DMINEWS, BOGOR – Terdapat tujuh tingkatan jiwa yang dapat dialami seorang muslim, mulai dari amarah, lawwamah, malhamah, muthmainnah, mardiyyah, hingga kamilah. Tingkatan jiwa ini berbeda-beda, sesuai dengan karakter yang dimiliki seorang Muslim.
Da’i yang cukup sering tampai di acara televisi, Kang Rashied, menyatakan hal itu dalam acara Road To Jannah (RTJ) di Hotel Harris, Sentul City, Bogor, pada Ahad (17/5) pagi, dengan tema Touring of The Heart, Konvoi Hati Menuju Cinta Ilahi. Acara ini diselenggarakan oleh ISN dan Majelis Taklim TeRuCI (Terios Rush Club Indonesia)/ MTT.
“jiwa yang penuh Amarah berarti jiwa manusia yang terus-menerus ingin bertindak jahat, sombong, hasud dan dengki. Penyakit hati seperti ini akan merusak hati nurrani manusia. Allah SWT telah berfirman dalam Alquran Surat Yusuf Ayat 53 tentang jiwa yang penuh amarah,” tutur Kang Rashied.
Jiwa yang penuh Amarah, lanjutnya, merupakan tingkatan paling bawah atau memiliki kerusakan paling akut diantara jenis-jenis jiwa lainnya. Adapun Tingkatan berikutnya adalah lawwamah atau jiwa yang tercela.
“Orang yang jiwanya Lawwamah berarti masih sering berbuat maksiat karena karakternya yang labil dan mudah terpengaruh orang lain. Tingkatan selanjutnya adalah malhamah atau jiwa orang yang terilhami,” jelasnya.
Allah SWT, ungkapnya, berfirman dalam Alquran Surat Asy-Syam ayat 8 tentang jiwa orang yang malhamah. Orang yang berjiwa malhamah berarti telah sadar untuk beribadah dan taat kepada Allah SWT dan Rasulullah Muhammad SAW. “Namun, mereka kadang-kadang masih melakukan tindaan dosa dan maksiat,” ungkapnya.
Tingkatan jiwa selanjutnya, papar Kang Rashied, ialah Muthmainnah, yakni jiwa orang-orang yang senantiasa taat kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW, serta menjaga dan mendirikan sholat.”Allah SWT berfirman dalam Alqur’an Surat Al-Fajar ayat 27-30 tentang orang-orang yang berjiwa Muthmainnah,” tuturnya.
Tingkatan selanjutnya, ungkapnya, ialah jiwa yang Radhiyyah, yakni jiwa orang-orang yang puas dengan beribadah dan taat kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW. Mereka merasa ridho dengan iman dan Islam kepada Allah SWT.
“Selanjutnya ialah jiwa orang-orang yang Mardhiyyah, yakni jiwa orang-orang yang mendapat keridhoan Allah SWT. Allah SWT meridhoi seluruh amal ibadah serta iman dan Islam mereka,” jelasnya.
Terakhir, paparnya, ialah jiwa yang Kamilah, yakni jiwa yang sempurna. Semua orang pernah mengalami jiwa kamilah ini saat dilahirkan hingga usia baligh.
“Semua manusia, tanpa kecuali, pernah mengalami hal ini, tidak peduli orang tuanya beragama apa pun atau bahkan atheis dan komunis sekalipun,” ungkapnya.
Hal ini merupakan fitrah (kesucian) manusia, sunnatullah, ungkapnya, sehingga yang menjadikan seorang anak manusia beragama Nasrani, Hindu, Buddha atau atheis adalah orang tuanya.
“Kita harus bisa hidup mengikuti filsafat tukang parkir, yakni merasa tidak memiliki apa-apa meskipun ada di sekitar kita. Jadikan dunia ada di genggaman kita, jangan sampai dunia yang menggenggam jiwa kita, Life is Zero Begin,” pungkasnya.
Dalam acara yang berlangsung sehari setelah peringatan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW ini, sejumlah u’lama, da’i dan ustadz memberikan taushiyah (mau’idzah hasanah) kepada para hadirin.
Para penceramah yang hadir seperti Habib Hud bin Muhammad bagir Al Aththos, Ustadz Salman Al farisi, Lc., MA, Kang Rashied, UstadzMuhammad Abdul Syukur Yusuf.
Dalam kegiatan ini, hadir pembina Majelis Taklim TeRuCI, Mas Budhy, dan pembina ISN, Agus Pramono, pemilik Restoran Ayam Bakar Mas Mono, serta pasangan pendiri ISN, H. Mirza Muhammad dan Hj. Ria Renny Christiana
Kegiatan Road To Jannah ini mengambil moto Hidup ini sejatinya sebuah perjalanan dimana kita para penduduk surga sedang berada di bumi dan ingin kembali ke surga.
Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani