GP Anshor: Pembakaran Musholla Merupakan Perbuatan Biadab

DMI.OR.ID, JAKARTA – Pembakaran sebuah musholla dan lebih dari 70 kios di Kabupaten Tolikara, Provinsi Papua, merupakan tindakan biadab yang tidak dapat ditolerir dengan alasan apapun.

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Anshor, Drs. H. Nusron Wahid, SS, menyatakan seharusnya kasus seperti ini tidak perlu terjadi, apalagi saat ini sedang momentum lebaran yang harusnya saling memaafkan.

“Kami mengecam keras aksi pembakaran musholla dan 70 kios yan terjadi di Kabupaten Tolikara, Papua. Itu sungguh biadab dan mengusik rasa ketenangan sebagai sebuah bangsa,” tutur Nusron seperti dikutip dari http://nasional.news.viva.co.id.

Ketika umat Islam di Kabupaten Tolikara bersiap takbir saat salat Idul Fitri, Jumat (17/7) pagi, lanjutnya, sekelompok orang justru melempari jemaah. Akibatnya, beberapa kios dan rumah warga juga dibakar.

“Kebebasan beragama dan menjalankan ibadah dijamin oleh konstitusi negara ini. Siapapun dan atas nama apapun tidak boleh ada yang mengganggu, apalagi sampai membakar tempat ibadah,” papar Nusron Wahid, Jumat (17/7).

GP Anshor, paparnya, mendesak polisi harus mengusut tuntas aksi itu agar tidak melebar ke konflik dan kerusuhan yang mengatasnamakan agama. Apalagi, warga yang hendak melakukan salat Idul Fitri di Lapangan Koramil Tolikara terpaksa membubarkan diri karena takut menjadi sasaran amuk massa.

Menurutnya, meskipun peristiwa itu tidak memakan korban jiwa atau pun korban luka, tetapi sangat nyata tindakan itu melukai kehidupan umat beragama. Meskipun kondisinya sudah kondusif, namun aparat keamanan harus mengusut pelaku untuk mempertanggungjawabkannya di hadapan hukum.

“Jangan sampai kasus ini terus meluas menjadi konflik agama. Hukum harus ditegakkan dan negara wajib menjamin warganya dalam menjalankan ibadah,” tegas Nusron yang juga Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).

Nusron Wahid melihat kasus ini harus menjadi pembelajaran bagi bangsa Indonesia, bahwa tidak ada tirani minoritas dan diktator mayoritas. Kelompok mayoritas tidak boleh semena-mena.

“Harus ada empati. kelompok yang ada di basis Islam dan mayoritas Muslim tidak boleh sewenang-wenang, juga kelompok non Muslim yang mayoritas di basisnya jangan semena-mena,” jelas Nusron yang juga Anggota Departemen Sosial Kemanusiaan dan Kesejahteraan Ummat Pimpinan Pusat (PP) Dewan Masjid Indonesia (DMI) itu.

Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani

Bagikan ke :