DMI.OR.ID, JAKARTA – Pengurus Besar (PB) Nahdlatul Ulama (NU) mengusulkan kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden (Wapres) Muhammad Jusuf Kalla untuk menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional (HSN).
Ketua Umum PBNU, Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj, MA, mengusulkan hal itu saat menjadi pembicara dalam sebuah Focus Grup Discussion (FGD) tentang Pendidik dan Kependidikan Keagamaan pada Kamis (23/4) malam. Acara ini bertema Hari Santri dalam Perpektif Lembaga Keagamaan
“Saya dari NU merekomendasikan hari santri adalah tanggal 22 Oktober. Saya kurang setuju dengan wacana penetapan HSN pada tanggal 1 Muharram,” tegas Kiai Said pada Kamis (23/4) malam, seperti dilansir NU Online dari laman www.kemenag.go.id
Menurutnya, tanggal 1 Muharram merupakan peringatan tahun baru Hijriyah, hari dimana seluruh umat muslim dunia memperingati tahun baru Islam. Jadi, momentum yang tepat ialah hari yang memiliki kekhasan historis dalam konteks perjuangan Indonesia.
Peranan santri dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia sungguh luar biasa. Dalam peran itu, lanjutnya, ada momentum penting dalam sejarah perjuangan dan pembelaan kaum santri untuk Indonesia.
“Momentum itu terjadi pada 22 oktober 1945 silam, saat lahirnya Resolusi Jihad oleh Hadhratush Syaikh KH. Hasyim Asy’ari bersama ulama-ulama dari perwakilan berbagai organisasi kemasyarakatan (ormas) lainnnya seperti Syarikat Islam dan Muhamadiyah,” ungkap Kiai Said yang juga alumni Pesantren Lirboyo ini.
Ketika itu, paparnya, Mbah Hasyim mengajak santri-santri untuk menyambut kedatangan pasukan Nederland Indies Civil Administration (NICA) dengan darah dan nyawa. Bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka, sudah ada santri yang dari waktu ke waktu terus bertambah jumlahnya hingga akhirnya mampu mendirikan Kerajaan Islam Demak Bintoro.
Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani