DMI.OR.ID, JAKARTA – Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia (RI), Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla, secara spontan menyatakan tidak setuju terhadap munculnya desakan permintaan maaf oleh pemerintah kepada korban peristiwa 1965 karena memiliki efek terhadap hukum.
Ketua Bidang Sarana Hukum dan Waqaf Pimpinan Pusat (PP) Dewan Masjid Indonesia (DMI), Drs. H. Muhammad Natsir Zubaidi, menyatakan hal itu dalam rilisnya kepada DMI.OR.ID, Ahad (28/6) siang. Tepatnya, dalam acara Buka Puasa Bersama Tokoh-Tokoh Islam dan PP DMI di kediaman resmi Wapres RI pada Sabtu (27/6) petang.
“Saya sudah sampaikan masalah adanya desakan permintaan maaf pemerintah kepada korban Peristiwa 1965. Alhamdulilah, Pak JK secara spontan tidak setuju karena memiliki efek terhadap hukum, misalnya harus membayar ganti rugi rumah-rumah yang dibakar dan lain-lain,” papar Natsir pada Ahad (28/6).
Menurutnya, desakan permintaan maaf itu sangat naif karen bagaimana mungkin Pemerintah RI harus meminta maaf kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) yang secaranyata memberontak terhadap pemerintah RI yang sah dan legitimate saat itu.
“PKI telah menculik dan membunuh jenderal-jenderal petinggi Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat (AD), tokoh-tokoh Islam, pemuda Islam dan pemuda nasionalis di berbagai daerah. Bahkan PKI telah melakukan pemberontakan dan pengkhianatan terhadp pemerintahan yang sah sebanyak dua kali,” tegas Natsir.
Tahun 1948 silam, lanjutnya, PKI dibawah pimpinan Muso telah melakukan pemberontakan Madiun (Madiun Affairs) terhadap pemerintahan yang sah. Mereka telah membunuh para Kiai di daerah Jawa Timur. “Bahkan waktu itu Bung Karno berpidato: Pilih PKI Muso atau pemerintahan Soekarno-Hatta !“, ungkapnya.
Pemberontakan PKI, lanjutnya, terulang kembali tahun 1965 silam, di bawah pimpinan Dipa Nusantara (DN) Aidit. Saat itu, PKI memberontak terhadap pemerintahan yang sah dan menamakan diri sebagai Gerakan 30 September PKI.
“Anehnya, saat ini PKI ingin melakukan pemutihan tagan berdarah, bahkan mendesak Presiden untuk meminta maaf kepada korban Peristiwa 65, seolah-olah PKI yang menjadi korban. Padahal, mereka telah menculik dan membunuh para Jenderal TNi AD di Jakarta,” jelas Natsir.
Sedangkan di Jawa Tengah dan beberapa daerah lainnya, ujarnya, PKI telah menculik tokoh-tokoh Islam dan nasionalis. Di Solo, PKI juga telah membunuh aktifis Pelajar Islam Indonesia (PII), Pemuda Muhammadiyah, Anshor dan aktivis Pemuda Marhaen (nasionalis).
“Akibat tindakan biadab PKI itu, maka rakyat bersama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) bersatu-padu menumpas Pemberontakan G30S/ PKI, ungkapnya.
Menurutnya, para aktifis dari Banser (Anshor) Nahdlatul Ulama (NU), KOKAM (Pemuda Muhammadiyah) dan Brigade PII pun bahu-membahu menumpas PKI sebagai arus balik, akibatnya justru rakyat yang menjadi korban akibat konflik horizontal itu.
Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani