Khatib Masjid Dibekali Fatwa Larangan Membunuh Satwa Dilindungi

Sebanyak 35 khatib masjid dari berbagai kecamatan dalam Kabupaten Aceh Timur, dibekali Fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Nomor 3 Tahun 2022 tentang perburuan dan perdagangan satwa liar menurut perspektif syariat Islam.

Kegiatan selama sehari itu dipusatkan di Kampus STIS Dayah Amal Peureulak Barat, Kabupaten Aceh Timur, Selasa (27/2). Para khatib masjid yang diundang antara lain dari daerah yang bersinggungan dengan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dan sering dilanda konflik satwa liar seperti Kecamatan Simpang Jernih, Peunaron, Serbajadi, Ranto Peureulak, Banda Alam dan Indra Makmu.

“Setelah sosialisasi ini, kita berharap khatib masjid dapat menyampaikan Fatwa MPU Aceh Nomor 3 Tahun 2022 ke tengah-tengah masyarakat, baik melalui mimbar masjid maupun dalam setiap majelis taklim,” ujar Ketua Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) Aceh Timur, Tgk Muhammad Isa.

Pihaknya juga menerima masukan dalam diskusi dengan khatib masjid, diantara perlu memperbanyak spanduk dan baliho berisi larangan memburu dan membunuh serta memperdagangkan satwa dilindungi.

“Sebagaimana kita ketahui bahwa pemukiman masyarakat di sejumlah titik berdekatan dan bahkan berdampingan dengan kawasan hutan yang memiliki habitat satwa dilindungi, seperti gajah sumatera, harimau sumatera, orangutan dan badak sumatera,” kata Tgk Muhammad Isa, seraya menyebutkan, ke depan pihaknya berencana akan turun ke desa untuk menyampaikan langsung Fatwa MPU Aceh ini ke masyarakat.

Kegiatan Sosialisasi Fatwa MPU Aceh ini berlangsung atas kerjasama lembaga Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), Yayasan Konservasi Alam Timur Aceh (Yakata) dan Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) Aceh Timur. Tiga pemateri yang hadir adalah Tgk H Mukhtar Ibrahim selaku Ketua MPU Aceh Timur dan Kasat Binmas Polres Aceh Timur AKP M Daud.

Ketua MPU Aceh Timur Tgk H Mukhtar Ibrahim, dalam paparannya mengajak khatib masjid untuk menyampaikan isi Fatwa MPU Aceh ini ke tengah-tengah masyarakat, baik melalui majelis taklim maupun mimbar jumat. “Kita tidak boleh membunuh binatang atau hewan, apalagi satwa liar yang dilindungi undang-undang,” kata Abati, sapaan Tgk H Mukhtar Ibrahim.

Ketua HUDA Aceh Timur ini juga berharap, masyarakat yang hidupnya berdampingan dengan kawasan hutan untuk tidak membuka lahan secara sembarangan, karena tidak tertutup kemungkinan di dalam lokasi lahan baru memiliki berbagai jenis satwa dilindungi.

“Dulu, orang tua kita hidup berdampingan dengan satwa dilindungi, seperti gajah dan harimau. Kenapa sekarang sebagian kita justru menganggapnya hama?,” tanya Abati.

Sedangkan Kasat Binmas Polres Aceh Timur AKP Muhammad Daud SH, dalam materinya berharap, masyarakat yang melihat dan menemukan adanya satwa dilindungi dalam keadaan sakit atau terluka, maka segera menginformasikan ke pihak kepolisian melalui aparat desa. “Ada Bhabinkamtibmas di desa-desa, maka segera informasikan ke polisi jika melihat adanya satwa dilindungi yang terluka dan terancam keselamatannya,” ujarnya.

Dirinya juga berharap, para khatib masjid dan tokoh masyarakat terus mengkampanyekan perlindungan satwa dilindungi ke masyarakat, karena keberadaan satwa sebagai penyemimbang alam dan kehidupan. “Jika gajah dan harimau ini diburu dengan berbagai alasan, maka konsekuensinya adalah pidana dan harus membayar denda,” pungkas AKP Muhammad Daud SH. (b11).


Catatan:

Artikel ini telah diterbitkan di media Wapada.id pada tanggal 27 Februari 2024 dengan URL: https://www.waspada.id/aceh/khatib-masjid-dibekali-fatwa-larangan-membunuh-satwa-dilindungi/

Bagikan ke :