Salah satu masjid fenomenal yang mampu memadukan arsitektur tradisional dan modern di kota Bandung ialah Masjid Raya Bandung. Masjid ini berlokasi di Jalan Asia Afrika, Kelurahan Balonggede, Kecamatan Regol, Kota Bandung, Jawa Barat (Jabar). Masjid ini mulai dibangun pada tahun 1810 Masehi (M) dan selesai seluruhnya pada tahun 1812 (M) saat Bandung dipimpin oleh Bupati Bandung IV, Raden Adipati Aria (RAA) Wiranatakoesoemah II. Ia berkuasa sejak tahun 1794 – 1829 M dan saat itu dianggap sebagai Bapak Pendiri Kota Bandung oleh warga pribumi setempat. RAA Wiranatakoesoemah II juga mendapat julukan Dalem kaum Bandung I.
Alhamdulillahi Rabbil A’lamin, penulis berkesempatan untuk berkunjung ke Masjid Raya Bandung untuk menunaikan ibadah sholat fardhu (wajib) Isya berjamaah sekaligus berwisata di alun-alun Kota Bandung pada Ahad (30/7) malam. Alun-alun dengan rumput sintetis ini terletak tepat di depan Masjid Raya Bandung sehingga juga berfungsi ganda sebagai halaman masjid. Saat itu, terlihat ratusan orang yang terdiri dari anak-anak, ibu-ibu, dan bapak-bapak sedang duduk-duduk dan bergembira sembari bercengkerama satu sama lain di atas rumput sintetis alun-alun itu.
Terdapat pula peraturan tentanga larangan menggunakan alas kaki seperti sendal atau sepatu saat berada di atas rumput sintetis itu. Termasuk peraturan tidak tertulis (konvensi) tentang larangan meludah sembarangan di atas rumput sintetis. Selain itu, puluhan penjaja makanan dan mainan anak-anak terlihat aktif berjualan di sekeliling alun-alun itu, bahkan masuk ke dalam alun-alun untuk menjual dagangannya. Terlihat anak-anak itu asyik bermain balon tiup, gelembung sabun, pesawat mainan, dan ada juga yang sedang makan makanan ringan seperti cakue, gorengan tahu dan bala-bala (bakwan), siomay dan ketoprak.
Kondisi alun-alun di depan halaman Masjid Raya Bandung ini mengingatkan penulis tentang salah satu fungsi utama masjid untuk memakmurkan jama’ah dan masyarakat di sekitar masjid, yakni sebagai pusat aktifitas perekonomian masyarakat. Hal ini juga sesuai dengan visi Dewan Masjid Indonesia (DMI) di bawah kepemimpinan DR. H. Muhammad Jusuf Kalla, yakni memakmurkan dan dimakmurkan masjid.
Berdasarkan pantauan DMI.OR.ID, terdengar bedug dipukul sebanyak enam kali di bagian utama (suara besar) oleh marbot masjid sebelum azan Isya berkumandang dengan indah dan khidmatnya oleh muadzin masjid. Termasuk beberapa kali pukulan di bagian samping bedug (suara kecil) secara bergantan dengan suara besar bedug itu sebelum adzan. Seketika, angka enam dalam jumlah pukulan bedug itu mengingatkan penulis dengan enam poin rukun Iman yang diyakini oleh ummat Islam.
Masjid yang memiliki ruang bawah tanah untuk parkir kendaraan bermotor para jamaah ini juga unik karena ruang utamanya berbentuk 12 sisi dinding dengan jumlah 10 tiang, setiap sisi memiliki satu tiang di sudutnya. Dua diantara tiang-tiang itu menjadi satu dengan mihrab masjid, yang berfungsi sebagai penunjuk arah kiblat sekaligus tempat imam untuk memimpin sholat berjama’ah. Hal unik lainnya, kubah utama masjid tidak memiliki gantungan lampu atau pun gantungan speaker masjid. Lampu-lampu hanya terdapat di bagian samping dan belakang kubah utama masjid.
Adapun di bagian serambi masjid, terdapat 10 tiang di sebelah kanan (barat) serambi utama masjid dengan formasi 4-1-4-1 dari bagian belakang hingga ke bagian depan. Susunan tiang yang sama dengan formasi serupa juga terdapat di sebelah kiri (timur) serambi utama masjid. Jadi terdapat total 20 tiang di bagian serambi Masjid Raya Bandung. Dalam filosofi kebudayaan Jawa dan Sunda, angka 10 melambangkan kemahasempurnaan yang hanya menjadi sifat sang Khaliq (Maha Pencipta), Allah SWT. Sedangkan formasi 4-1-4-1 jika ditambahkan sama dengan lima yang menngingatkan penulis terhadap lima rukun Islam.
Adapun mimbar Masjid Raya Bandung terbuat dari kayu jati dengan model konstruksi kubah berukuran kecil di bagian atas yang ditopang dengan empat buah tiang. Mimbar ini terletak di sebelah kanan bagian tengah mihrab masjid. Masiid yang didominasi dengan warna putih ini juga memiliki permadani berwarna merah sebagai tempat (sajadah) untuk menunaikan ibadah sholat, lengkap dengan garis batas berwarna kuning sebagai penanda shaf (barisan) sholat. Para jama’ah pun merasa nyaman saat beribadah di dalamnya karena permadani ini cukup tebal.
Ada juga lafadz Allah Subhanahu Wata’ala dan Rasulullah Muhammad SAW di sebelah kanan dan kiri atas mihrab. Mihrab ini pun memiliki ukir-ukiran kaligrafi ayat-ayat suci al-Qur’an berwarna kuning emas di bagian atas sebelah kanan dan kirinya. Saat itu, penulis juga melihat puluhan jamaah mengikuti sholat Isya berjama’ah sehingga dua bagian shaf terdepan terisi penuh dari ujung ke ujung, sedangkan shaf ketiga hanya terisi tiga perempat bagian. Adapun ruangan untuk berwudhu dan toilet masjid terdapat di ruang bawah tanah (basement) yang berukuran cukup luas dan memiliki akses langsung ke dalam masjid dengan tangga. Ruangan ini terbuat dari marmer dan bisa menampung puluhan jama’ah untuk berwudhu dan ke toilet.
Selain itu, penulis juga melihat koridor panjang di depan Masjid Raya Bandung yang berlantai paving block dan dapat ditelusuri sambil berjalan kaki. Koridor panjang ini berbatasan langsung dengan alun-alun di depan Masjid Raya Bandung, termasuk lima pintu masuk di ruang utama masjid dan 10 pintu masuk lainnya di bagian kiri pintu utama masjid.
Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani