Blokade ketat yang dilakukan Tentara Israel (IDF) sejak awal Maret 2025 memutus akses pangan dan obat-obatan, mengakibatkan ribuan orang di kamp-kamp pengungsi Jalur Gaza ke bencana kelaparan. Menanggapi situasi darurat ini, Dewan Masjid Indonesia (DMI) bersama mitra lokal di Gaza bergerak cepat mendistribusikan ribuan paket makanan siap saji dan air bersih.
Padahal, harapan sempat mengemuka. Kesepakatan gencatan senjata Israel-Hamas pada 19 Januari 2025 silam menjanjikan pembukaan blokade perbatasan Gaza via Mesir, Yordania, dan Suriah. Tapi janji itu pupus ketika serangan udara Israel kembali menghujani Gaza di minggu pertama Ramadan, mengubah kamp pengungsian yang dipenuhi perempuan dan anak-anak menjadi kuburan massal. Tak cukup dengan bom, blokade kemanusiaan diperketat: konvoi PBB berisi ribuan ton bahan pangan terpaksa mengantre berbulan-bulan di perbatasan Rafah.
Alihkan Sisa Dana Pembangunan Masjid
Proyek pembangunan 10 masjid semi-permanen DMI di Gaza—yang tiga di antaranya sudah berdiri di Shuja’iyya—terpaksa terhenti. Material bangunan tertahan di perbatasan Mesir. Melihat kondisi kritis ini, Ketua Umum DMI Jusuf Kalla mengambil langkah drastis: mengalihkan dana pembangunan masjid untuk program darurat pangan. “Air dan roti lebih mendesak daripada tembok masjid saat ini,” ujarnya dalam konferensi pers 11 April 2025.
Aksi tanggap darurat dimulai 14 April 2025. Di hari pertama, 3.000 pengungsi di Al-Daraj dan Shuja’iyya mendapat makanan panas; 2.500 lainnya meneguk air bersih di hari berikutnya. Bahan pangan sengaja dibeli dari produsen lokal untuk memutar roda ekonomi Gaza yang lumpuh. Program 15 hari ini bisa diperpanjang jika gencatan senjata tahap kedua gagal tercapai.
Donasi DMI
DMI membuka pintu donasi lewat rekening BSI 750-000-1008 (Solidaritas Al-Aqsha Gaza DMI) dan mengajak takmir masjid se-Indonesia menyisihkan kotak amal Jumat. “Ini ujian solidaritas umat,” seru Kalla. Di Gaza yang dikepung, setiap nasi bungkus bukan sekadar makan malam—tapi simbol bahwa dunia belum meninggalkan mereka.