DMI.OR.ID, DEPOK – Masjid dapat berfungsi sebagai pusat informasi dan sosialisasi kebencanaan. Waktu sholat sebanyak lima kali dalam sehari di masjid dapat dimanfaatkan oleh ummat Islam untuk saling bersosialisasi dan berinteraksi satu sama lain terkait resiko bencana yang mungkin ada di daerahnya masing-masing
Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia (RI), DR. H. Muhammad Jusuf Kalla, yang juga Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Dewan Masjid Indonesia (DMI), menyatakan hal itu pada Senin (8/5) pagi di Balairung Kampus Universitas Indonesia (UI), Depok, saat memberikan sambutan dan membuka secara resmi kegiatan Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) Riset Kebencanaan Keempat Tahun 2017.
“Dampak dari berbagai sosialisasi dan interaksi di masjid itu ialah ummat Islam dapat memutuskan strategi-strategi yang efektif dalam pengurangan resiko bencana. Salah satu yang telah dirumuskan dan dihasilkan adalah buku Kumpulan Materi Khutbah Pengurangan Resiko Bencana sehingga dapat lebih terarah, efektif, dan efisien,” papar Wapres Kalla pada Senin (8/5) pagi.
Buku ini, lanjutnya, ditulis dan diterbitkan atas kerja sama sejumlah pihak, yakni Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Dewan Masjid Indonesia (DMI), dan Ikatan Ahli Bencana Indonesia (IABI), serta didukung penuh oleh Lembaga Penanggulangan Bencana (LPB) Muhammadiyah dan Lembaga Penanggulangan Bencana Nahdlatul Ulama (LPB NU).
Menurutnya, DMI terus berusaha untuk ikut serta secara aktif dalam sosialisasi Pengurangan Resiko Bencana melalui pendekatan religius. “Buku berupa materi khutbah tentang PRB ini menjadi salah satu langkah strategis terkait sosialisasi PRB sehingga dapat lebih terarah, efektif, dan efisien,” jelas Wapres Kalla dalam sambutan tertulisnya kepada DMI.OR.ID..
“Saat ini, Indonesia terus menghadapi tantangan yang semakin besar dalam menanggulangi dan mengurangi (mitigasi) resiko bencana alam yang semakin meningkat dan hampir 80 persennya merupakan bencana hidro-meteorologis,” ucapnya.
Adapun dampak bencana yang timbul, ungkapnya, ialah jatuhnya korban jiwa, kerugian ekonomi dan lingkungan hidup, serta kerusakan fasilitas umum dan infrastruktur di daerah terdampak bencana.
“Potensi resiko bencana pun semakin meningkat dengan adanya perubahan demografi berupa pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat. Resiko ini semakin tinggi dengan pembangunan infrastruktur yang kurang memperhatikan tata ruang dan lingkungan di sekitarnya,” jelasnya.
Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani