DMI.OR.ID, DEPOK – Terdapat empat pertanyaan penting yang harus dijawab oleh para ilmuwan, ahli, dan akademisi dalam hal kebencanaan, baik bencana alam maupun bencana akibat ulah manusia seperti banjir bandang dan longsor. Khususnya terkait intensitas (besaran dan pusat) gempa dan dampak gempa seperti korban jiwa dan luka-luka.
Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia (RI), DR. H. Muhammad Jusuf Kalla, menyatakan bahwa berdasarkan pengalamannya selama 17 tahun menangani berbagai macam bencana alam di Indonesia, terdapat empat pertanyaan yang harus dijawab oleh para ilmuwan, peneliti, akademisi, dan praktisi kebencanaan, yakni kapan, dimana, kenapa, dan bagaimana bencana itu terjadi.
“Jadi (ada) empat hal yang harus dijawab para peneliti, akademisi, praktisi dan lainnya adalah apa, dimana, kenapa dan bagaimana? Iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) harus mampu memprediksi secara tepat,” tutur Wapres Kalla pada Senin (8/5) di Balairung Kampus Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat (Jabar), seperti dikutip dari laman www.republika.co.id.
Tepatnya, saat memberikan kata sambutan dan membuka kegiatan Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) Riset Kebencanaan Keempat Tahun 2017. Kegiatan ini berlangsung sejak Senin (8/5) hingga Rabu (10/5) dan mengambil tema: Peran Masyarakat bagi Pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs): Kontribusi Pemangku Kepentingan untuk Penurunan Risiko Bencana.
Acara ini diselenggarakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), dan Ikatan Ahli Bencana Indonesia (IABI), serta didukung penuh oleh Rektorat UI, dan Kementerian Riset, Teknologi (Kemenristek), dan Pendidikan Tinggi (Dikti) RI.
“Kenyataanya, intensitas gempa tidak selalu simetris dengan korban gempa. Misalnya, gempa (sebesar) 6,3 Skala Richter (SR) di Yogyakarta dan Jawa Tengah, tahun 2006 lalu, menelan korban 5.700 jiwa meninggal dunia. Sedangkan gempa (sebesar) 7,6 SR di Sumatra Barat menyebabkan 1.700 orang meninggal dunia,” ungkap Wapres Kalla.
Menurut Wapres Klla yang juga Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Dewan Masjid Indonesia (DMI) itu, dampak gempa bumi sangat tergantung pada tiga hal, yakni lokasi, waktu, dan kondisi terdampak gempa.
“Di Yogyakarta, penduduknya lebih padat, rumah beratap genteng, dan kejadian pada subuh. Sedangkan gempa di Sumatra Barat terjadi pada sore hari dengan populasi penduduk yang tidak sepadat di Jawa,” paparnya.
Pengalaman menangani bencana ini diperoleh langsung oleh Wapres kalla saat berada di lapangan dalam menangani bencana. Dalam 17 tahun terakhir, ia pernah menjadi Menteri Koordinator (Menko) Kesejahteraan Rakyat (Kesra) di masa Presiden Keima RI, DR. Hj. Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri pada 2013 lalu.
Wapres Kalla juga menjabat sebagai Ketua Badan Koordinasi Nasional (Bakornas) Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (PBPP) RI pada 2013 silam. Lalu ia pun mendapat amanat sebagai Ketua Umum Palang Merah Inddonesia (PMI) Pusat hingga kini. Ia terjun langsung menangani tsunami Aceh, serta gempa bumi di Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Sumatera Barat.
“Untuk dapat mengatasi bencana, ada tiga tahapan yang harus dilakuan. Pertama, tanggap darurat dengan prioritas penyelamatan korban. Kedua, rehabilitasi, dan Ketiga, rekonstruksi. Pasca tsunami Aceh, pemerintah menetapkan tanggap darurat selama tiga bulan, rehabilitasi selama tiga bulan dan rekonstruksi selama tiga tahun. Hal yang sama juga dilakukan pasca gempa Yogyakarta,” ucapnya.
Wapres Kalla pun menjelaskan apresiasi dunia internasional terhadap kecepatan pemerintah RI dalam proses tanggap darurat bencana dan rekonstruksi di lokasi bencana. Bahkan, cepatnya penanganan bencana ini menjadi contoh dunia.
“Alhamdulilah, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memberikan penghargaan Global Champion for Disaster Risk Reduction kepada Pemerintah RI atas cepatnya penanganan bencana,” papar Wapres Kalla.
Wapres Kalla pun meminta para akademisi, praktisi, peneliti, dan pakar kebencanaan untuk meningkatkan kesadaran dalam hal inovasi dan riset tentang bencana sehingga korban akibat bencana dapat dikurangi.
Dalam rangkaian acara ini, Wapres Jusuf Klla juga meresmikan acara Launching Buku Khutbah Kebencanaan yang dibuat dengan kerja sama antara DMI, BNPB, dan IABI. Buku itu berjudul Bunga Rampai Khutbah Kebencanaan Pengurangan Resiko Bencana. Wapres Kalla juga didampingi oleh Rektor UI, Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Anis, M.Met., saat membuka acara.
Turut hadir sejumlah pengurus PP DMI, yakni Wakil Ketua Umum PP DMI, Drs. KH. Masdar Farid Masudi, M.Si., Ketua PP DMI, Drs. H. Andi Mappaganty, M.M., dan Drs. H. Muhammad Natsir Zubaidi, Sekretaris Jenderal PP DMI, Drs. H. Imam Addaruquthni, M.A., dan Sekretaris PP DMI, Ir. H. Ifan Haryanto, M.Sc., Ph.D.
Hadir juga Bendahara PP DMI, H Syaifuddin Nawawi, S.H., dan Dra. Hj. Dian Artida, dan Sekretaris Pemberdayaan Organisasi dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) PP DMI, Drs. H. Khusnul Khuluk, M.M., serta Ketua Departemen Pengembangan Ekonomi Umat (PEU) dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) PP DMI, H. Iskandar Sulaiman, S.E., M.Si.
Hadir pula Wali Kota Depok, KH. DR. Mohammad Idris Abdul Shomad, M.A., dan Kepala BNPB, Laksamana Madya (Laksdya) TNI Willem Rampangilei yang ikut memberikan kata sambutan dalam kegiatan ini.
Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani