DMI.OR.ID, JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) harus menggunakan Pendekatan Cerdas dan Cermat atau Smart Approach dalam menanggulangi aksi-aksi terorisme. Pendekatan ini sama seperti strategi diplomasi bebas aktif yang dilakukan para diplomat RI di luar negeri.
Ketua Pimpinan Pusat (PP) Dewan Masjid Indonesia (DMI) Bidang Sarana, Hukum, dan Waqaf, Drs. H. Muhammad Natsir Zubaidi, menyatakan hal itu pada Selasa (8/12) siang, dalam kegiatan bertajuk Implementasi Rencana Aksi Nasional (RAN) Blueprint Pencegahan Terorisme BNPT di Hotel The Acacia, Jakarta.
“Dalam menanggulangi berbagai rencana dan aksi terorisme, BNPT harus lebih mengutamakan pendekatan smart approach daripada Pendekatan Persuasif atau Soft Approach dan Pendekatan Koersif atau Hard Approach,” tutur Natsir pada Selasa (8/12) siang.
Pendekatan ini, lanjutnya, sama seperti strategis diplomasi bebas aktif yang dilakukan para diplomat RI di luar negeri. Dalam konteks ideologis, terorisme harus dihadapi dengan cerdas. Misalnya, melalui peran negara untuk tidak membiarkan masjid-masjid sepi dari kegiatan jama’ah, pengurus dan masyarakat di sekitarnya.
“Biasanya, masjid-masjid yang pengurusnya tidak aktif dan tidak involve (terlibat) dengan aktivitas jama’ah sangat rawan menjadi pusat gerakan terorisme. Termasuk masjid-masjid yang sepi dari kegiatan jama’ah dan masyarakat di sekitarnya,” ungkap Natsir.
Pemerintah, lanjutnya, memiliki otoritas dan kewenangan penuh untuk mencegah dan melakukan deteksi dini dalam menghadapi situasi ini. Pemerintah juga harus mewaspadai dan mengantisipasi muballigh-muballigh yang bukan penduduk asli (mukimin) di lokasi masjid, termasuk para muballigh yang berdakwah secara temperamental.
“Misalnya, ada kebijakan agar RT dan RW setempat tidak mengzinkan para muballigh itu untuk berdakwah lebih dari 15 hari di daerahnya,” tegasnya.
Penulis: muhammad Ibrahim Hamdani