DMI.OR.ID, JAKARTA – Republik Indonesia (RI) sedang menghadapi tiga macam tantangan radikalisme di tingkat global, yakni radikalisme ideologi agama, radikalisme politik, dan radikalisme kapital (modal), ditambah dengan masalah cuaca (alam) yang tidak bersahabat.
Wakil Presiden RI, DR. H. Muhammad Jusuf Kalla, menyatakan hal itu saat memberikan sambutan dalam acara Pengukuhan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Masa Khidmat 2015-2020 di Masjid Istiqlal, Jakarta, pada Sabtu (5/9) siang.
Kegiatan ini mengambil tema Dengan Doa dan Sholawat Kita Perkokoh Ukhuwah Wathoniyah, Menuju Indonesia Makmur dan Sejahtera, dan dirangkai dengan sholawat dan istighotsah untuk keselamatan bangsa.
“Radikalisme ideologi agama terjadi karena menggunakan agama (kekerasan atas nama agama) sebagai sarana meraih kekuasaan, lalu radikalisme politik karena ingin berkuasa (menghalalkan segala cara), seperti yang terjadi di Suriah, Mesir dan Libya. Di sana terjadi radikalisme politik yang saling bertentangan,” tutur Wapres pada Sabtu (5/9) siang.
Radikalisme kapital, lanjutnya, terjadi karena penguasaan kepada kekayaan dengan segala cara, seperti yang dilakukan ISIS (Islamic State of Iraq and Syam). Ketiga radikalisme itu bergabung dan terjadi di kawasan Timur Tengah. Ada pula pihak luar (asing) yang ingin menguasai politik di Timur Tengah.
“Pihak luar dan ISIS ingin menguasai politik dan menghancurkan negara-negara Islam (khususnya Timur Tengah), termasuk meguasai kapital dan kekayaan mereka. Tiga radikalisme ditambah ekstrimnya cuaca (alam), itulah yang menjadi tantangan kita semua,” jelas Wapres Kalla yang juga Mustasyar PBNU itu.
Menurutnya, bangsa Indonesia terhindar dari tiga radikalisme itu meskipun tetap ada permasalahan khilafiyyah (perbedaan yang tidak prinsip), politik dan ideologi.
“Anda lihat di bagian dunia lain, kalau Salat Jumat khawatir ada bom, puasa sulit dapat bahan makanan karena ekonomi susah. Mulai dari Timur Tengah, Pakistan, Afrika/ Alhamdulilah kita tidak mengalami hal itu,” ungkapnya.
Menurutnya, bangsa Indonesia terhindar dari tiga radikalisme itu karena semua masalah khilafiyyah, meskipun berbeda Idul Fitri dan Idul Adha, tetapi akhirnya salam-salaman. “Tidak ada masalah politik dan ideologi yang besar,” papar Wapres Kalla yang juga Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Dewan Masjid Indonesia (DMI) itu.
Sebagai bagian dari ummat yang besar ini, ungkapnya, NU sepatutnya menghadapi tantangan tiga radikalisme dan ekstrimnya cuaca ini. Mari beristighotsah untuk mewujudkan kemakmuran Indonesia dalam bidang perdagangan, pertanian, kerajinan dan industri
“NU harus mendorong masyarakatnya lebih produktif lagi. Kalau masyarakat (jama’ah) NU ada yang di pertanian, kerajinan, industri, harus lebih produktif, karena bangsa ini butuh produktivitas lebih tinggi lagi,” harap Wapres Kalla.
Apalagi, ucapnya, NU telah melewati fase-fase penting perjalanan negara jelang peringatan 100 tahun ini. NU berperan penting dalam meningkatkan keIslaman (keimanan), pembangunan, dakwah, sosial, politik dan ekonomi bangsa Indonesia. “Semua ini tentu telah dilalui NU dari masa ke masa, dalam berbagai periode kepengurusannya,” jelasnya.
Sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, lebih dari 200 juta penduduk Muslim, apalagi NU sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam terbesar di Indonesia, bersama Muhammadiyah, tentu menjadi ormas Islam terbesar di dunia.
“Sebesar-besarnya organisasi Islam di Malaysia, Saudi Arabia, Kuwait, Mesir dan negara-negara Timur Tengah lainnya, paling-paling anggotanya hanya berkisar 10-20 juta orang,” katanya.
Kondisi ini, ujarnya, tentu membuat pengurus NU menangggung besarnya organisasi, banyakya ummat yang akan dilayani serta ingin ditingkatkan kondisi ekonomi, sosial dan pendidikannya.
“NU mempunyai jamaah yang luar biasa, terbesar di dunia saya katakan. Tidak ada organisasi yang punya jamaah sebanyak 80 juta baik struktural maupun kultural,” ujarnya.
Persoalannya, lanjut Wapres, bagaimana agar yang 80 juta ini dapat termotivasi dan mendapat pendidikan yang terkontrol sehingga bisa menerapkan Islam Nusantara yang moderat, damai dan selalu mengambil jalan tengah (wasathiyyah).
Dalam kegiatan ini, hadir Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, H. Zulkifli Hasan, SE., MM., Rais A’am Syuriah PBNU, DR. KH. Ma’ruf Amin, Ketua Umum Tanfidziyah PBNU, Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj, MA., dan Menteri Agama, Drs. H. Lukman Hakim Saifuddin, dan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), H. Imam Nahrawi, S.Ag.
Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani