DMI.OR.ID, BOGOR – Umat Islam harus bersatu padu dalam mengatasi berbagai permasalahan yang kini sedang kita hadapi di seluruh dunia. Tidak ada cara lain yang bisa dilakukan kecuali umat Islam harus bersatu untuk menghadapi penyakit kemiskinan, penyakit kemunduran ekonomi, dan tantangan dari luar berupa konpirasi kekuatan politik.
Imam Besar (Grand Syeikh) Al Azhar, Prof. Dr. H. Ahmad Muhammad Ath-Thayyib, menyatakan hal itu pada Selasa (1/5) pagi, di Istana Bogor, Kota Bogor, saat menjadi narasumber utama (key note speaker) dalam pembukaan Konsultasi Tingkat Tinggi (KTT) Cendekiawan Muslim Dunia Tentang Islam Wasathiyah atau High Level Consultation of World Muslim Scholars on Wasathiyyat Islam.
“Saya berharap agar KTT Islam Wasathiyyah ini dapat mengatasi perbedaan pendapat sekaligus menyatukan umat Islam. Umat Islam tidak memiliki cara lain untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi, kecuali dengan persatuan,” tutur Imam Besar Muhammad Ath-Thayyib pada Selasa (1/5) pagi, seperti dikutip dari hasil ketik cepat Jurnalis detik.com yang diterima dmi.or.id.
Tantangan ini, lanjutnya, dihadapi oleh umat Islam baik di belahan timur maupun barat. Umat Islam sedang mengidap penyakit yang sangat kritis, yaitu penyait kemiskinan, penyakit kemunduran ekonomi dan tantanga dari luar berupa konspirasi kekuatan politik. “Saya berharap umat Islam dapat mengandalkan negara-negara Islam untuk bersatu dalam menghadapi tantangan itu,” imbuhnya.
“Saya berharap dan berdo’a kepada Allah Subhanahu Wata’ala (SWT) agar umat Islam pulih dari penyakit dan tantangan tersebut, serta mampu menghadapi berbagai permasalahan itu, termasuk mengembalikan Yerusalem kepada rakyat yang berhak (Palestina),” ungkapnya.
Grand Syeikh Al-Azhar pun berdo’a agar perdamaian dapat segera terwujud di Palestina, di Rohingya (Myanmar), dan di seluruh dunia. Semoga Allah SWT mengangkat penderitaan mereka, penderitaan yang sudah berlangsung begitu lama dan dicatat oleh sejarah.
“Allah SWT akan melindungi mereka yang membela agamanya dan mereka yang memerangi agama Allah akan dibalas, kalau tidak di dunia maka di akhirat kelak,” jelasnya.
Menurutnya, banyak sekali ulama yang berpendapat bahwa konsep wasathiyyah Islam telah digunakan secara berlebihan dalam arus politik Islam. “Seolah-olah yang terjadi akhir-akhir ini, arus tersebut mengarah ke arah ekstrim sehingga perlu dilakukan penelaahan ulang terhadap konsep wasathiyyah,” ujarnya.
Terdapat juga kelompok-kelompok ekstrim Islam, lanjutnya, yang telah menggabungkan liberalisasi dengan ekstrimisme Islam. “Ini bukan sesuatu yang baik,” tegasnya.
Lebih lanjut, Imam Besar Al Azhar pun berharap agar pertemuan KTT Wasathiyyah Islam ini dapat melampaui batas-batas konsepsi dan harus menitikberatkan pada implementasi. “KTT Wasathiyyah Islam ini jangan (sekedar) menjadi sesuatu yang sifatnya emosional saja untuk melihat kebaikan dan sisi positif dari konsep wasathiyyah dalam ajaran Islam,” ucapnya.
KTT Wasathiyyah Islam ini, harapnya, sepatutnya mampu membangun framework (kerangka kerja) aqidah, syari’ah, dan akhlaq Islam, serta dapat membawa framework itu ke dunia nyata agar bisa digunakan umat Islam. “Wasathiyyah merupakan bentuk rahmat Allah kepada agama Islam, agama yang mudah,” katanya.
“Umat Islam yang pada dasarnya bersifat wasath, jangan sampai digunakan oleh kelompok-kelompk ekstrim untuk kepentingan mereka sendiri. “Mereka berlebihan dalam beragama,” serunya.
Imam Besar Al-Azhar yag telah tiga kali berkunjung ke Indonesia pun berpendapat bahwa perlu dilakukan reinterpretasi terhadap ontologi konsep wasathiyyah dan ayat-ayat Al-Qur’an yang terkait dengan konsep itu.
Konsultasi Tingkat Tinggi ini diselenggarakan oleh Kantor Utusuan Khusus Presiden (UKP) RI untuk Dialog dan Kerja Sama Antar Agama dan Peradaban (DKAAP). Acara ini berlangsung pada Selasa (1/5) hingga Kamis (3/5) dan berlangsung di Hotel Novotel, kota Bogor.
Berdasarkan jadwal acara yang diterima DMI.OR.ID, kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Presiden Republik Indonesia (RI), Ir. H. Joko WIdodo, dengan disaksikan langsung oleh UKP RI untuk DKAAP, Prof. Dr. H. Muhammad Siradjuddin Syamsuddin, M.A., yang juga Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat.
Hadir pula Presiden Forum Promosi Perdamaian Masyarakat Muslim, Prof. Dr. Abdullah bin Bayyah, yang juga Presiden Persatuan Cendekiawan Muslim Internasional.
Berdasarkan pantauan DMI.OR.ID., usai acara pembukaan KTT Islam Wasathiyyah, Presiden Joko Widodo mengajak seluruh ulama dan cendekiawan Muslim yang hadir untuk mendirikan sholat dzuhur berjama’ah di Masjid Jami’ Baitussalam, Istana Bogor. Para ulama dan cendekiawan Muslim itu terdiri dari 50 peserta asal Indonesia dan 50 peserta dari negara-negara lainnya,
Adapun sholat dzuhur berjama’ah dipimpin oleh Imam Masjidil Haram, Dr. Saleh Abdullah M. bin Himeid, yang juga hadir dalam Konsultasi Tingkat Tinggi ini. Usai sholat dzuhur, Presiden Jokowi lalu mengajak seluruh peserta konsultasi tingkat tinggi itu untuk santap siang bersama di Green Garden Cafe, Kebun Raya Bogor, Kota Bogor, Jawa Barat.
Presiden Joko Widodo terlihat hadir dengan didampingi oleh Menteri Koordinator (Menko) Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) RI, Dra. Hj. Puan Maharani, Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Hj. Retno Lestari Priansari Marsudi, S.I.P., L.L.M., Menteri Agama (Menag) RI, Drs. H. Lukman Hakim Saifuddin, dan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prof. Dr. Drs. H. Pratikno, M.Soc.Sc.
Hadir pula Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Dr. H. Muhammad Hidayat Nur Wahid, M.A., serta sejumlah cendekiawan Muslim Indonesia, yakni Prof. Dr. H. Muhammad Quraish Shihab, M.A., dan Prof. Dr. H. Komaruddin Hidayat.
Seperti dikutip dari laman www.antaranews.com, Konsultasi Tingkat Tinggi ini secara khusus dihadiri oleh Wakil Presiden (Wapres) Republik Islam Iran Bidang Wanita dan Urusan Keluarga, Dr. Masoumeh Ebtekar. Pasca pertemuan bilateral dengan Presiden Joko Widodo, Wapres Iran langsung menghadiri Pembukaan Konsultasi Tingkat Tinggi di Istana Kepresidenan Bogor.
Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani