DMI.OR.ID, BOGOR – Gagasan yang dibawa Aristoteles sangat berbeda dengan konsep wasathiyyah dalam Islam. Aristoteles melihat tindakan ekstrim sebagai suatu dosa. Penyebabnya, tindakan ekstrim dianggap terlalu berani, terlalu gegabah, juga berlebihan. Sedangkan di dalam Islam, wasathiyyah berarti sikap yang tidak terlalu keras, tetali juga tidak terlalu lembek, tidak terlalu kanan dan tidak terlalu kiri.
Imam Besar (Grand Syeikh) Al Azhar, Prof. Dr. H. Ahmad Muhammad Ath-Thayyib, menyatakan hal itu pada Selasa (1/5) pagi, seperti dikutip dari transkrip hasil ketik cepat pidato beliau dari jurnalis detik.com yang diterima dmi.or.id.
Tepatnya, saat menjadi pembicara utama (key note speaker) dalam pembukaan Konsultasi Tingkat Tinggi (KTT) Cendekiawan Muslim Dunia Tentang Islam Wasathiyah atau High Level Consultation of World Muslim Scholars on Wasathiyyat Islam di Istana Bogor, Kota Bogor, Jawa Barat.
“Dalam konsep Islam wasathiyyah, kita melihat bahwa di masing-masing pihak yang berbeda sikap itu masih terdapat kebaikan dan keburukan. Meskipun banyak ulama yang membandingkan antara (filsafat) Yunani dengan Islam, namun perbedaannya sangat besar, ” tutur Imam Besar Al Azhar.
Imam Besar Al-Azhar pun mengakui adanya persamaan dalam hal norma etika antara peradaban (filsafat) Yunani dengan Islam. “Persamaanya (dengan filsafat Yunani) ialah saat seorang Muslim terpaksa menerima sesuatu atau melakukan sesuatu yang tidak baik, yang jika tidak dikakukan maka sesuatu yang buruk akan muncul,” imbuhnya.
Menurut Imam Besar Al Azhar itu, konsep wasathiyyah dalam Islam tidak berlaku secara absolut. Misalnya, menjadi seseorang yang dermawan tidak perlu menjadi wasath atau ditengah-tengah.
“Kita diminta untuk memberi dan sebagai umat Islam dianjurkan untuk memberi tanpa perhitungan, tanpa perlu menyatakan bahwa anda telah menginfaqkan dana kepada orang-orang yang tidak mampu. Jika dilakukan, maka itu tindakan berlebihan,” paparnya.
Sebaliknya, lanjut Grand Syeikh Al Azhar, filosof Yunani melihat bahwa uang yang dikeluarkan seseorang merupakan suatu hal yang materialistis. “Sedangkan dana infak yang dikeluarkan, meskipun bertolak-belakang dengan kepentingan si pemberi, itu justru dianjurkan,” imbuhnya.
Konsultasi Tingkat Tinggi ini diselenggarakan oleh Kantor Utusan Khusus Presiden (UKP) RI untuk Dialog dan Kerja Sama Antar Agama dan Peradaban (DKAAP). Acara ini berlangsung pada Selasa (1/5) hingga Kamis (3/5) di Hotel Novotel, kota Bogor.
Berdasarkan jadwal acara yang diterima DMI.OR.ID, kegiatan ini menghadirkan UKP RI untuk DKAAP, Prof. Dr. H. Muhammad Siradjuddin Syamsuddin, M.A., yang juga Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat.
Acara pembukaan ini dihadiri pula oleh Presiden Forum Promosi Perdamaian Masyarakat Muslim, Prof. Dr. Abdullah bin Bayyah, yang juga Presiden Persatuan Cendekiawan Muslim Internasional.
Berdasarkan pantauan DMI.OR.ID., usai acara pembukaan KTT Islam Wasathiyyah, Presiden Joko Widodo mengajak seluruh ulama dan cendekiawan Muslim yang hadir untuk mendirikan sholat dzuhur berjama’ah di Masjid Jami’ Baitussalam, Istana Bogor. Para ulama dan cendekiawan Muslim itu terdiri dari 50 peserta asal Indonesia dan 50 peserta dari negara-negara lainnya,
Adapun sholat dzuhur berjama’ah dipimpin oleh Imam Besar Masjidil Haram, Saleh Abdullah M. bin Himeid, yang juga hadir dalam Konsultasi Tingkat Tinggi ini. Usai sholat dzuhur, Presiden Jokowi lalu mengajak seluruh peserta konsultasi tingkat tinggi itu untuk santap siang bersama di Green Garden Cafe, Kebun Raya Bogor, Kota Bogor, Jawa Barat.
Presiden Joko Widodo terlihat hadir dengan didampingi oleh Menteri Koordinator (Menko) Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) RI, Dra. Hj. Puan Maharani, Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Hj. Retno Lestari Priansari Marsudi, S.I.P., L.L.M., Menteri Agama (Menag) RI, Drs. H. Lukman Hakim Saifuddin, dan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prof. Dr. Drs. H. Pratikno, M.Soc.Sc.
Seperti dikutip dari laman https://m.antaranews.com, Konsultasi Tingkat Tinggi ini secara khusus dihadiri oleh Wakil Presiden (Wapres) Republik Islam Iran Bidang Wanita dan Urusan Keluarga, Dr. Masoumeh Ebtekar. Pasca pertemuan bilateral dengan Presiden Joko Widodo, Wapres Iran langsung menghadiri Pembukaan Konsultasi Tingkat Tinggi di Istana Kepresidenan Bogor.
Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani