoU itu dengan Ketua Umum PBNU, KH. Said Aqil Siradj.
Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani