DMI.OR.ID, JAKARTA – Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Prof. Dr. H. Siradjuddin (Din) Syamsuddin, MA., menyatakan krisis lingkungan hidup merupakan akibat dari krisis moral yang dialami ummat manusia.
“Krisis lingkungan hidup dengan berbagai manisfestasinya, seperti perubahan iklim dan pemanasan global, sejatinya adalah krisis moral karena manusia memandang alam sebagai obye, bukan subyek,” tutur Prof. Din Syamsuddin pada Jumat (19/2) siang, dalam rilisnya kepada DMI.OR.ID.
Menurut Ketua Dewan Pengarah Indonesia Bergerak Selamatkan Bumi (Siaga Bumi) ini, penanggulangan terhadap masalah lingkungan dan perubahan iklim harus menggunakan pendekatan moral.
“Pada titik inilah agama harus tampil berperan melalui kolaborasi lintas agama dan perlu dimulai dari rumah ibadah masing-masing,” tegas Din.
Keberhasilan menciptakan rumah ibadah yang ramah lingkungan, lanjutnya, merupakan penjelmaan dari hati bersih dan pikiran jernih umat beragama. “Hal ini merupakan titik tolak dalam upaya menciptakan negeri yang asri, nyaman, aman, dan sentosa,” papar Din.
Program Eco-Masjid ini turut didukung oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) karena sesuai dengan agenda kelima Nawa Cita, yakni Program Indonesia sehat, yang dicanangkan oleh Presiden RI, Ir. H. Joko Widodo. Program ini juga sesuai dengan arah kebijakan Kemenkes 2015-2019, yakni mengutamakan upaya promotif dan preventif.
Direktur Penyehatan Lingkungan, Kemenkes, dr. H Imran Agus Nurali, Sp.KO., menyatakan hal itu pada Jumat (19/2), dalam rilisnya kepada DMI.OR.ID.
“Salah satu kegiatan yang cukup efektif ialah melalui implementasi program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), sebagai pendekatan untuk mengubah perilaku higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan. Hal ini sangat penting untuk mendukung pemenuhan akses air minum dan sanitasi berkelanjutan.
“Berdasarkan survei yang dipublikasikan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), kondisi sanitasi yang baik dapat menekan biaya pengobatan keluarga sebesar Rp350 ribu per tahun,” ungkapnya.
Kondisi ini, lanjutnya, dapat menurunkan angka kematian bayi hingga 80 persen, dan menurunkan prevalensi penyakit berbasis lingkungan, khususnya insiden diare, hingga 70 persen.
Kondisi sanitasi yang baik, lanjutnya, berdampak pada menurunnya angka absensi (ketidakhadiran) murid ke sekolah, yang semula rata-rata delapan hari per tahun menjadi empat hingga lima hari per tahun. “Dampak lainnya adalah meningkatnya produktivitas orang dewasa sebesar 17 persen,” ucapnya.
“Memelihara kebersihan dan kesehatan, khususnya yang terkait dengan air, sanitasi, serta perilaku bersih sangatlah penting. Apalagi kerugian akibat sanitasi yang buruk diperkirakan mencapai Rp 56 triliun per tahun,” ujar Imran.
Imran menambahkan, kerugian itu termasuk hilangnya pendapatan karena tidak masuk kerja, menurunnya kunjungan wisatawan, biaya pengobatan, dan pengolahan air baku.
“Biaya sebesar itu dapat dialihkan untuk kegiatan produktif dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin,” pungkasnya.
Berdasarkan pantauan DMI.OR.ID, sejumlah organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam, yakni Dewan Masjid Indonesia (DMI), Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Majelis Az-Zikra bersama-sama meluncurkan Gerakan Nasional Eco-Masjid pada Jumat (19/2), bertempat di Masjid Az-Zikra, Bukit Az-Zikra, Sentul Selatan, Kabupaten Bogor.
Kegiatan ini diawali dengan beberapa sambutan dari Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pimpinan Pusat (PP) DMI, Drs. H. Imam Addaruqutni, M.A., Ketua Dewan Pimpinan MUI Pusat, KH. Muhyidin Djunaidi, Lc., M.A., dan Pembina Majelis Az-Zikra, KH. Muhammad Arifin Ilham.
Sebelumnya, dilakukan pembacaan kalam illahi oleh Ustaz H. Andi Rahman. Adapun Master of Ceremony (MC) acara ini adalah Ustaz Zayinil Haqqi. Keduanya berasal dari Masjid Az-Zikra.
Setelah pembukaan, acara berlanjut dengan Diskusi Panel yang menghadirkan beberapa pakar lingungan hidup. Diskusi ini mengambil tema Air, Sanitasi, Kebersihan, dan Kesehatan Lingkungan Berbasis Masjid.
Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani