DMI.OR.ID, JAKARTA – Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang menimbulkan ketidakseimbangan penguasaan ekonomi antara pelaku usaha yang besar dan pelaku usaha yang kecil sangat berbahaya bagi perekonomian Republik Indonesia (RI).
Wakil Presiden (Wapres) RI, DR. H. Muhammad Jusuf Kalla, menegaskan hal itu pada Senin (24/4), saat menutup Kongres Ekonomi Umat 2017 di hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta. Kongres ini mengangkat tema Arus Baru Ekonomi Indonesia dan diselenggarakan oleh Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat (KPEU) Majelis Ulama Indonesia (MUI).
“Ekonomi kita tumbuh, tapi timbulkan ketidakseimbangan penguasaan ekonomi. Bahaya untuk kedua belah pihak (pelaku usaha), baik kepada yang besar (punya) maupun yang kecil (tidak punya). Masalah-masalah yang kita hadapi ini timbul juga di banyak negara,” tutur Wapres Kalla pada Senin (24/4).
Menurutnya, ketimpangan atau kesenjangan ekonomi berpotensi menimbulkan konflik bagi suatu negara. Saat ini, banyak pihak semakin mengkhawatirkan dampak dari lebarnya kesenjangan ekonomi di Indonesia.
“Ancaman masalah ini semakin serius karena dapat mengganggu stabilitas negara, apalagi jika diimbangi dengan pemerintahan yang tidak adil, maka dapat menimbulkan permasalahan atau kehancuran,” jelas Wapres Kalla yang juga Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Dewan Masjid Indonesia (DMI) itu.
Untuk mengatasi hal ini, Wapres Kalla pun memberikan formulasi pertumbuhan ekonomi yang tepat guna dan tepat sasaran, yakni dengan berbagai pertumbuhan di sektor riil ekonomi, termasuk sektor usaha kecil dan menengah.
“Pertumbuhan ekonomi tidak bisa hanya mengandalkan komoditas seperti sawit dan batu bara, tetapi sektor usaha kecil dan menengah (ukm) juga harus ditumbuhkan. Itu yang akan mengurang kemiskinan dan ketidakseimbangan,” tegas Wapres Kalla yang juga Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Pusat itu.
Wapres Kalla pun memintan MUI untuk ikut terlibat aktif membantu pemerintah dalam menangani masalah besarnya kesenjangan ekonomi di Indonesia. “Saya harap MUI dan lembaga keagamaan Islam lainnya dapat bersinergi dengan pemerintah untuk mengatasi ketimpangan ekonomi,’ ucapnya.
Masalah Indonesia, lanjutnya, tidak bisa diselesaikan hanya dengan bicara. Tidak ada solusi yang dimuculkan dari sekedar berbicara. “Tapi, memang tidak bisa juga dilakukan tanpa ada kebijakan yang mendorong pemerataan ekonomi,” imbuhnya.
Wapres Jusuf Kalla menyampaikan hal ini di depan 400 peserta Kongres Ekonomi Ummat 2017 serta para undangan lainnya yang turut hadir, termasuk Wakil Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta terpilih 2017-2022, H. Sandiaga Salahuddin Uno, M.B.A.
Wapres Kalla pun memukul gong sebagai tanda berakhirnya Kongres Ekonomi Umat 2017. Wapres turut didampingi oleh Ketua Umum Dewan Pimpinan MUI Pusat, DR. KH. Makruf Amin, yang juga Rais A’am Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Turut mendampingi Wapres Kalla yakni Ketua Panitia Pelaksana Kongres Ekonomi Umat 2017, Dr. Ir. H. Lukmanul Hakim, M.Si., yang juga Ketua Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI, serta Ketua Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat MUI, H. Muhammad Azrul Tanjung, M.Si.
Dari 400 undangan itu, beberapa diantaranya ialah pengurus PP DMI, yakni Ketua PP DMI dan Ketua Departemen Sarana, Hukum, dan Waqaf, Drs. H. Muhammad Natsir Zubaidi, dan Dr. H. Nadjamuddin Ramly, M.Si.
Turut hadir Anggota Departemen Pengembangan Ekonomi Ummat (PEU) dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) PP DMI, Ir. H. Sugiono, S.E., dan Sekretaris Departemen Komunikasi, Informasi (Kominfo), Hubungan Antar Lembaga (Hubla) dan Luar Negeri (LN) PP DMI, H. Hery Sucipto, Lc., M.M.
* Dikutip dari berbagai sumber berita
Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani