Bila berkunjung ke Watampone, ibukota Kabupaten Bone, tidaklah lengkap jika anda belum menuaikan ibadah sholat di Masjid Raya Watampone. Lokasi masjid ini tidak jauh dari tempat kelahiran Muhammad Jusuf Kalla yang akrab disapa JK, Wakil Presiden (Wapres) Repubik Indonesia (RI), di Bukaka, Watampone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Masjid ini dibangun pada tahun 1944 pada masa pemerintahan Raja Bone ke-32, Andi Mappanyukki Sultan Ibrahim Matinro E-ri Gowa (1931-1946 M).
Masjid Raya Watampone juga menjadi salah satu situs sejarah Kerajaan Bone yang mengiringi perkembangan agama Islam di tanah Bugis, Bone. Meskipun bukan masjid tertua di Bone, namun arsitektur masjid ini bercirikan tradisional dengan atap susun tiga yang terbuat dari seng. Masjid ini pun tidak mempunyai kubah, meskipun di tengah masjid terdapat 43 tiang penyangga berdiameter 100 Cm yang hingga kini masih berdiri kukuh. Tiang-tiang itu terbuat dari beton dengan campuran pasir dan kuning telur ayam.
Tepat di samping mihrab Imam, terdapat mimbar bersejarah yang terbuat dari kayu hitam dengan corak perpaduan budaya Jawa dan China. Sedangkan di bagian depan mimbar terdapat rangkaian tulisan Arab berbahasa Bugis yang menceritakan sejarah pembangunan masjid dan mimbar. Konon kabarnya jantung tanah Bone merupakan tempat berdirinya majid ini dan posisinya ada di tempat yang agak tinggi.
Watampone, Ibukota Bone, juga menjadi tempat berdirinya monumen bertuliskan “Kota Kelahiran JK” dan sebuah tugu Arung Palakka di Lapangan Merdeka, Keberadaan air mancur di sekitar tugu pun semakin mempercantik kota Watampone. Kota Watampone dapat ditempuh dengan waktu sekitar lima jam perjalanan darat dari kota Makassar, Saat itu, Kamis (29/6), penulis menggunakan kendaraan Kijang yang menjadi kebanggaan Indonesia. Jalan yang ditempuh pun berkelok-kelok melintasi gunung dan berliku-liku melewati batu-batu besar. Jika kita tidak berhati-hati, maka dapat terperosok ke dalam beberapa jurang yang dalam di sepanjang perjalanan.
Sekitar satu jam sebelum memasuki kota Watampone, kita akan melewati terowongan Batu Sumpang Labbu yang teruat dari batu cadas. Terowongan ini terletak di Jalan Poros Makassar-Bone dan sering menjadi pilihan warga untuk menikmati panorama alam pengunungan yang indah sembari melintasi terowongan. Konon kabarnya, terowongan ini dibangun oleh Pemeirntah Kolonial Belanda untuk menghindari serangan pasukan Kerajaan gwa yang tidak menerima hasil dari Perjanjian Bongaya.
Sebelumnya, penulis juga berhenti sebentar untuk beristirahat di daerah Camba. Warung-warung kopi (warkop) di Camba sangat populer dengan aneka kuliner seperi mie siram dan gogos (sejenis lemper kalau di Jawa) yang biasanya dicampur dengan telur rebus atau telur setengah matang, ditambah kopi susu sehingga membuat badan segar kembali. Umumnya, orang yang berpergian ke Bone atau arah sebaliknya, menuju Makassar, akan berhenti di Camba. Camba berjarak sekitar dua jam perjalanan darat dari Kota Makassar.
Penulis juga sempat berhenti di Kabupaten Maros untuk membeli roti Maros, sejenis roti kaya khas Maros, sebagai oleh-oleh untuk keluarga sekaligus makanan untuk di perjalanan. Roti Maros ini diproduksi oleh home industry dengan cara tradisional. Roti pun semakin nikmat jika kondisinya masih hangat.
Liputan ini dibuat dalam rangka mendukung implementasi digitalisasi masjid dan Da’i Online pada aplikasi Dewan Masjid Indonesia (DMI) berbasis Smart Phone Tahun 2017.
Penulis: Achmad Sugiarto
Ketua Tim Implementasi Aplikasi DMI Berbasis Smartphone
Editor: Muhammad Ibrahim Hamdani