Masjid seringkali dijadikan simbol kebesaran Islam, namun jauh dari kegiatan memakmurkannya. Misi masjid adalah hayya ‘alash-shalaah (mari kita melaksanakan salat), dan hayya ‘alal-falaah (mari meraih kemenangan).
Artinya, mengajak melalui masjid untuk meningkatkan kualitas ibadah ritual dan meraih kemenangan dalam membebaskan kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan kekotoran.
Optimalisasi fungsi dan peran masjid sebagai pusat pembinaan ummat tidak mungkin dapat dikelola oleh satu atau sekelompok kecil orang, tetapi harus melibatkan semua komponen yang berada di sekitarnya. Cara dapat menyentuh hati masyarakat sehingga mereka merasa memilikinya.
Keterlibatan mereka dalam melaksanakan fungsi masjid memerlukan manajemen pengelolaan yang baik sehingga semua komponen masyarakat merasa terlibat dan ada rasa memiliki terhadap masjid tersebut.
Kondisi masjid yang ada di sekitar kita adalah masjid besar dan banyak namun sepi jamaah. Masjid dikelola apa adanya tanpa manajemen yang baik, bahkan hanya menggunakan manajemen kekeluargaan. Masjid hanya berfungsi untuk ibadah ritual salat sehingga tidak memaksimalkan potensinya yang besar.
Jemaah masjid terbesar adalah orang-orang tua, sepi dari remaja maupun pemuda. Remaja dan pemuda enggan aktif di organisasi remaja masjid karena dominasi orang tua yang tidak memberi ruang gerak bagi remaja masjid. Padahal, dana infaq masjid relatif besar namun tidak dioptimalkan.
Di bulan Ramadhan ini, bisa dipastikan di masjid kita terdapat banyak tumpukan sampah. Kondisi ini dapat menimbulkan pencemaran lingkungan di sekitar masjid. Melihat keadaan ini, hendaknya perlu pengembangan progrm eco-masjid.
Karena itu Dewan Masjid Indonesia (DMI), Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Indonesia Bergerak Selamatkan Bumi (Siaga Bumi) meluncurkan Program Eco-Masjid, yakni gerakan nasional pemulian lingkungan hidup berbasis masjid.
Eco-Masjid dimaksudkan agar masjid menjadi sarana sosialisasi, mengimbau ummat agar senantiasa a dari ujaran bahwa menjaga kelestarian hutan dan lingkungan sekitar melalui dakwah, baik secara lisan, tulisan, maupun tindakan nyata. Masjid memerlukan kesinambungan sumber daya air yang suci dan mensucikan sebagai salah satu syarat sahnya ibadah.
Masjid tidak sekedar berperan sebagai tempat peribadatan umat Islam, tetapi juga berperan sebagai driving force, kekuatan penentu, bagi kebajikan lingkungan dalam arti seluas-luasnya, seperti solidaritas sosial dan solidaritas kelompok (komunal).
Peran fungsional musjid yakni sebagai penyemai nilai-nilai dan etos transformatif, salah satunya dalam bentuk pemuliaan lingkungan hayati, bio environment, berdasarkan konsep tauhid al-wujud (alam, manusia, dan Allah SWT).
Masjid perlu menumbuhkan dan menghidupkan etos pemeliharaan dan kelangsungan hayati, himayah wa tanmiyah biat al-hayah, yang menjadi makna antara bahwa masjid itu menghidupkan dan memakmurkan.
Masjid perlu berperan aktif untuk meningkatkan kesadaran umat Muslim sebagai potensi terbesar bangsa dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, demi kelangsungan seluruh makhluk di bumi. Peran masjid sangat penting dalam mendorong dan membentuk ummat serta meningkatkan peran masyarakat dalam pemuliaan lingkungan hidup.
Hal ini harus tercermin dalam tindakan dan perilaku kehidupan umat Muslim sehari-hri dalam melaksanakan ibadah dan muamalah yang ramah lingkungan serta dapat menambah manfaat perekonomian bagi jamaah dan masjid itu sendiri.
Melalui sumber daya yang dimilikinya, masjid atau musholla dapat melakukan proses pengajaran pemberian teladan, pembiasaan dan refleksi kepada ummatmengenai pengelolaan dan pelestarian lingkungan. Adapun beberapa usaha yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
Pertama, menjadikan tema lingkungan sebagai salah satu isu yang harus disampaikan dalam kegiatan khutbah Jumat, kuliah tujuh menit (kultum), buletik dakwah, atau media lainnya. Kedua, mendesain masjid/ musholla yang memiliki sirkulasi udara dan pencahayaan yang maksimal sehingga dapat mengurangi penggunaan lampu dan kipas angin.
Ketiga, mengelola sampah dan pekarangan masjid yang ramah lingkungan. Keempat, memanfaatkan air bekas wudhu yang merupakan air muta’mal (suci tapi tidak mensucikan) untuk disalurkan ke peresapan atau kolam sehingga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lain. Kelima, menjaga kebersihan dan kesucian masjid sebagai tempat ibadah.
Keenam, menyelenggarakan lomba, kampanye, atau lainnya terkait dengan pengelolaan dan pelestarian lingkungan. Semoga bermanfaat dan menginspirasi.
Penulis: Prof. Dr. H. Muhammad, M.Ag.
Ketua Pimpinan Wilayah (PW) Dewan Masjid Indonesia (DMI) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Ketua Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Yogyakarta.
Editor: Muhammad Ibrahim Hamdani